#8

683 87 25
                                    

3 years ago.

anin

"inget gak pertama kali aku cerita kalo aku suka banget sama New York?"

"inget, lah. kamu tiba-tiba bilang pas tengah malem dan aku bilang 'sama dong! aku juga suka banget sama New York'. terus kita ngomongin tentang New York sampe alarmku bunyi."

"hmm," gumamnya, "jadi, gimana kalo kamu nikah sama aku terus kita pergi ke New York buat honeymoon?"

gue mengedipkan mata, mencerna perkataan yang ogi lontarkan. "ini ceritanya kamu lagi ngelamar aku?"

"kind of."

"kind of?!?!?!"

"iya, nin. aku lagi ngelamar kamu." jawabnya sambil menggaruk tengkuknya. mengalihkan pandangannya dari gue yang duduk dihadapannya dan masih menatap dia dengan tatapan tidak percaya. "terus?"

"terus apa?"

"kamu mau gak?"

gue tersenyum jahil, mencoba menyembunyikan perasaan nervous yang muncul dan jantung yang semakin lama berdegup semakin kencang. "maksudnya mau kamu lamar atau mau honeymoon sama kamu di New York?"

"dua-duanya, sayang." jawabnya. tangannya terulur mengusak rambut gue, "kalo kamu terima lamaran aku, kita bakal honeymoon di New York."

gue bisa merasakan kedua pipi gue yang memanas dan ujung bibir yang mulai terasa pegal karena gue yang terus-terusan tersenyum dengan lebar. gue menangkup wajahnya dan membawanya mendekat sehingga gue bisa mengecup kedua pipinya secara bergantian.

"kalo kamu udah bawa-bawa New York, mana mungkin aku bisa nolak, gi."

"oh, jadi kamu mau nikah sama aku gara-gara New York doang?!"

"lho, bukannya kamu juga mau nikah sama aku gegara gak ada yang mau dengerin ocehan kamu tentang New York sampe subuh selain aku???"

sekarang gantian ogi yang tersenyum jahil. "aku mau jawab dengan sesuatu yang cringey, tapi lo harus janji gak boleh berubah pikiran."

"okay. bring it on, babe."

"aku mau nikah sama kamu, karena seberapa bagusnya New York, seberapa bagusnya dunia yang aku lihat ini, it's not even good without you in it. because you become the place, the home i always go when i have good or bad days. it becomes a habit. dan aku berencana buat ngelanjutin kebiasaan itu sampai nanti. i want to because i always feel so safe with you, and i want you to know that you're safe with me."

"wah, jarang-jarang aku liat muka lo sampe merah gitu." kekehnya ambil menggenggam kedua tangan gue. "gimana, mau gak?"

gue memeluk ogi dan gue menyembunyikan wajah gue dipundaknya. membuat ogi kembali terkekeh sambil menidurkan badannya pada kasur dibawahnya sambil melingkarkan kedua tangannya ditiap sisi pinggang gue. membawa gue yang kini berada dipelukannya sehingga saat ini gue berada diatasnya.

"kamu mau denger jawaban aku gak?"

ogi mengecup pucuk kepala gue. "aku nungguin dari tadi, nin."

gue semakin menenggelamkan wajah gue di tengkuknya. "thank you for making me feel so safe everytime im with you."

"and i'm happy that you feel safe when you're with me, too. thank you for trusting yourself on me, it does mean a lot. especially when you know it takes years for me to open up myself and yet i'm trusting myself on you. we aren't perfect, aku tau. tapi aku gak pernah nyesel ketemu kamu. aku punya banyak kekurangan dan kamu bisa tahan sama aku sampe sejauh ini, i feel so grateful. and i wanna come home to you too."

"jadi, aku mau. it's always yes for you, gi."

ogi mengusakkan hidungnya ke pucuk kepala gue sebelum mengecupnya lagi. "ciee. tumben romantis."

gue mencubit pinggangnya sambil terus menyembunyikan wajah gue. sama sekali gak berani menatapnya karena gue yakin wajah gue lagi merah-merahnya. "ngacurin momen aja sih lu!!"

"sini dong, aku mau liat muka kamu." katanya sambil mendorong pundak gue menjauh yang gue balas dengan semakin mengeratkan pelukan gue ke dia.

"jangan rese."

"kamu yang rese. gue mau nyium lo doang susah banget tau gak."

gue mengangkat wajah gue dari pundaknya kemudian mengecupnya singkat tanpa melihat kedua matanya lalu menyembunyikan kembali wajah gue di tengkuk ogi pada detik selanjutnya.

"nin, aku pengennya bibir ketemu bibir. bukan bibir ketemu dagu." katanya sambil menangkup wajah gue yang masih bersembunyi di tengkuknya. "bentar doang. abis itu lo boleh ngumpet lagi."

gue membiarkan kedua tangannya membawa wajah gue untuk menghadap wajahnya. "jangan tutup mata. nanti dikira gue nyium ini tanpa persetujuan lagi."

gue menggigit bibir sambil membuka mata gue, masih belom berani menatap kedua matanya. karena masih malu, karena gue yakin muka gue masih merah, dan yang terpenting karena gue gak biasa wear my feelings on my sleeve seperti tadi.

tapi ogi hanya terkekeh ketika mata kami bertemu, yang kemudian dilanjutkan dengan bertemunya kedua bibir kami. kecupan-kecupan yang ogi berikan sangat pelan dan lembut, rasanya seperti saat ogi memeluk dan membelai rambut gue ketika hal-hal aneh menggangu pikiran gue, membuat gue merasa aman di pelukannya. rasanya menenangkan, seperti pulang ke rumah setelah hari yang panjang.

gue merasakan wajah gue yang semakin memanas dan jantung gue yang berdegup makin gak karuan. yang membuat gue mengecup ogi kilat beberapa kali sebelum menyembunyikan kembali wajah gue di tengkuknya.

"kuping lo makin merah nih." kali ini ogi tertawa sambil mengusap-usap kuping gue.

"berisik, lo. jantung lo juga dug-dugan, tau. berisik. kerasa banget di dada gue."

"lo kira gue gak bisa ngerasain detakan jantung lo juga?"

gue mengerang kesal sambil kembali mencubit pinggang ogi, membuat empunya tertawa semakin kencang.

ogi mengeratkan pelukannya dan gue membalas tidak kalah eratnya. masing-masing terdiam, terlalu terlarut dengan degupan jantung seseorang yang sedang berada dalam pelukan. gue baru saja ingin memejamkan mata, karena mendengarkan degupan jantung ogi yang bisa gue rasakan dari tengkuknya begitu menenangkan, sebelum ogi memecah keheningan dan membuat gue fokus pada suaranya, bukan detak jantungnya.

"mama sama ayah sabtu minggu depan ada di rumah?"

"hm... ada mungkin? Kenapa?"

ogi mengecup pucuk kepala gue untuk yang kesekian kalinya pada hari ini dan kemudian mengayunkan kakinya, lalu menjadikan gue sebagai guling. "dandan yang cantik ya. aku mau bawa ayah sama ibu ke rumah kamu."

aku, kamu, bicaraKde žijí příběhy. Začni objevovat