BAB 30

95 6 0
                                    

Napas Indra terasa sesak. Jantungnya ikut teremas-remas. Gadis di sebelahnya ini sudah empat hari belum bangun dari tidur panjang. Selang infus yang masuk ke dalam hidungnya bagaikan napas kedua.

Beberapa jam sekali Indra selalu datang ke ruangan penuh bau obatan, setelah selesai kegiatan dalam osn-berharap semoga Tuhan mendengar doa dan permohonan Indra, membukakan mata gadis itu.

"Kamu mau sampai kapan di sini terus?" tanya teman dari gadis itu. "Dia akan baik-baik saja. Dia gadis yang kuat. Kamu sebaiknya kembali ke asrama."

"Karina, mau sampai kapan lo ngejalanin perang dingin ini? Gue tahu, semua ini salah gue. Karena gue dia terbaring di sini."

Tanpa merasa takut Karina maju selangkah. "Sampai kamu ngejauhin Renata. Tidak mengganggu lagi kehidupannya."

Indra menatap misterius ke arah mata Karina.

"Lo minta gue jauhin dia?" tanya Indra skeptis.

"Ya. Semakin kamu dekat dengan Renata, semakin banyak masalah mendatanginya. Semakin banyak juga luka yang bakal dia terima, Ndra."

"Gue akan menuruti mau lo. Tapi ijinin gue kali ini saja, untuk menemaninya sebelum dia sadar," kata Indra, murung.

Karina menghela napas panjang. Untuk kali ini saja. Setidaknya untuk membuat Indra tidak merasakan keputusasaan.

"Oke."

"Trims."

Karina keluar dari ruang Renata dirawat, memberikan ruang untuk Indra.

Indra perlahan mendekat ke arah ranjang Renata dan duduk di sebelahnya, di situ sudah ada kursi.

Indra menggenggam pelan jemari tangan Renata, memandang lembut wajah Renata. "Renata, bangun. Maafin gue, nyakitin lo tanpa alasan yang logis. Berpura-pura gak tahu tentang lo. Maaf ... gue sudah berkata kasar ketika lo muncul pertama kali di depan gue. Tapi gue senang, gue bisa lihat lo lagi. Walau gue harus jadi orang asing di depan lo dengan sifat dingin gue. Gue benar-benar egois sebagai pria ... pengecut." Indra tersenyum kecil. "Maafin gue yang tidak nepatin janji gue waktu itu. Lo pasti nungguin gue seperti orang bodoh, ya?" mata Indra berlinang air pada kelopak mata.

"Gue sungguh berengsek. Renata, kalau lo bangun, gue janji tidak akan ganggu lo lagi. Gue akan menjauh dan jika nanti gue ada kesempatan di lain waktu, gue bakal menebus janji gue. Kita berdua akan melihat kembang api lagi." Indra mengusap air mata yang telah turun ke pipi.

Indra terus menggenggam erat tangan Renata. "Jadi gue mohon, Renata, bangun. Lo akan baik-baik saja setelah ini. Gue janji."

"Dia akan bangun. Dia bukan gadis lemah.," kata Karina tiba-tiba muncul di belakang Indra.

Indra menampilkan senyum getir lalu menghapus cepat air mata yang menetes tadi.

"Sekarang kamu pulang. Bentar lagi Mama dan Papa Rena bakal ke sini. Aku gak mau ada keributan, Ndra. Apalagi kalo Om Faisal tahu kamu di sini, dia bakal ngehajar kamu sampai wajah tampan kamu itu hilang."

Indra mengangguk, lalu menatap sebentar ke arah Renata dan kemudian tersenyum tulus dan lembut.

"Jagain dia Na. Kalau ada apa-apa hubungi gue." Karina mengangguk, Indra kemudian mulai keluar meninggalkan ruangan gadis yang dulu dia tinggalkan seperti orang bodoh.

***

Setelah sarapan pagi, Pak Juan memulai kegiatan seperti biasa. Memberikan belajaran khusus kepada murid-muridnya.

"Hari ini kita bahasa materi Dinamika linear tahun 2015. Untuk anak biologi, Karina dan Reza soal dinamika linear tahun kemarin pernah muncul. Jadi kalian yang lagi punya masalah tinggalkan dulu. Fokus ke materi Saya.," tutur Pak Juan dengan tegas.

AFFAIR LIEFDE | Tchs #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang