10. Suara hati

9.3K 1K 118
                                    

Hari ini mungkin merupakan hari paling Indah di sepanjang sejarah hidupku. Mengapa aku berkata demikian?

Sore ini aku bisa berpuas-puas belanja semua barang yang aku incar sedari kemarin-kemarin dengan ditemani oleh dua cogan sekolah, siapa lagi kalau bukan Mas Misterius dan juga Mas Zeril. Aku menjadi semakin puas karena berhasil menguras isi dompet Mas Misterius, bermaksud untuk balas dendam akan perbuatannya tadi kepadaku. Ck, padahal kata Pak Ustadz—balas dendam bukanlah perbuatan yang baik!

Sebenarnya terlepas dari hal itu, aku merasa khawatir sekaligus tidak enak saat melihat raut wajah Mas Misterius yang terlihat bete dan tidak nyaman saat aku terus-menerus melirik kepada Mas Zeril. Tatapan lelaki itu seolah ingin mencongkel kedua bola mataku. Serem..

"Langsung tidur!"

Aku menoleh dan langsung mengangguk sekilas. Tanganku terulur untuk membuka pintu mobil lalu kemudian bergerak keluar dari kendaraan ini. Keningku langsung mengernyit heran ketika melihat Mas Misterius ternyata juga ikut turun dari mobilnya. Waduh, mau ngapain ini orang. Jangan-jangan dia mau nginep lagi? Oh, no! Berasku bisa berkurang nanti!

"Lho kok ikut turun sih, mas?" tanyaku heran.

Mas Misterius tak menjawab dan melangkah pelan hingga berhenti tepat di hadapanku. Tangannya yang semula berada di saku celana beralih terulur untuk merapikan poni rambutku. Membuat tanganku spontan mengerat pada tas belanjaan yang kupegang dengan jantung yang berdetak kencang.

"Aku nggak suka kamu lihat Zeril. Aku nggak suka kamu lihat laki-laki lain selain aku. Kamu hanya boleh lihat aku, cuma aku, dan hanya aku!"

Mas Misterius mengatakan hal itu dengan wajah sulit diartikan. Jemarinya tadi bergerak menelusuri lekuk wajahku hingga membuatku merasa merinding.

Tapi tunggu sebentar, Mas Misterius bilang kalau aku tidak boleh melihat laki-laki lain selain dia. Lha terus maksudnya aku tidak boleh melihat ayahku sendiri begitu? Lihat Bang Rion pun juga tidak boleh?

"Tapi mas--"

Jari Mas Misterius bergerak cepat membungkam bibirku yang hendak melayangkan protes. Alamak, tahu pula ini orang!

"Aku nggak nerima bantahan ataupun segala penolakan dari kamu. Semua perkataanku adalah mutlak, dan kamu harus menerimanya. Ngerti?" Mata Misterius memicing tajam, sesuai dengan alisnya yang tebal sehingga menambah kesan mengintimidasi yang kental.

Dan seorang Riana mah bisa apa atuh. Aku hanya mengangguk cepat. Selain karena tidak ingin menambah masalah, aku juga merasa kurang nyaman karena sedari tadi jari Mas Misterius masih bertengger dengan manis di bibirku. Apalagi aku bisa melihat mata Mas misterius yang terkadang melirik ke arah bibir sexy-ku ini.

Ngapain mas? Mau cipok? Sorry, ini bibir hanya untuk Mas Zeril seorang! Maaf mengecewakan!

"Sekarang kamu masuk dan langsung tidur, gih!" Tangan Mas Misterius beralih membelai lembut rambutku dengan ekspresi yang melunak.

Aku mengangguk lantas tersenyum kecil. "Hati-hati, mas." ucapku sebelum akhirnya berbalik dan membuka gerbang. Wah, bisa perhatian juga itu orang! Aku pikir bisanya hanya memerintah orang saja, ck..

"Satu menit lagi aku video call, kamu harus sudah ada di tempat tidur."

Mataku langsung membulat dan menatap kaget Mas Misterius. What the hell! Satu menit? Dikira jalan dari depan sampai lantai atas cukup dengan waktu satu menit?! Damn, aku bahkan masih merasa sangat lelah!

"Nggak bisa gitu dong, mas! Aku kan--"

"Limapuluh lima detik lagi." Sialnya Mas Misterius malah cuek bebek sembari melihat jam tangan rolex miliknya dengan santai.

Possessive Boyfriend ✔Where stories live. Discover now