19

1K 146 34
                                    

Benar saja. Pagi-pagi sekali Samuel sudah ribut di lantai satu mempersiapkan segala keperluan untuk mengurus berkas di sekolah barunya. Ada Jisoo yang juga sigap memilah-milah dokumen sebelum disatukan dalam satu map.

Tidak. Samuel bukan ikut membantu sang ibundanya memilih berkas atau berkomentar ini itu, dia sibuk memilih sepatu yang baru dibelikan Jisoo sejak tibanya ia di rumah ini. Jisoo terlalu banyak membelikan Samuel sepatu hingga remaja 15 tahun itu terus-terusan berkomentar panjang.

"Bajuku merah, jadi sepatu ini- pass." gumamnya. Lalu tangannya bergerak mengacak rambut cokelatnya sebelum beralih menatap Jisoo. "Eomma." panggilnya.

Jisoo melirik sang anak yang terduduk di lantai dengan sepatu-sepatu yang berserakan di sekelilingnya. Alis pemuda kucing itu terangkat, menginstruksikan Samuel untuk melanjutkan perkataannya.

"Aku pakai sandal saja ya." rengek Samuel.

Jisoo menggeleng sebal.

"Andwae. Sekolah mu itu mahal, jadi pakai segala sesuatu yang sesuai."

Nah, ini adalah salah satu sifat sang ibu yang sebenarnya tidak disukai Samuel. Ia belum terbiasa menikmati segala pemberian mewah Jisoo. Yang biasanya dia hanya akan memakai sepatu kets usang ke acara-acara panti, sekarang harus merelakan sepatu berharga jutaan won menginjak tanah? Tidak. Samuel tidak sanggup.

"Turuti saja ibumu, mobilku hampir di hancurkan waktu itu."

Samuel merengutkan dahi mendengar kata-kata ayahnya yang tiba-tiba muncul di belakangnya dan ikut duduk di sampingnya. Di antara sepatu-sepatu Samuel yang berserakan sambil berusaha memasang kaus kaki hitamnya.

"Mobil? Mobil apa?" bisik Samuel. Ia hanya tidak tahu jika sebenarnya Jisoo mendengarkan dari balik kegiatan mempersiapkan dokumen-dokumen Samuel.

"Akan ku ceritakan sepulang nanti. Sekarang appa harus buru-buru, oke?" jelas Seungcheol sembari menepuk-nepuk kepala Samuel. Remaja itu hanya mengangguk mengerti, lalu memperhatikan sang ayah yang terlihat tergesa-gesa menghampiri Chan di pekarangan.

"Mobil sudah dipanaskan, tuan."

Samuel memutar lehernya untuk menemukan Mingyu yang menunduk sekilas pada Jisoo, ibunya. "Eomma, kita berangkat sekarang? Sekolah baru saja buka." Rengeknya. Tapi Jisoo terlihat diam saja, seolah mengabaikan Samuel yang semakin mengerucutkan bibirnya lucu.

"Eomma~" kali ini Samuel bangkit, lalu menghampiri Jisoo yang tengah memasukkan dokumen-dokumen Samuel ke dalam tas ranselnya. "Tidak ingin bicara padaku?" Tanya Samuel lagi. Wajahnya sengaja dibuat-buat seakan ia hendak menangis, meskipun Jisoo tetap tak bergeming. Sibuk mengecek barang-barangnya di dalam tas.

"Muel sayang eomma." Samuel mengeluarkan aegyo nya. Ia tidak tahu saja jika Jisoo benci aegyo.

Namun pergerakan Jisoo berhenti, berganti menatap anaknya yang tengah mengedipkan kedua matanya berkali-kali.

"Katakan saja pada appa-mu."

Ahh— Samuel mengerti. Ibunya merajuk.

.

Tidak sampai 2 jam mereka di Hanlim, Samuel sudah berkenalan dengan banyak siswa. Hanya dengan bermodalkan senyum dan mulutnya yang banyak bicara. Setiap anak yang mampir ke ruang guru, saat itu pula Samuel yang tengah mengurus kepindahannya langsung menyapa mereka dengan antusias.

Jisoo meringis, ia hampir saja kembali yakin jika Samuel adalah anak kandung Seungcheol. Sama-sama tak kenal malu.

"Eomma, biarkan aku bermain di luar. Hanya sebentar~"

RECORDS -Cheolsoo-Where stories live. Discover now