#14.1

582 64 14
                                    

6 years ago.

Anin menaruh gelas kaca dengan tulisan coca cola sebagai coraknya--sebuah hadiah dari pembelian paket Mcd beberapa bulan yang lalu, menyebabkan bunyi yang cukup nyaring setelah bersentuhan dengan lantai kamar berwarna putih gading.

"Gue harus pergi." Katanya kemudian.

"Sekarang? Mau kemana?" Tanya Ogi sambil meneguk bir dari botolnya langsung.

Anin mengambil botol ditangan Ogi dan menuangkan isinya ke gelasnya yang kosong. "Gak tau."

"Hah? Ngapain, kalo gak tau?" Tanyanya lagi.

"Mau pergi aja." Jawabnya lalu menghabiskan isi gelasnya dalam sekali jalan.

Ogi menatapnya cukup lama, "Kenapa?"

Kali ini gantian Anin yang menatap Ogi sebelum kembali menatap gelasnya, lalu mengisinya kembali dan menghabiskannya lagi dalam sekali jalan, sebelum menjawab, "Gue perlu menggunakan pilihan pertama yang lo berikan."

"Pilihan apa?"

Anin memainkan mulut gelasnya dengan jari telunjuknya, matanya menolak untuk menatap lelaki dihadapannya, "Pilihan buat memperlebar jarak buat menunda semakin cepatnya perpisahan."

Oh, pilihan itu, batin Ogi sambil tersenyum pahit. "Kenapa?"

Anin mengangkat kedua bahunya, "Gue merasa terlalu bergantung sama lo sampai-sampai gue merasa lo selalu jadi pilihan pertama yang gue ambil. Bikin gue jadi merasa takut."

"Karena gue gak memberikan kita kepastian?" Tanya Ogi lalu menghembuskan napasnya.

"Gue takut komitmen berserta label-label yang mengikutinya, dan lo tau itu. Tapi gue lebih takut ketika gue sadar gue terlalu bergantung sama orang lain." Anin memainkan jemarinya, "Gue ngerti seberapa besar kepastian yang bisa gue dapat dari lo, gue menghargai itu. Tapi, tiba-tiba gue menginginkan sesuatu yang lebih--bukan, bukan sebuah label tapi sesuatu yang gue sendiri gak tau itu apa, karena gue sadar gue terlalu bergantung sama lo, dan gue takut dengan pemikiran gue itu. Gue merasa berubah, dan gue sangat takut. Gue gak mau terlalu lama jadi gue yang seperti ini."

"Dan lo mutusin untuk pergi?" Anin mengangguk, Ogi meneguk kembali bir digenggamannya, "Bakal balik lagi?"

"Mungkin," jawab Anin sambil tersenyum samar, "Gue sayang sama lo, pake banget, kalo lo mau tau. Jadi kemungkinannya sangat besar untuk gue balik lagi."

"Apa gak cukup alasan lo sayang sama gue jadi alasan lo buat tetep tinggal?"

Anin menjawabnya dengan senyuman kecil dan gelengan kepala.

Ogi menghabiskan bir dihadapannya, "Gue sayang sama lo." Akunya, "Gue terlalu sayang sama lo, dan ngejadiin lo pegangan gue selama ini--someone to keep me sane. I suppose I can give you fucking anything you want but certainty--but, fuck, I'm sorry, I'm a very selfish person so I need you to give me that this time. Say, will you come back to me?"

"Mungkin," Anin menggenggam tangan Ogi yang sedang tidak memegang botol bir dan menjalinkan jemarinya dengan jemari Ogi, "I cant give you that, too. I'm sorry. I will try harder to become a braver person and come back to you, yeah?"

Ogi terdiam dan melepaskan botol bir yang sedari tadi ia genggam erat, "Gue boleh ngerokok sebentar?"

Anin mengangguk dan melepaskan genggamannya. Ogi mengambil sebungkus rokok dan petikan api yang ia simpan diatas lemarinya ketika Anin menidurkan dirinya di atas kasur dan menghadapkan wajahnya kearah tembok, memunggungi Ogi yang beranjak keluar kamar dengan sebatang rokok dimulutnya.

.

Ketika Ogi kembali ke kamar setelah menghabiskan satu bungkus rokok yang mati-matian tidak pernah ia sentuh selama berbulan-bulan, Anin masih memunggunginya.

Ia mengganti bajunya sebelum merebahkan dirinya ke atas kasur dan melingkarkan tangannya di pinggang Anin, menariknya mendekat sehingga ia bisa menghirup wangi samponya yang tadi sore baru Anin gunakan.

Anin tiba-tiba menggenggam tangan Ogi yang melingkar di pinggangnya, meremasnya pelan sebelum membuat pola-pola abstrak dengan ibu jarinya. Ogi membenamkan wajahnya di tengkuknya, membuat Anin bisa mencium bau nikotin yang keluar dari tiap helaan napasnya.

"Abis berapa?" Tanyanya.

"Satu bungkus." Jawabnya sebelum mengecup lehernya, "Maaf, gue ngelanggar janji."

Anin memutar badannya sehingga ia kini menatap Ogi dan memberinya kecupan singkat di ujung bibirnya, "Maaf juga, gue udah bikin lo ngelanggar janji."

Ogi membenamkan wajah Anin di bahunya, sehingga ia bisa kembali menghirup wangi samponya di helaian rambut Anin, "You can leave anytime you want... Just please, give me a little warning before you do that."

Anin mengangguk mengiyakan, "I'll give you a little kiss, then."


aku, kamu, bicaraWhere stories live. Discover now