12

881 139 24
                                    

Musim dingin sudah melewati satu bulan. Atap rumah dan pepohonan dipenuhi salju, bahkan beberapa penghuni rumah sering kali mondar-mandir di pekarangan untuk menyekop timbunan salju di jalan rumah mereka.

Seungcheol dan Jisoo melewati hari-hari mereka dengan damai. Semuanya berkat keputusan Seungcheol di akhir musim gugur, mencoba beradaptasi dengan Hong Jisoo, istrinya, dan itu tidak lah buruk.

Sekarang Seungcheol telah lancar menggunakan bahasa isyarat. Berterima kasih pada Yoojung, adiknya, yang notabene senang menjadi volunteer ke tempat-tempat sosial.

Jisoo masih tetap sibuk dengan lukisan-lukisannya. Ia bercerita dengan semangat tentang tema lukisan yang telah ia dapat dalam sebulan ini. Jangan tanya proyek desain yang harus tertunda, dan deadline yang tidak tercapai adalah nama lain dari bunuh diri. Beruntung Jun, asistennya, dapat diandalkan dengan baik.

Di rumah sakit, Seungcheol agaknya cukup tertekan dengan jabatan barunya sebagai presdir. Entah itu pandangan teman-temannya yang menjadi canggung, atau Dokter Wu yang terkadang datang kesana dengan kursi roda serta alat bantu pernafasan di sisinya.

Kabar yang buruk memang. Seungcheol tak begitu jahat untuk mensyukuri Dokter berkepala lima yang telah menghancurkan masa depannya dengan Jeonghan itu. Setidaknya, sosok Jisoo berhasil membuat Seungcheol tidak menyimpan dendam.

Tapi kabar duka untuk Jisoo mampir 5 hari yang lalu. Dokter Wu harus berpulang dikala penyakit -yang baru diketahui Seungcheol- komplikasi menyerang seluruh tubuhnya. Cukup mengherankan pada awalnya ketika melihat Jisoo tidak menangis, ia hanya menatap datar peti mati berisi kakeknya itu.

Lalu Seungcheol mulai mengerti saat melihat Jisoo yang sulit bernafas di dalam bath up. Jisoo sangat berduka, tapi rupanya ia tidak suka menangis.

Jisoo juga baru mengatakan jika dirinya tidak senang meneteskan air mata beberapa jam yang lalu. Ketika Seungcheol memutuskan menonton film October Baby demi menghabiskan waktu senggang sebelum menjalani operasi sekarang.

Jisoo sibuk membaca sinopsis dan keterangan genre ketika film baru menampilkan nama kru dan pemainnya. Ia segera menolak mentah-mentah, merengek bahkan sebelum sang tokoh utama muncul. Seungcheol mengelus dada, menanyakan film seperti apa yang disenangi Jisoo. Lalu ia harus menahan kandung kemih yang seolah ingin meledak ketika Jisoo menggambarkan kata "thriller" dengab jemarinya.

Seungcheol itu tidak begitu senang dengan film penuh darah. Bukan apa-apa. Dia itu kan dokter, masa tidak saat kerja, tidak saat libur, dia harus terus-terusan melihat darah?

Ketika Seungcheol bertanya apakah Jisoo tidak suka horror, kucing manisnya itu malah menggeleng kuat-kuat. Bukan takut, katanya-

"Kau mau membuatku serangan jantung di usia muda?"

Ingatkan Seungcheol untuk tidak mengajak Jisoo menonton film lagi. Siang itu, Seungcheol terpaksa menghabiskan waktu luangnya dengan ringisan dan pejaman mata. Rugi sekali hingga ia tak mengerti jalan ceritanya karena terlalu mengantuk mengikuti film itu.

Beruntung cuddle dengan Jisoo sedikit melupakan kekesalannya.

Omong-omong- kenapa tubuh Jisoo semakin berisi?

Euhh- Seungcheol tak sengaja mengusap bokongnya tadi.

Sialnya, Jisoo malah terkekeh meledek.

.

"Aku akan pergi selama sebulan ke Milan. Apa kau tak apa ku tinggal sendiri?"

Seungcheol hendak protes, karena demi apapun ia tak suka sendirian di dalam rumah. Jisoo menghentikan pergerakan jarinya di atas laptop, lalu meringsut demi merapat pada tubuh kekar Seungcheol di ujung sofa. "Kau pulang malam saja aku tak suka, kenapa malah satu bulan? Bukankah pameran seni biasanya 3 hari? Satu minggu lah paling lama. Lalu ada apa dengan galeri mu hingga harus Milan?"

RECORDS -Cheolsoo-Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt