14

877 138 39
                                    

Pertama-tama, yang muter media di atas, usahakan pakai earphone ya. Karena ini versi 3d, jadi bakal kedengeran lebih nyata kalo pake earphone. Gomapdaaa~

••••••••••

"Bagaimana jika menemuiku sebelum pameran?"

Itu pesan teks terakhir dari Jisoo, dan hal itu yang membuat Seungcheol saat ini telah berada di pesawat be-rute Düsseldorf - Milan. Bahkan matahari belum sepenuhnya menampakkan dirinya.

Seungcheol menuruti permintaan Jisoo untuk datang ke Milan, tapi ia pun juga tak bisa berhenti mengamati ponsel bermode pesawatnya. Siapa tahu Mingyu akan menghunginya setelah semalam Seungcheol memerintahkan pemuda tan itu untuk melacak Jeonghan.

Bahkan setelah ia menginjakkan kaki di Milan, Seungcheol tak bisa mengalihkan pikirannya dari nama pemuda cantik itu. Terlalu sulit untuk memudarkan namanya barang sesaat. Siapa yang tidak akan kalut jika kekasihmu pergi begitu saja?

Seungcheol mengambil koper dengan cepat, buru-buru menuruni eskalator sebelum memilih rehat di salah satu restoran bandara. Ia menjambak surai nya sekuat mungkin, menggeram pelan ketika mengetahui tak ada satu pun pesan dari Mingyu.

Seungcheol membuka ranselnya, mengeluarkan sebuah laptop dan membukanya. Ia membuka beberapa folder berisi informasi data diri Jeonghan serta rumah sakitnya sendiri. Jarinya bergerak untuk menggigit bibir bawahnya, berpikir keras sembari memperhatikan kembali data-data yang telah dibacanya semalaman suntuk itu. Takut-takut ada yang terlewat karena kecerobohannya.

"Jeonghan-ah— eodiya?" Lirihnya.

.

Sudah pukul 3 sore, tapi Seungcheol tidak kunjung datang. Bahkan Jisoo sudah menghela nafas berat berpuluh-puluh kali. Tangannya menggenggam ponsel, berjaga-jaga jika suaminya itu akan menghubunginya.

Sebuah kacamata juga bertengger apik di telinganya, membantunya meneliti lembaran layout di salah satu software laptop nya. Ia sering menyipitkan mata dan disusul ringisan sebal karena lagi-lagi lupa memeriksa matanya. Akhir-akhir ini terasa semakin berat dan berbayang, salahkan deadline yang menuntutnya untuk bekerja semalaman dan mengurangi jatah tidur hingga tersisa 2 jam saja.

Suara ketukan pintu dapat begitu saja mengubah moodnya. Ia bergegas bangkit dari ranjang, merapikan kaus lengan panjangnya dan berlari kecil untuk membuka pintu kamar hotelnya dengan semangat. Nama Seungcheol terukir di dalam permohonannya sekarang.

Ayolah, Seungcheol!

Tuhan sangat baik rupanya. Benar saja. Ketika Jisoo membuka pintu mahoni itu, ada sosok Choi Seungcheol berdiri dengan ransel hitam yang hanya disampirkan di bahu kanannya.

Secara reflek, Jisoo menggerakkan bibirnya membentuk kata sampai. Dengan senyum cerahnya yang menjadi ciri khas Hong Jisoo.

Seungcheol membalasnya juga dengan senyuman yang terlukis tipis di bibir merahnya. Mengambil langkah besar untuk melewati Jisoo, lalu melempar tas nya ke atas sofa sebelum mengarahkan dirinya sendiri ke dalam kamar mandi.

Suara bedebam agaknya membuat Jisoo sedikit ciut. Seungcheol tampak tengah mempunyai mood yang jauh lebih buruk darinya. Ia pun memilih menutup pintu kamar hotelnya dan mengambil tas sang suami yang ada di atas sofa sebelum meletakkannya pada buffet.

Jisoo menepukkan kedua tangan pada kaus panjangnya. Mengulum bawah bibirnya dan menunggu Seungcheol di ranjang, sembari kembali mengedit layout pamerannya.

.

3 jam sudah, dan Seungcheol belum ada tanda-tanda ia akan keluar dari kamar mandi. Jisoo harus menahan kantuk dengan meminum secangkir kopi pahit.

RECORDS -Cheolsoo-Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ