3

1.1K 153 28
                                    

Langit sudah sangat gelap. Bahkan bintang tak bersinar, dan Jisoo selalu menyalahkan polusi cahaya dari neon-neon di kota.

Pemuda itu duduk di beranda rumahnya. Menikmati secangkir kopi panas dan potongan biskuit buatan Mingyu, kepala pelayannya. Biskuit raisin, dan Jisoo menyukainya dengan sangat.

"Anda tidak ingin tidur sekarang, Tuan Muda? Cuaca sedang tak bersahabat malam ini."

Jisoo mendengarkan dengan sangat ucapan pemuda jangkung yang berdiri sigap di belakangnya. Mingyu benar. Angin terasa lebih kencang dan rintik hujan sudah mulai turun membasahi besi beranda. Jisoo menengok ke arah Mingyu, tersenyum lembut, dan Mingyu tahu jika ia tak punya lagi alasan untuk memaksa tuan mudanya.

Selang beberapa detik, suara ketukan antara jari dan meja besi terasa mendominasi beranda perpustakaan Jisoo. Ketukan yang seolah tak berirama, namun Jisoo dan Mingyu mengerti jika setiap ketukannya memiliki arti.

Satu ketukan, berarti A. Hening selama dua detik. Lalu lanjut kembali sebelas ketukan, berarti K. Hening kembali, dan berlanjut dua puluh satu ketukan, berarti U. Aku. Jisoo berusaha mengabadikan momen hariannya dengan ketukan di dalam rekorder tua pemberian sang kakek. Tak peduli jari telunjuknya yang memerah karena terlalu banyak mengetuk pada kerasnya besi meja.

Dulu, sewaktu Jisoo masih bisa bicara, ia bercerita sepanjang malam di depan rekorder itu. Bercerita tentang hari-hari yang ia lewati selama 2 tahun memperhatikan Choi Seungcheol. Koas rumah sakit yang akhirnya menjadi dokter sepenuhnya bertepatan dengan hilangnya suara Jisoo.

Sekarang, Jisoo tetap bercerita. Bercerita dengan ketukan jari.

Malam ini, Jisoo menceritakan tentang momennya hari ini. Hari dimana pertama kalinya Jisoo berinteraksi dengan seorang Choi Seungcheol.

Hari dimana pertama kali dapat melihat dengan jelas senyum Seungcheol yang selalu menjadi kehidupan Hong Jisoo.

.

Suara burung yang saling bersahutan di pagi hari begitu mengganggu Seungcheol. Ia masih tertidur di single bad nya dengan buku-buku tebal berlabel kedokteran yang berserakan di sekitarnya.

Erangan kesal terdengar dari mulut Seungcheol. Ia segera bangkit dengan ogah-ogahan sambil melilitkan selimut tebal pemberian neneknya. Ia berjalan lunglai menuju tirai yang tertutup. Botol soju, box ayam, buku, ditendangnya tiap barang yang ada di lantai apartemennya itu.

"Sial! Sudah siang!" Keluhnya ketika tirai telah tersingkap ke sisi kanan. Menunjukkan sinar mentari yang telah meninggi. Seungcheol melirik arloji yang selalu setia bertengger manis di pergelangan tangan kanannya. "Pukul 10, dan burung-burung itu masih bernyanyi seperti orang mabuk!"

Lalu tiba-tiba ketukan pelan tiba di pintu apartemennya. Ia berlari semangat sampai berloncat-loncat melewati barangnya yang berserakan, bak anak monyet. Paket di pagi hari adalah mood maker yang sempurna selain Yoon Jeonghan!

Seungcheol menarik tuas pintunya dengan tak sabaran, masih dengan tubuh yang terlilit selimut tebal hingga menyapu lantai dan menyeret beberapa kaleng soju di bawahnya. "James Patterson ku sudah dat— Joshua?"

Seungcheol terbelalak kaget. Jujur saja, ia masih cukup canggung untuk bertemu saat ini, mengingat pernyataan Jisoo semalam yang seolah terobsesi padanya. Well, ia tak bisa ceroboh dalam bersikap sekarang, takut-takut Jisoo malah menganggapnya memberi harapan pada pemuda kucing itu.

RECORDS -Cheolsoo-Where stories live. Discover now