BAB 13

148 11 1
                                    

Kemarin adalah hari berat Renata lalui. Beruntung Ares dan tim basket mau membantu menghapus postingan yang Safani sebarkan.

Berkat guru mata pelajaran pertama dan kedua yang tidak masuk, Renata menghabiskan waktu di perpustakaan, namun sebelumnya Karina dan Bianca sempat mengajak Renata ke kantin tapi Renata tidak ingin ke kantin untuk sekarang ini.

Koridor di lewati Renata terlihat tampik sepi. Semua murid jelas masih belajar di kelas. Dan itu sangat bagus untuk Renata, setidaknya dirinya bisa menenangkan pikirannya untuk sebentar saja.

Dari jarak tidak jauh, Renata mendengar alunan melodi piano yang indah. Namun suaranya tidak terdengar dari arah perpustakaan, melainkan di arah belokkan sebelah laboratorium bahasa.

Renata mengikuti suara melodi dari piano itu.

Langkah Renata berhenti tepat di tempat suara piano yang terdengar semakin jelas. Di sana ada sebuah ruangan dan sebuah piano dan seseorang sedang memainkan piano tersebut. Berdasarkan punggung Renata perhatikan, Renata menduga bahwa yang memainkan piano ildi sana adalah seorang cowok. Renata melangkah lagi dengan pelan agar tidak ketahuan pulang

Terdapat bangku yang tidak jauh, hanya 4 jingkal kaki saja kursi itu dapat di duduki.

Renata kini diam dan mengamati permainan piano cowok itu.

Tak lama kemudian piano yang dimainkan cowok berhenti, bertanda sudah selesai dengan permainannya.

Renata refleks bangkit dari duduk.

"Aw ..." Renata meringis sakit, ketika sikunya tidak sengaja menabrak sebuah lemari yang berdekatan dengan pintu keluar.

"Berhenti! Siapa di sana?!"

Renata mendadak terpaku.

"Berbalik!" perintahnya.

Renata tidak bisa kabur lagi. Lengannya dicekal dengan cepat.

"... Ma-Maaf," kata Renata dengan pelan. Renata memutar badan. Menatap cowok yang memainkan piano yang belum lama.

Empat mata mereka saling menatap dan cekalan itu terlepas.

'Kak Indra,' batin Renata.

Keadaan sekarang benar-benar canggung. Mau tidak mau Renata harus membuka suara dari pada senyap dan hanya ditatap terus. "Maaf Kak. Aku tidak bermaksud mengganggu Kakak latihan piano." Renata berkata jujur. "Sebenarnya aku mau ke perpustakaan, tapi ... saat dengar alunan melodi piano, aku penasaran dan ingin mendengar suara piano itu lebih jelas."

"Oke gue percaya," jawabnya.

Indra berbalik badan dan kembali berjalan ke tempat piano.

Renata mengerjap sekilas, nampak tidak percaya. Tapi ada senyum diam-diam mengukir di wajah Renata.

"Kak, aku boleh lihat permainan piano Kakak?" tanya Renata.

"Boleh," balasnya singkat.

Mendengar perbolehan Indra, Renata duduk kembali di bangku tadi.

Renata sudah melupakannya. Hari ini adalah cerita baru untuk lembaran baru. Yang kemarin adalah masa lalu.

Suara permainan piano yang Indra mainkan kini mengalun di ruangan sunyi ini.

Renata memejamkan mata dan membiarkan lantunan piano yang Indra mainkan masuk mengalir ke syaraf pendengaran dan otaknya.

Indra masih tetap memainkan pianonya dengan lembut. Hati dan pikiran Renata terasa tenang dan nyaman.

'River Flow in You, ini memang River Flow in You tapi bukan seperti ini nadanya.' batin Renata. 'Ada apa dengan nada piano ini?'

Mendengar nada piano River Flow in You yang Indra mainkan, membuat kepala Renata sakit dan sekilas muncul bayangan seorang dengan piano, suara permainan piano yang sama. Renata tidak tahu siapa orang itu, dan kenapa harus ada nada piano yang samar serupa dalam bayangan itu? Renata ingin mengingat hal itu. Tapi ada sesuatu yang menghalanginya.

Di tempat piano, Indra milih lagu River Flow in You, sebagai lagu selanjutnya. Nada-nada dari River Flow in You yang dimainkan Indra, hasil remake Indra bersama seseorang.

Bunyi yang cukup keras lebih dari suara piano menghentikan Indra memainkan piano tersebut.

Indra menoleh ke sumber suara itu.

"Renata!" Indra menjadi panik dan langsung beranjak dari tempat duduk.

Indra segerah mengangkat tubuh Renata dan berjalan ke arah uks.

Di uks, tubuh Renata dibaringkan ke atas ranjang. Indra mengambil minyak kayu putih dan di dekatkan ke hidung Renata dengan menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

Tapi Renata tetap belum siuman. Indra semakin cemas.

"Apa yang harus gue lakuin agar lo mau bangun, Re," suara Indra yang berlirih terdengar penuh sesal.

"Rena, tolong, bangun." Indra mengelus pelan rambut Renata yang halus, ada senyum pedih di balik kedua sudut bibirnya.

Renata masih tidak merespon ucapan Indra. Perlahan dari waktu yang terus berputar, kristal kecil telah keluar di sudut mata Indra. Keadaan Renata yang tidak mau bangun, semakin membuat Indra khawatir.

"Kumohon, untuk kali ini, gue sangat ingin lo ..." mata Renata terbuka perlahan, walaupun penglihatan pertamanya buram, tapi dia mencoba memfokuskan penglihatannya. Sebelum penglihatan Renata semakin jelas, Indra dengan cepat mengelap kasar air mata, yang berhasil tumpah belum lama.

"Ini di mana?" tanya Renata pelan.

"Uks. Tadi lo pingsan."

Renata mengubah posisi berbaring ke posisi duduk, tapi Indra menyuruh Renata untuk tetap berbaring saja.

"Aku harus segera ke kelas, Karina dan Bianca nanti cari aku." ujar Renata.

"Jangan, mending lo istirahat aja dulu, ntar gue bilangin ke mereka." Renata mengangguk pelan dan Indra dengan lembut mengelus pipi kiri Renata.

Perasaan Indra untuk saat ini tidak dapat terkontrol. Indra tahu Renata akan bingung dengan sikapnya untuk saat ini.

"Maaf, Kak." Renata langsung menepis tangan Indra yang berada di pipinya.

Kalau pun itu hanya usapan yang lembut di pipi. Itu hanya akan membuat Renata semakin merasakan ada yang aneh dengan sikap Indra dan akan membuat Renata ingin membuat jarak dengan Indra. Tapi hati kecil Renata seakan enggan, melepaskan sikap Indra yang terkesan perhatian, akhir-akhir ini dan di sisi lain perlakuan Indra, seperti seseorang yang Renata sangat kenal, tetapi tidak bisa Renata ingat, siapa orang itu?

Indra berdiri dan tersenyum lembut pada Renata. "Gue akan biarkan lo istirahat sendiri, tapi gue bakal panggil teman lo ke sini. Setidaknya lo enggak sendiri di uks," kata Indra sebelum pergi meninggalkan Renata di ruangan uks seorang diri. []

 []

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AFFAIR LIEFDE | Tchs #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang