BAB 8

198 13 0
                                    

Renata menoleh ke arah Karina. "Omongan tadi apa maksudnya, Na?"

"Pertanyaan gue juga sama seperti Rena. Omongan lo tadi ke arah mana sih?" Bianca menambah.

Karina tersenyum segaris. "Gini ya, tadi aku hanya mengembalikkan kata-kata Mario Teguh pada cowok sok mulut cewek tadi."

"Kenapa gue gak ngerti, ya?" kata Bianca.

"Kalo nggak ngerti-ngerti nggak usah dipaksa, Bee. Yang ada otak kamu korslet, berasap gak jelas," celetuk Karina.

Renata mendengar tanggapan Karina, tertawa geli sedangkan Bianca wajahnya menjadi cemberut.

"Nyebelin." Bianca mendengus sebal.

"Kelas kita sudah dekat. Buruan deh jalannya." Karina memprotes setelah berjalan lebih dulu.

"Rena, ucapan Karina tadi, apa lo ngerti?" tanya Bianca.

Renata menggeleng. "Gak tau. Tapi kalo kesempat nanti tanya deh," kalau ditanya sekarang, Karina justru menjawab dengan berbagai alasan melankolis.

"Bee, Rena, cepat. Kalian kayak kura-kura tahu," teriak Karina memprotes.

Renata dan Bianca mempercepat langkah kaki mereka. Mereka sampai di depan pintu kelas. Masuk lalu duduk di tempat masing-masing.

Lima menit kemudian bel masuk telah berbunyi. Mata pelajaran matematika selanjutnya. Kelas di jam pelajaran matematika cukup menyenangkan. Bapak Yusril membagikan kelompok dalam pertemuan kedua, setiap kelompok beranggota tiga. Namun setiap anggota harus dapat mengerti setiap soal dengan waktu 3 menit. Bapak Yusril mengacak salah satu diantara kelompok itu untuk maju di depan dan menjelaskan salah satu soal yang telah dibahas dan dikerjakan.

Gio, Renata dan Aldin satu kelompok, mereka mendapatkan soal cukup sulit.

"Al, Gi. Aku ke toilet sebentar. Soal yang lain pokoknya kalian berdua selesain ya." Renata berkata seraya bangkit dari tempat duduk.

"Jangan lama kalau gitu. Soal terakhir trigonometri sama integral lumayan sulit," kata Gio.

"Iya, Gio."

Renata meminta izin kepada Bapak Yusril untuk ke toilet. Dan beliau mengizinkannya.

Di depan pintu toilet terpasang papan pemberitahuan: Dalam Perbaikan.

Renata dengan terpaksa turun ke lantai dasar melewati tangga cukup jauh. Sampai di toilet lantai dasar, Renata masuk, ada 4 orang Kakak kelas sedang merias wajah.

Satu menit kemudian Renata keluar dari toilet itu. Lalu mempercepat langkah kakinya. Sambil melangkah terburu-buru, Renata melihat jam ponsel, ia sudah lebih dari empat menit izin ke toilet dan seharusnya dua menit lalu ia sudah di kelas.

"Ini semua gara-gara toilet pakai rusak segala!" gerutu Renata.

Renata tiba-tiba terjatuh ketika bertabrakan dengan seseorang. Renata mendongak dan melihat seseorang yang terjatuh bersamanya.

"Lo?!"

Renata hanya memberikan senyum kepada cowok itu tanpa berbicara.

Cowok itu lalu berdiri dan mengebas pantat lalu kemudian mengebas buku-buku tangan yang menempel pasir-pasir halus. Renata ikut berdiri dan melakukan hal yang sama.

"Maaf."

"Nggak apa-apa. Lo yang di kantin tadi?"

Renata mengangguk.

"Kalo nggak salah nama lo, Risa?"

Renata mengerutkan kening.

"Gue salah ya. Hmm ... Refa?"

"Rofi? Rara? Ressa? Rossa? Raisa?"

Dahi Renata semakin bergelombang mendengar berbagai nama aneh disebutkan cowok itu.

"Dari pada gue nebak-nebak gak jelas. Kenalin gue Ares Deano Jonathan. Hmmm ....." Dia berkata sambil mengulurkan tangan kepada Renata, namun ucapan terakhirnya masih ada lagi dan di gantung.

"Kenapa, Kak?" tanya Renata penasaran.

"..... Wajah lo kayak baru lihat. Jangan jawab pertanyaan itu! Nama lo siapa?"

Renata membalas uluran tangan Ares. "Renata, panggil Rena, orang-orang seringkali memanggil aku dengan nama itu. Dan tentang pertanyaan Kakak tadi bener, aku masih baru di sini. Aku salah satu siswa dalam program enam bulan pertukaran siswa sekolah antarprovinsi."

Ares melepaskan tangan yang saling berjabatan tadi. Tanpa tidak sengaja tatapan Ares mengarah ke lantai dan ada sebuah ponsel tergeletak di sana.

Ares menurunkan punggung lalu mengambil ponsel itu. Setelah Ares memungut ponsel di lantai tadi, Ares bertanya, "Ini ponsel punya lo?"

"I-Iya."

Sebelum ponsel itu diserahkan kepada Renata, Ares menyalakan ponsel itu lalu mengetik sesuatu.

"Kak, ponsel aku diapain?" tanya Renata.

"Gue nggak rusakin, tenang aja. Kalo rusak lo cari gue di kelas atau di lapangan basket."

Terdengar bunyi ketikan dari setiap tombol diketik oleh Ares. Setelah selesai, Ares memberikan ponsel itu kepada Renata.

"Makasih, Kak." Renata mengecek kondisi ponselnya. Mata Renata terkejut melihat jam pada ponsel. "Hah?! Astaga! Sudah lima belas menit."

"Kenapa? Lo baik-baik saja, kan?" Ares jadi khawatir.

Renata menggeleng cepat. "Maaf Kak, aku harus segera balik ke kelas." []

" []

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
AFFAIR LIEFDE | Tchs #1Where stories live. Discover now