6

1K 145 57
                                    

"Hana, dul— yya! Itu curang namanya!"

Jisoo tertawa lebar. Ia melambatkan larinya dan berbalik, melihat Seungcheol yang baru saja memulai start. "Lagi pula, kenapa harus lari sih? Jarak mobil ke rumah utama tidak begitu jauh." Sungutnya.

Mereka baru saja menyelesaikan pemilihan pakaian pernikahan mereka nanti. Melupakan bagaimana semalam Jisoo yang sempat pingsan di mobilnya setelah rencana pernikahan mereka yang di adakan esok hari, rupanya pemuda manis itu kembali dengan sikap jahil dengan senyum lebarnya ketika Seungcheol menjemputnya tadi siang.

Jisoo menggerakkan tangannya dengan perlahan. Omong-omong, Seungcheol mulai mengerti sedikit-sedikit bahasa isyaratnya sekarang. "Ada deadline malam ini, kertas-kertas itu menungguku sampai sekarang."

Seungcheol menggeleng. Ia tahu pasti Jisoo sudah menyelesaikan rancangan perhiasan nya ketika tadi pagi ia melihat folder laptop Jisoo berjudul Portofolio FIX yang diletakkannya di desktop. Bukankah itu artinya Jisoo senggang? "Jangan mencoba membodohiku, Soo-ie." katanya, Jisoo justru terlihat diam dan terpaku di tempat. Matanya yang menerawang menunjukkan pemuda manis itu tengah menimbang-nimbang. Lalu kemudian ia kembali melihat ke arah Seungcheol sambil mengulum bibir bawahnya.

"Aku hanya ingin bersenang-senang denganmu."

Sontak Seungcheol tertegun. Ia berhenti berlari, memaku kakinya di tempat. Memperhatikan bagaimana calon istrinya itu yang tetap tersenyum lebar tanpa berniat melunturkannya. Senyum untuk Sungcheol seorang.

Ia mengerti bahasa isyarat yang digunakan Jisoo. Sangat mengerti. Namun pemilihan kata-kata Jisoo lah yang membuat dadanya berdenyut sakit, seolah-olah mereka berdua tak pernah bersenang-senang sebelumnya. Seungcheol takut—

— takut jika itu adalah pesan tentang pernikahannya nanti yang tak akan bahagia.

Perlahan Seungcheol mendekat pada Jisoo. Membuat jarak setipis mungkin di antara tubuh berbeda tinggi itu. Jisoo menengadah kala Seungcheol yang semakin rapat padanya, dan matanya terbelalak begitu saja.

Seungcheol mencium keningnya. Dengan lembut.

Nafasnya tak beraturan. Ada jutaan kupu-kupu yang bergejolak dan terbang ke udara, dan dadanya berdetak berkali-kali lebih cepat. Jisoo hanya bisa memfokuskan pandangannya pada leher Seungcheol, tak berani menatap obsidian yang tengah terpejam itu. "Soo—"

Lalu manik Seungcheol terbuka dengan dramatis. Hidungnya menghirup kuat-kuat wangi khas Jisoo yang menyegarkan.

"— kita akan terus bersenang-senang mulai dari sekarang."

.

Suara angin yang berhembus kencang menyapa pendengaran Jeonghan. Rambut panjangnya yang telah di potong itu berkibar bak rumput laut yang indah.

Matanya terasa mulai kabur, dan tangannya bergetar, ketika sebuah kertas pop up mengeluarkan nama Hong Jisoo dan Choi Seungcheol. Ya. Choi Seungcheol yang itu. Kekasihnya.

Ia baru saja sampai di depan rumah kecilnya ketika sebuah surat yang terikat tali rami tersemat di dalam kotak pos. Pemuda cantik itu menurunkan belanjaannya di depan pintu untuk mengambil surat itu dan membukanya.

Air mata lolos mengaliri pipi putihnya yang semakin tirus. Nafasnya tersengal menahan tangis. "Ahh— mereka benar-benar akan menikah." lirihnya yang tersendat-sendat. Di lipatnya kembali surat undangan itu dan dimasukkannya ke dalam tas ransel yang di bawanya. Ia buru-buru mengusak wajahnya yang telah memerah seraya mengambil belanjaan di bawah kakinya dan segera masuk ke dalam rumah.

RECORDS -Cheolsoo-Where stories live. Discover now