Mama

295 46 8
                                    

Ciaaa kaget? Sama saya juga ;)

-----------

Bulan itu bersinar terang dalam ingatannya.

Malam hari saat salah seorang anggota keluarganya menyuruhnya bersembunyi di hutan. Seokjin menelusuri jalan hutan ditemani bulan purnama.

Mungkinkah itu ibunya?

Mungkin yang menyuruhnya bersembunyi itu ibunya?

Seokjin tidak ingat. Semuanya samar.

Seokjin tidak ingat bagaimana rasanya memiliki seorang ibu. Bagaimana hangatnya memiliki seorang ibu.

Tapi Seokjin ingin menjadi sosok ibu bagi teman-temannya.

Seorang penunjuk jalan. Perpaduan dari kejahatan dan kebaikan.

Seokjin ingin teman-temannya memiliki sayap putih akhirnya. Tapi Seokjin tidak memaksa mereka. Seokjin hanya bisa menjadi penunjuk jalan bagi mereka.

---

"Aku selalu kembali setiap bulannya. Tapi melodi kelam datang mengganggu dan ku tebak itu dari kau. Tapi aku mencari setiap hari. Dan takdir tidak pernah menipu," suara langkah kaki mendekat ke arah Seokjin. Arahnya dari depan.

"Kita bertemu di hari yang aku benci, Kim Seokjin, keparat kecil."

Seokjin berusaha menyembunyikan ketakutannya. Sebisa mungkin ia mengatur ekspresinya agar menjadi sedatar mungkin.

"Dan sepertinya ini pertemuan pertama kita Tuan Georgio," ujar Seokjin pelan.

Georgio tertawa. "Tapi kau mengenalku sialan."

"Oh, seluruh kota mengetahui anda tuan," balas Seokjin.

Georgio berdecih. "Tapi kau tidak tinggal di kota. Dimana kau tinggal selama ini huh? Bersembunyi di balik melodi itu?" kemudian ia menggeleng-geleng. "Keluarga Kim yang malang. Mengajarkan melodi kematian keluarga lain pada anak mereka."

Melodi kematian?

Otak Seokjin mulai mencerna kata-kata Georgio. Berbagai pemikiran muncul di otaknya.

Jadi nada kesukaannya itu sebuah melodi kematian? Kematian keluarga siapa? Mungkin kematian keluarga Georgio?

"Saya tidak suka berbasa-basi tuan....,"

Haruskah ia menghindar dari takdir sekarang? Atau ia harus menghadapinya?

".... saya dengar anda mencari saya."

Seokjin memilih menghadapinya. Semengerikan apapun itu nanti.

"Gaya bicaramu itu membuatku muak. Mengingatkanku pada kemunafikan keluargamu. Dosa mengerikan yang harus kau tanggung sekarang," ujar Georgio sembari berjalan mendekat ke arah Seokjin.

Seberapa pun Seokjin memilih untuk menghadapi takdirnya, kakinya tetap melangkah mundur. Semacam refleks dari dirinya.

Jadi ini tentang pembalasan dendam. Seokjin tertawa miris dalam hatinya. Bahkan ia tidak ingat siapa saja anggota keluarganya tapi ia harus menerima pembalasan dendam ini.

"Sayang sekali, tuan. Saya tidak mengerti apa yang anda bicarakan," ujar Seokjin berharap Georgio mungkin punya sedikit rasa belas kasihan.

"Dan sayang sekali keparat kecil, aku tidak perduli. Aku sudah bersumpah untuk membasmi seluruh keturunan keluarga Kim, termasuk kau," salah. Georgio, iblis yang tidak punya rasa belas kasihan.

WINGS⚫

Hoseok meraih segelas air putih yang Jimin sodorkan kepadanya. Dengan bantuan air, Hoseok menelan pil obatnya. Ia menyerahkan gelas itu kembali kepada Jimin kemudian berbaring di kasurnya meredakan pusing.

WINGS ✅Where stories live. Discover now