4

1K 138 21
                                    

Seungcheol melirik Jisoo yang masih dengan santainya melahap daging karinya. Tak peduli tatapan memelas Seungcheol yang meminta bantuan untuk menjelaskan situasi mereka pada Jeonghan.

"Euhh begini Han-ie, kami— euhh kau tahu? Dia me— mewakili kakeknya. Iya, dia mewakili Dokter Wu."

Seketika Jisoo menghentikan acara makannya. Mendelik pada Seungcheol yang sekarang  juga tengah menatap tajam padanya. Oke, Seungcheol kesal karena Jisoo tak mempedulikan situasi di sekitarnya.

Jeonghan menyerngit, ia sangat yakin jika bukan itu yang ingin dikatakan Seungcheol. Pandangannya kembali terarah pada Jisoo yang sekarang mengelap bibirnya dengan selembar tisu. Dia terlihat amat santai, benar-benar tidak peduli. "Begitu kah?"

Cepat-cepat Seungcheol mengangguk. "Oh— omong-omong, kenapa kau kemari? Dengan sekotak cokelat almond, pasti bukan sekedar kunjungan biasa." Alih Seungcheol. Tidak ingin kekasihnya itu bertanya macam-macam lagi dan semakin curiga padanya.

Memang berhasil. Rengutan di dahi putih Jeonghan langsung menghilang. Sekejap, pemuda cantik itu sudah tersenyum sumringah. "Kau tidak akan percaya." Ujarnya pelan. "Aku di promosikan ke rumah sakit besar di Jerman!"

Apa? Seungcheol menegang.

"Cheol, bisa kau percaya itu?!" Pekik Jeonghan. Ia berputar-putar di dalam apartemen Seungcheol, seolah menjadi penari kelas dunia. Tidak menyadari tatapan tak percaya dari kekasihnya.

"Promosi— ke Jerman?" Ulang Seungcheol. Ia ikut bahagia melihat ekspresi Jeonghan yang benar-benar hangat. Namun sisi lainnya, tidak! Seungcheol tidak setuju! Promosi ke Jerman, berarti Jeonghan akan menetap disana!

Di meja makan, Jisoo tak kalah terkejutnya dari Seungcheol. Ia pun bergegas menulis sesuatu di kertas catatannya sebelum mengambil mantel yang tersampir di atas sofa dan berjalan menghampiri Seungcheol. Tidak mengindahkan Jeonghan yang sudah berhenti menikmati selebrasinya  dan memperhatikan interaksi Seungcheol dan Jisoo.

Seungcheol menerima kertas pemberian Jisoo, dan membacanya. Seketika kepalanya terangkat kembali dan memandang Jisoo dengan terkejut. "Kau serius?"

Jisoo kembali menggunakan kebiasaannya. Senyum lembut yang justru membuat Seungcheol merasa semakin bersalah. "Aku akan mengantarmu." Seungcheol baru saja hendak mengambil mantel jika tangan Jisoo tak segera mencekalnya. Pemuda manis itu menggeleng seraya melirik Jeonghan sekilas.

Seungcheol mengerti. Ia mengangguk pelan seiring lepasnya cengkraman Jisoo dari tangannya. "Maafkan aku."

Jisoo mencoba tak mendengar cicitan Sungcheol yang sebenarnya justru menggema hingga ke pendengaran Jeonghan. Pemuda itu memilih berjalan keluar apartemen tanpa melunturkan seinci pun ukiran senyum di wajah manisnya

Seungcheol menunduk, kembali membaca isi catatan Jisoo yang baru saja di berikan padanya.

"Aku akan pulang. Nikmati waktumu dengan Jeonghan-ssi, Jerman itu tidak dekat."

.

Musim gugur itu yang terbaik. Dimana ke segala arah memandang hanya ada warna cokelat yang menenangkan. Jisoo sengaja memilih berjalan kaki, demi mendengar suara ribut di bawah kakinya setiap helai daun kering terinjak.

Omong-omong, alasannya keluar dari apartemen Seungcheol bukan karena Jeonghan. Ia tidak peduli bagaimana si cantik itu pergi atau tak kembali lagi ke Korea. Selama Jeonghan masih bersama Seungcheol, itu percuma saja.

Sesuai kata-kata di dalam catatan yang Jisoo berikan pada Seungcheol, Jerman memang jauh dari Korea. Tapi Jisoo sudah kesana lebih banyak dari pada jumlah umurnya. Selain panggilan kontrak desain dan pameran lukis seperti di Roma, Milan, atau Prancis, Jerman juga adalah satu dari sekian destinasi wisata liburannya.

RECORDS -Cheolsoo-Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ