Part 22

9.1K 541 9
                                    

Bunga membuka matanya perlahan, cahaya dari lampu yang berada di atasnya seketika menusuk penglihatnnya membuat kesadaran Bunga perlahan terkumpul.

Tiba-tiba saja ada sebuah lengan kekar yang melingkar di perutnya membuat Bunga terlonjak kaget.

Bunga mengelus dadanya berulang kali, sembari menatap cowok yang tengah terpejam dan sedikit terusik karena Bunga yang tiba-tiba saja terduduk membuat kasur yang saat ini di tempatinya bergetar.

Bunga melirik pakaiannya dari atas sampai bawah, tanpa ia sadari, air matanya kembali menetes.

Baju Bunga memang masih utuh, namun warna hitam keseluruhannya membuat dada Bunga terasa sesak.

Pakaian itu mengingatkannya bahwa ia baru saja mengantarkan mamanya ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

Bunga kembali terisak, badannya merosot begitu saja di atas lantai.

Samar-samar, Saturnus mendengar suara dari arah sampingnya, saat telinga menangkap jelas suara yang sangat di kenalinya itu, badan Saturnus terlonjak, ia terduduk sembari memegang jantungnya yang berdegup kencang.

Saturnus ikut melorotkan dirinya di atas lantai, di samping Bunga, cowok itu mengalungkan kedua tangannya di bahu Bunga, memeluk erat cewek tersebut.

Wajah Bunga yang pingsan tepat saat makam mamanya di pasangkan nisan, terngiang-ngiang di kepala Saturnus, Saturnus berusaha menahan air matanya yang entah kenapa selalu ingin ikut keluar.

Saturnus mempererat pelukannya, ia menyandarkan kepalanya di bahu gadis tersebut.

"Please, jangan nangis"

"Mama.... " isak Bunga pelan.

Kehilangan sang mama, membuat Bunga seperti kehilangan sebagian raganya.

"Mama lo udah tenang disana, jangan di tangisin" ucap Saturnus pelan, ia mengangkat tangannya dan mengusap air mata Bunga menggunakan ibu jarinya, "Mama lo pasti sedih, liat lo nangis kek gini"

Bukannya berhenti, tangis Bunga semakin menjadi, jadi. 

"Bunga, lo gak sendirian. Papa, bang Elang, sahabat-sahabat lo, bahkan gue ada bersama lo"

"Sahabat?" Bunga tertawa hambar.

Selain kepergian mama, ada hal lain pula yang membuat Bunga merasa sangat sedih saat ini. Yaitu, sahabat-sahabat yang entah berada dimana, mereka tidak mengunjungi bahkan menghubungi Bunga sama sekali, Bunga yakin, mereka sudah mengetahui kematian mamanya. Pantaskah Bunga masih menyebutnya sahabat?

Saturnus terdiam, ia baru menyadari sesuatu. Sejak beberapa hari lalu, Bunga selalu sendiri, bahkan saat belajar atau istirahat, ia menjadi pendiam. Padahal, saat itu, Lola, Siti dan Adiba tengah tertawa bersama.

"Lo lagi marahan ya?" tanya Saturnus pelan.

Bunga tersenyum miris

"Dalam persahabatan, wajar jika berkelahi atau salah paham," ucap Saturnus, "Tapi, jadikan itu sebagai pembelajaran, bukan suatu hal yang membuat perpisahan"

"Lah? Ini makhluk kerasukan? Bisa ngomong bijak ke orang" batin Bunga.

"Kenapa marahan?"

"Kepo" balas Bunga singkat.

Saturnus tersenyum, ia mengacak-acak rambut Bunga, membuat Bunga mendelik sebal. Jujur saja, ia aneh melihat sikap Saturnus belakangan ini.

"Saturnus ih,"

"Makin cantik kalo lagi cemberut kek gini" ucap Saturnus menaik turunkan alisnya.

Bunga memandang Saturnus horor, "Lo ngomong apa tadi? Wah, lo salah nelen makanan kayaknya"

Ketua Osis VS Ketua KelasWhere stories live. Discover now