8. Abangku oh Abangku

14.4K 1.5K 128
                                    

Tekan ⭐ sebelum membaca
Tekan 💬 setelah membaca

----------------------------------------------
Shimmie shimmie Ko Ko bop
I think I like it
ginjangeun down down
bukkeureo malgo

Alunan nada dering my ponsel yang dinyanyikan oleh para suamiku membuatku mau tak mau harus memanjangkan tanganku agar dapat meraih benda sejuta umat itu. Mataku sama sekali tak beralih dari layar televisi yang tengah menampilkan seorang anak kecil yang tidak mau dipanggil sebagai anak kecil. Aneh bukan? Tapi yang lebih anehnya lagi yaitu kenapa aku mau-mau aja nonton kartun kayak gini?

Setelah mengerahkan seluruh tenagaku, akhirnya aku dapat meraih my ponsel yang berada di atas meja sedangkan diriku tengah tidur-tiduran di atas karpet.

Mataku sempat membulat kaget saat mendapati siapa yang menelponku. Namun segera aku normalkan kembali ekspresiku sembari menekan tombol merah.

Dari deretan nomor kontak diponselku, aku paling tidak suka jika nomor ini menelepon ataupun menghubungiku walaupun hanya sekedar sms.

Nomor ini adalah nomor keramat,
tidak boleh diangkat,
jikalau aku ingin selamat.

Belum genap 5 detik setelah aku mematikan panggilan, alunan musik Kokobop kembali terdengar di ponselku. Dan kontak yang sama kembali menghubungiku.

Abang o²n is calling...

Dengan keterpaksaan tingkat tinggi, aku menggeser tombol hijau lalu segera mendekatkan ponselku ke samping telinga.

"Hallo, ada yang bisa saya bantu?"

"Nggak usah sok formal! Lagipula tahu darimana lo kalau gue mau minta bantuan?"

Aku memutar bola mataku kesal. "Yaelah bang, dari jaman homo sapiens masih bajak sawah pun lo mesti nelpon gue kalau ada maunya!"

"Hah? Emang homo sapiens bisa bajak sawah?"

"Eh, bang! Sebenarnya IQ lo berapa sih?"

"152"

Beneran? Kok gue nggak percaya ya?

"Ck, cepet ambilin laporan gue diatas meja belajar! Ntar gue bisa dimarahin sama---"

"Rion! Siapa suruh kamu asyik telponan waktu pelajaran saya?!"

Mampus! Syukurin!

Detik itu juga sambungan telepon telah terputus. Aku sibuk ngedumel dihati kenapa bang Rion nekat banget nelpon aku pas lagi pelajaran, padahal dia kan bisa pura-pura izin ke toilet dulu. Hm, memang dari dulu pemikiran abangku itu tidak pernah bisa maju. Kezel!

Setelah mematikan TV, aku beranjak dengan malas pergi menuju kamar bang Rion yang letaknya tepat disamping kamarku. Letak yang sangat tidak strategis mengingat kadang setiap malam tidurku harus terusik karena suara-suara laknat yang sangat menjijikan. Iuwh 😒

Mataku beredar mencari laporan yang dimaksud bang Rion setelah membuka pintu kamar yang tidak pernah dikunci. Abangku gitu loh, nggak takut nanti ada maling! Tapi kalau ada bakalan sembunyi dilemari kayak anak kecil mau dimarahin sama emaknya 😑
Bukannya mau ngejelekin abangku itu, tapi emang udah pernah kejadian.

Tanganku sibuk membuka laci-laci meja belajar bang Rion, tapi naas nggak ada benda dari kertas yang sering disebut laporan itu. Mataku kembali memastikan di atas meja belajar bang Rion, tapi sayangnya laporan itu benar-benar nggak ada. Hanya ada lampu belajar, tumpukan buku, lima bolpoin yang diletakkan didalam wadah prakarya hasil colongan dari kamarku. Dan tak lupa selembar kertas yang diatasnya terdapat berbagai macam coretan-coretan nggak jelas.

Possessive Boyfriend ✔Where stories live. Discover now