17. Kenyataan Pahit

7.3K 952 145
                                    

Sehari setelah aku bertengkar dengan Axel, komunikasi di antara kami mulai berhenti. Axel tidak lagi mencampuri hidupku-menganggap kalau sudah tak ada hubungan diantara kami. Dia berhenti menjemputku, dia berhenti menghubungiku, dan dia tidak lagi berbicara denganku-bahkan melirik saja tidak. Axel seperti orang asing yang tak pernah kenal denganku sebelumnya.

Dan bodohnya aku hanya bisa diam menanggapi hal itu. Aku sendiri merasa bingung akan perasaanku terhadap Axel. Seharusnya aku senang karena bisa terbebas dari Axel, tapi mengapa hatiku malah merasa sedih?

"Argh, nyebelin!" Aku menggeram kesal di sepanjang koridor. Semenjak kejadian kemarin, banyak yang memandangku sinis khususnya para penggemar Axel dan Mas Zeril. Mereka benci kepadaku karena membuat duo most wanted itu bertengkar.

Tapi aku cuek saja. Toh itu mata mereka, suka-suka mereka dong mau lihat aku kayak gimana. Tapi kalau udah terlalu over, ya gampanglah tinggal colok doang!

"Anjir pake ramai segala!" Aku menggerutu ketika mendapati suasana kantin yang lebih ramai daripada biasanya. Dan seperti sebelumnya, banyak yang secara terang-terangan menatapku tidak suka.

"Bakso sama es jeruk, Bang Mel!"

Aku berteriak setelah duduk di kursi paling pojok kantin. Terlalu malas berada di tengah-tengah karena aku tidak ingin lebih menyita perhatian. Ponselku berdering, dan aku segera mengambilnya dari saku rok. Masih ingat bukan kalau menaruh ponsel di saku baju bisa memicu kanker?

From : Abang o²n

Rin, gue nemu uang seratus ribu di jalan! :D

Aku memejamkan mata sembari meremas ponselku seolah ingin meremukkannya. Aku harus selalu mengingat kalau Bang Rion adalah saudara kandungku.

"Gue boleh duduk disini?"

Aku mendongak dan menatap seorang cowok yang tidak pernah aku sukai selama ini. Namun aku rasa dia bisa mengalihkan kekesalanku untuk sementara waktu. "Boleh, duduk aja."

Dino tersenyum miring sebelum akhirnya duduk dan meletakkan ponselnya dan sebungkus rokok di atas meja. Hari ini cowok itu terlihat berbeda dengan topi merah yang dia pakai, juga anting hitam di telinga kirinya.

"Nggak pesen?" tanya Dino dengan menatapku lembut. Membuatku sempat terpana, namun hanya sesaat. Aku harus mengingat kalau mata Dino itu menipu. Matanya memang memancarkan good boy, namun hatinya bad boy.

"Udah. Lo sendiri?" tanyaku balik untuk sekedar basa-basi. Banyak cewek yang memandangku sambil berbisik-bisik. Mereka pasti berpikir kalau aku sedang berselingkuh dengan Dino. Masyarakat Indonesia mah gitu, suka nyimpulin apa yang dilihat tanpa dicari tahu kebenarannya dulu.

"Nggak laper."

Dahiku mengernyit, kalau nggak lapar kenapa ini cowok malah pergi ke kantin? Aneh! Tapi aku mencoba untuk tak peduli. Malas untuk kepoin hidup orang!

Anjir, itukan Axel! Kok dia sama Fania?

Si Riana juga sama Dino, jangan-jangan mereka udah putus?

Syukur deh kalo gitu! Fania lebih cocok sama Axel ketimbang Riana yang sok itu!

Axel itukan jodoh gue! Kenapa diembat coba?

Suara heboh yang terdengar itu membuatku mengernyit, apalagi melihat Dino yang memberi isyarat untuk melihat ke arah pintu masuk. Dan tanpa disuruh lagi, aku segera menoleh ke arah yang dimaksud.

Disana, terlihat Axel yang tengah berjalan memasuki kantin dengan wajah datarnya. Di sampingnya terdapat Fania, ketua cheerleaders yang sedang menggelayut manja di lengan Axel. Dan dia tidak menolaknya!

Pandanganku sama sekali tak beralih dari Axel yang sama sekali tak menatapku. Bahkan ia berjalan melewati mejaku tanpa menoleh bahkan melirik sedikitpun.

Sakit.
Entah mengapa hatiku merasa sakit diabaikan seperti ini. Terlebih ketika Axel menarik kursi agar Fania bisa duduk layaknya seorang princess. Dia bahkan tersenyum dan mengacak gemas rambut Fania.

"Lo putus sama Axel, Rin?" tanya Dino dan hendak memegang tanganku yang berada di atas meja. Dan reflek tanganku menghindar.

"Nggak" tahu.

Jujur aku bingung akan hubunganku dengan Axel yang semakin rumit ini. Apa setelah perkataan Axel kemarin, hubungan kami sudah berakhir? Tapi dia nggak pernah bilang putus sama aku.

Dan entah mengapa aku berharap kalau hubungan kami belum berakhir.

Dino terdengar menghela napas dan tersenyum kecil. "Gue rasa lo harus ikutin kata hati elo. Jangan sampai lo nanti nyesel karena nurutin ego lo doang!'

Dino beranjak dari duduknya lalu kemudian pergi setelah menepuk bahuku sekilas dan berkata, "Dia bener-bener cinta sama lo, jangan disia-siakan!"

-------------------------------------

Teng! Teng! Teng!

Bel pulang baru berbunyi. Namun aku sudah berada di halte sedari tadi. Jam pelajaran yang kosong membuat para penghuni kelasku pulang lebih awal. Bahkan ada juga yang membolos langsung setelah diberi tugas oleh Bu Rani. Dan jangan harap kalau ada yang ngerjain tugas, nggak bakalan ada!

Hari ini aku mau pulang naik taksi karena Bang Rion masih kuliah dan juga di keluargaku nggak ada sopir pribadi. Terbersit harapan dihatiku kalau Axel akan mengantarku pulang, tapi aku tahu itu takkan terjadi. Namun apa salahnya aku berharap?

Tapi harapanku itu langsung sirna setelah melihat mobil Axel yang melaju cepat tepat di hadapanku dengan Axel yang menatap lurus ke depan dan Fania di sampingnya.

Aku hanya tersenyum kecut dan menghapus air mata yang mengalir dipipiku. Jadi seperti ini rasanya nggak dianggap?

Belum sempat aku menenangkan hatiku, mataku harus kembali melihat pemandangan menyedihkan yang seolah mengoyak hatiku untuk yang kedua kali. Kali ini aku sudah tak dapat lagi membendung air mataku yang mengalir deras.

Mataku menatap nanar ke arah Mas Zeril yang tengah mengendarai motornya dengan seorang cewek berbeda seragam sekolah yang tampak memeluk mesra Mas Zeril dari belakang.

Dan aku hanya bisa tersenyum miris. Gue emang bodoh ya?

------------------------------------------
Tbc.

Possessive Boyfriend ✔Where stories live. Discover now