17

1K 140 71
                                    

Dari pada memakan sarapan di sofa, Jisoo lebih memilih di atas ranjang. Apalagi saat ini bokongnya masih terasa sangat sakit. Ia sempat protes pada Seungcheol saat layanan antar kamar diizinkan masuk ketika Jisoo masih membaca di atas kasur dengan tubuh polosnya yang hanya tertutup selimut.

"Aku tidak terbiasa makan disana. Nanti kotor." keluh Seungcheol. Tapi ia juga tidak tega melihat Jisoo yang selalu meringis di tiap gerakan ringannya. Toh, itu karena dirinya juga.

Ehe.

Jisoo menggeleng kuat-kuat. Dia sudah berada di posisi terbaik. Bersandar pada kepala ranjang, dan kakinya tertutup meja yang di atasnya berisi sarapan. Ia sudah biasa ketika masih tinggal bersama kakeknya dulu. Kris tidak akan pernah membiarkan Jisoo merasa lelah barang menyuruhnya sarapan di lantai satu. Hanya jika Jisoo ingin saja.

"Makan lah di sampingku. Malam ini kita sudah akan berada di Korea, jadi nikmatilah makan di atas ranjang." kata Jisoo. Lalu tangannya menepuk-nepuk sisi ranjang.

Bukan apa-apa. Sejujurnya, Seungcheol juga merasa gugup. Ketika bangun tadi, ia hanya mengecup dahi Jisoo dan langsung menonton televisi. Dadanya berdegup kencang tiap mengingat perbuatannya semalam. Berbeda dengan Jisoo yang pagi ini mengeluarkan senyum menyebalkan disertai gigitan pada bibir merah mudanya.

Heol. Kucing yang satu ini senang sekali menggoda Seungcheol.

"Aku akan mengundang Yoojung."

Raut wajah Jisoo menjadi kelabu. Ia menekuk wajahnya. Kan inginnya mereka sarapan bersama di sela dengan cuddling yang hangat. "Kalau begitu undang Junhui juga."

.
.
.
.
.
.

"Kenapa harus si bangsat itu?!?!"

Seungcheol sewot.

.

Mingyu harus menahan pahit di sore hari ini. Hal yang pertama di sapa Jisoo setelah kepulangannya dari Milan, justru adalah Choa dan anak-anaknya. Seungcheol bilang, Jisoo tak ingin diganggu sekarang. Istrinya masih merajuk sejak kejadian sarapan tadi pagi. Yahh— mana mungkin Seungcheol mengizinkan Jun masuk lagi ke kamar hotel mereka.

Setelah memutuskan orang yang akan bertanggung jawab dengan sisa pameran diminggu ini, Jisoo hanya mengatakan beberapa patah kata pada Seungcheol. Bahkan wajahnya masih saja ditekuk.

Mingyu yang awalnya kecewa, mood nya berubah ketika menemukan sosok Minghao di samping mobil Jisoo. Tengah mencoba menurunkan kopernya yang tidak sedikit. Mingyu berinisiatif untuk menolong pemuda manis itu, tapi sumringah di wajahnya menghilang kala sosok Jun tiba-tiba muncul dari kursi kemudi dan membantu Minghao.

Jun benar-benar perusak momen.

Itu yang dikatakan Mingyu dan Seungcheol.

"Jisoo-hyung!" teriak Minghao. Suaranya sedikit teredam karena jauhnya pekarangan ke rumah Jisoo. Tapi pendengaran Jisoo bisa dibilang lebih baik dari orang-orang disekitarnya. Ia berlari kecil ke antara Seungcheol dan Mingyu, dengan menggendong salah satu anak Choa.

"Aku akan diantar gege, terima kasih atas tumpangannya!" teriak Minghao lagi. Kali ini tangannya yang panjang terangkat tinggi ke atas untuk melambai. Ia tidak sadar betapa murungnya Mingyu di belakang sana.

Jisoo mengangguk. Senyumnya merekah sambil membalas lambaian pemuda yang sudah dianggapnya sebagai adik itu.

"Yoojung tidak kemari?" tanya Mingyu ketika sosok Minghao telah menghilang di balik mobil sedan milik Jun. Jisoo menggeleng. Menurunkan anak kucingnya dan kembali melihat ke arah Mingyu. Gerak-geriknya seolah mengabaikan Seungcheol yang berdiri mencoba ikut berinteraksi di belakangnya.

RECORDS -Cheolsoo-Where stories live. Discover now