13

845 137 25
                                    

Milan, 10:20

Suasana riuh menemani Jisoo yang tengah mengarahkan para staff nya untuk mengatur display. Di luar turun salju, dan Minghao juga sibuk mengeluh di sampingnya.

"Tinggal berapa lagi yang belum datang, hyung?

Jisoo melirik catatan di papan kertas, lalu membentuk angka 8 dengan jarinya. Minghao menghela nafas panjang. Udara di Milan sangat dingin, dan pilihan menggelung diri di atas ranjang hotel sangat menggodanya. "Aku ingin tidur." Rengeknya.

Jisoo tersenyum lembut, menepuk-nepuk kepala Minghao yang lebih tinggi darinya. Tangannya bergerak, membentuk kalimat. "Aku ingin menghubungi Coups-ku, bertahanlah hingga produk terakhir datang."

.

Germany, 12:32 pm

Backpacker tidak buruk karena jumlah uang sebagai penerus rumah sakit Yi Fan tidak akan membuatnya menjadi gembel di negeri orang dengan mudah.

Seungcheol baru saja tiba di bandara 15 menit yang lalu, ia tengah berusaha memberhentikan taksi saat ini. Sialnya, Jeonghan masih sama sekali tak dapat di hubungi. Jadi sekarang, hanya dengan berbekal kertas kecil pemberian Jeonghan sebelum pergi sebulan yang lalu, ia mencoba menemukan alamat yang tertera di dalamnya.

Supir taksi itu rupanya dapat berbahasa inggris fasih dengan aksen lokalnya yang kental. "Saya tahu alamatnya, tuan. Apartemen, tidak terlalu jauh dari sini."

Seungcheol mengangguk mengerti. Ia duduk di belakang taksi dengan perasaan campur aduk. Sedikit lagi ia akan bertemu dengan Jeonghan, pemuda yang sangat dicintainya selama beberapa tahun belakangan. Jika saja Jisoo selalu tahu isi hatinya, ia yakin pemuda itu akan sangat terluka.

Seungcheol memutus lamunannya ketika suara ketukan di atas jendela taksi menginterupsinya. Hujan salju, dan seketika kaca di taksi itu memburam. Mengurangi jarak pandang mereka.

"And here it is! Konrad Apartement, 20 euro." Katanya lagi.

Seungcheol sedikit memicingkan matanya, berusaha melihat bangunan tinggi di sampingnya. Ada tulisan KONRAD bercetak besar di atas pintu lobby apartement. Ia pun buru-buru memberikan ongkos taksinya dan berlari keluar. Tak peduli teriakan sopir taksi yang hendak memberikan kembalian.

Hujan sangat deras, ia tak cukup mendengar kalimat seorang bellboy di sampingnya. "Pardon?"

Sepertinya bellboy itu tidak begitu memahami bahasa inggris. Ia hanya menunjuk koper yang ada di tangan Seungcheol. Ahh— sekarang ia mengerti maksudnya. Tidak bermaksud jahat, Seungcheol menolak dengan halus tawaran bantuan itu, namun ia tetap memberikan sedikit tips untuk pemuda yang masih terlihat jauh lebih muda darinya itu. Seperti dugaan, bellboy itu tersenyum riang dan terus mengucapkan terima kasih dalam bahasa inggris sebelum pergi mencari tamu lain.

Seungcheol terkekeh. Ia berjalan ke arah lift, tak peduli dengan resepsionis karena nomor apartemen Jeonghan juga sudah tertera di dalamnya. Lantai 18 kamar 1834. Seungcheol menggeram kesal, ia tak begitu saja bangunan yang terlalu tinggi.

Ketika nomor yang tertera di layar kecil di dalam lift menunjukkan angka 18, pintu lift pjn terbuka. Seungcheol menyeret langkahnya perlahan. Maniknya meneliti satu persatu pintu-pintu hitam yang terlihat mahal itu. "1820... 1826... 1831 ... Ah! Ini dia." Pekiknya.

RECORDS -Cheolsoo-Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum