15. Riana Baper?

6.6K 949 65
                                    

Hari paling memalukan bagi seorang Riana adalah kemarin. Aku bahkan tidak mampu jika harus menampakkan wajah di depan Axel. Sumpah, aku nggak bakalan nyangka kejadian kemarin akan terjadi!

Selain itu, hari ini juga merupakan hari senin. Hari paling menyebalkan karena ada tradisi turun temurun yang bernama upacara bendera. Selain karena cuacanya panas, guru-guru jadi lebih mudah mengetahui siswa-siswinya yang tidak memakai atribut lengkap. Dan apesnya dasiku ketinggalan!

"Waduh, gimana nasib gue dong Ris!" Aku mengguncangkan lengan Riska berulang kali dengan kaki menghentak kesal.

Walaupun dari kelas Ips, aku tetap takut jika memakai atribut tidak lengkap. Nggak seperti Erick yang terlihat santai walaupun tidak memakai dasi dan topi, bahkan Arlen yang rambutnya belah sebelah.

Mereka laki-laki, Rin!

"Elo juga sih pake ketinggalan segala!" Riska mendengus dan memutar bola mata. "Mending lo bolos aja gih!"

"Ish telat! Gue kan udah di lapangan!" Pipiku menggembung kesal.

Sekarang aku memang sudah baris di lapangan, tepatnya di deretan paling belakang bagi anak perempuan. Sedangkan anak laki-laki berada di belakang dan membuat kegaduhan sedari tadi.

"Santai, Rin! Gue juga nggak pakai dasi!" ujar Erick yang tepat berada di belakangku.

Aku mendengus, "Nggak! Entar gue dihukum, dan di kamus seorang Riana itu nggak ada kata-kata dihukum!"

"Sok banget lo, Rin!" Revin, cowok yang memakai seragam sekolah lain itu menyahut. 

"Biarin!"

Aku memalingkan wajah ke depan sembari melipat kedua tangan di dada dan menahan perasaan dongkol. Setelah ini aku pasti bakalan diceramahi tujuh hari tujuh malam sama Pak Sabar. Hadeh!

Mataku sedikit melirik ke samping ketika merasakan sesuatu tersampir di bahuku. Mataku membulat sekaligus berbinar ketika mendapati sebuah dasi yang bertengger di bahuku.

Aku mengambilnya cepat dan langsung berbalik. Binar yang semula tampak di wajahku kini mulai meredup ketika mendapati sosok Dino yang berdiri menghalangi sinar matahari.

"Itu pakai dasi gue!" Dino tersenyum miring namun pandangannya terkadang melirik dengan tak senonoh ke dadaku.

"Ck!" Aku berdecak kesal dan langsung melemparkan dasinya tepat ke wajah Dino. "Mamam tuh dasi!"

Setelah itu aku langsung mendorong Dino untuk menjauh dan sedikit berterima kasih karena Erick membantu menarik Dino ke belakang. Otak mesum Dino benar-benar membuatku kesal, kenapa juga tuh cowok harus suka sama aku!

"Bego lo, Rin! Kenapa malah lo tolak?" Riska mencubit pinggangku hingga membuatku spontan berjengkit kaget.

Aku mendengus sembari mengusap bekas cubitan Riska. "Elo kali yang bego! Udah tahu si Dino itu otak selakangan, pasti ujung-ujungnya dia minta yang aneh-aneh!"

"Emang udah pernah?" Riska menarikturunkan alisnya seraya tersenyum jahil.

"Ish! Gue kan cuma nebak!" Pipiku menggembung kesal.

Aku memutuskan untuk fokus memandang ke depan karena merasa kesal dengan Riska. Upacara sepertinya bakalan di mulai beberapa menit lagi, terbukti dengan kepala yang mulai menampakkan batang hidungnya.

Bosan, mataku mengedar ke sekeliling dan terhenti ketika melihat Axel yang sedang menatapku dari seberang sana. Atributnya lengkap dengan postur tubuh tingginya yang membuat dia tampak dominan dari teman-temannya.

Aku langsung memalingkan wajah ketika mengingat kembali kejadian kemarin. Malu banget anjay! Kupastikan pipiku sedang memerah sekarang!

"Njir, ngapain juga tuh orang ngeliatin gue terus!" Gumamku pelan sambil bergeser untuk bersembunyi dari tatapan Axel.

"Kan pacar sendiri, masa' nggak boleh diliatin sih?" Riska mencolek pipiku sembari mengerling nakal.

Aku hanya menatapnya sengit dan menoleh ketika merasakan sesuatu tersampir di bahuku. Sebuah dasi. Lagi.

Mendengus, aku menarik kasar dasi itu dan berbalik untuk bersiap memberikan umpatan. "Anjir! Udah gue bilang gu--"

Ucapanku terhenti ketika aku tidak mendapati wajah memuakkan Dino, melainkan sosok Mas Zeril yang mengerutkan keningnya bingung.

Aku membeku di tempat dengan jantung yang berdetak kencang. Bagaimana tidak? Jarak antara aku dengan Mas Zeril sangatlah dekat. Aku yakin jika melangkah satu langkah lagi maka aku akan menabrak tubuh Mas Zeril.

"Kenapa, Rin?"

Mataku mengerjap pelan lalu sedikit mundur untuk memberi jarak. Sungguh aku masih sayang dengan jantungku!
"Eng-enggak, mas."

Mas Zeril tersenyum namun entah mengapa hatiku tidak meleleh seperti biasanya. Aku melihat Mas Zeril dengan biasa-biasa saja, padahal biasanya kalau lihat Mas Zeril senyum aku pasti langsung melting di tempat. Kenapa ini bisa terjadi?

"Itu dasi buat kamu!"

Mataku spontan melirik dasi yang aku genggam erat. Ini dasi Mas Zeril? Kalau aku pakai dasi ini, terus Mas Zeril pakai apa?
"Ta-tapi--"

"Udah pakai aja, bentar lagi upacaranya dimulai!" Mas Zeril tersenyum sebelum akhirnya bergegas pergi setelah mengacak rambutku sekilas.

Aku tersenyum tipis untuk merespon. Entah mengapa terbersit rasa kecewa di dalam hatiku karena bukan Axel yang memberiku dasi.

Tapi untuk apa aku harus kecewa? Bukankah aku seharusnya bahagia karena Mas Zeril terkesan perhatian kepadaku? Kenapa juga aku harus memikirkan Axel? Ck..

Dengan lesu, aku memakai dasi Mas Zeril. Desain dasi untuk laki-laki dan perempuan yang relatif sama membuatku tak perlu risau jikalau ketahuan ini bukanlah dasi punyaku.

"Ah, ciee.. Dapet pinjeman dasi dari gebetan!" Riska tersenyum jahil.

Aku mendengus, "Diem lo!"

Riska sepertinya melihat perubahan raut wajahku. Dia mengerutkan kening, "Kenapa? Lo kok kayaknya nggak seneng gitu? Oh atau jangan-jangan lo ngarepnya Kak Axel yang pinjemin dasi? Iyakan?"

Aku hanya diam tak menjawab karena tebakan Riska memang benar adanya. Wajah menyebalkan Riska yang menarik-turunkan kedua alisnya membuatku ingin sekali mencakarnya jikalau aku tidak mengingat bahwa dia adalah sahabatku.

"PJ kali, Rin! Lo udah jadian kan sama kakak kelas!" Erick menarik pelan rambutku dari belakang.

"Ish, apaan sih pake tarik-tarik segala!" Aku langsung menoleh ke belakang dan menatap tajam si Erick.

"Santay, mbak! Kita cuman minta PJ, nggak usah berubah jadi macan dong!" Revin menyahut.

"Diem lu, kutu kupret!" Aku mendengus dongkol. Sedikit meratapi nasibku yang harus mendapat giliran posisi belakang dan harus berdekatan dengan Erick dan Revin.

"Dih, siap--"

"ERICK, REVIN! KE BARISAN SANA SEKARANG!"

Perkataan Revin terpotong ketika Pak Sabar berteriak menyuruh mereka untuk pergi ke barisan khusus siswa yang tidak tertib. Tanpa berkata lebih lanjut, Erick dan Revin segera menuju ke barisan yang berada di paling depan dekat pembina upacara.

Dan barisan laki-laki di belakangku pun mulai berkurang karena dari 20 orang, 14 diantaranya melanggar tata tertib semua.

"OMG! Liat ke depan, Rin! Liat!" Riska tiba-tiba menarik wajahku untuk melihat ke depan, lebih tepatnya ke barisan anak yang tidak tertib.

Mataku mengerjap beberapa kali ketika mendapati sosok Axel ikut berbaris disana. Kami saling bertatapan dengan aku yang memandangnya bingung.

Axel tidak memakai dasi. Padahal aku masih ingat betul kalau tadi dia memakai atribut lengkap.

Dan ketika aku melirik ke arah Mas Zeril, laki-laki itu memakai atribut lengkap dengan dasi yang melingkar manis di lehernya.

Otakku mulai berputar,

Jadi Axel yang meminjamkan dasinya untukku?

----------------------------------------
Tbc.

Possessive Boyfriend ✔Where stories live. Discover now