02-2

1K 149 3
                                    

Busan, 2005.

Aku tak berniat untuk melirik Kak Aleena yang duduk di sampingku. Sepanjang perjalanan, hanya terdengar suara lagu lama dari siaran radio kesukaan Ayah. Saat dari kejauhan nampak burung camar terbang, Ayah membuka semua jendela mobil. Membiarkan angin masuk begitu lancangnya hingga menerbangkan rambutku. Lalu, samar-samar, aku mencium bau khas laut. Begitu menenangkan. Kupejamkan mata saat aroma unik yang menyegarkan itu semakin tercium kuat.

Pantai nampak di depan mata, aku segera berlari dengan kaki telanjang menapak pada pasir kecoklatan.

Menyenangkan.

"Ibu! Berenang! Berenang!"

Aku segera menghampiri Ibu dan meminta berganti baju. Wanita itu tersenyum kecil saat menggantikan bajuku.

"Jungkook, jangan jauh-jauh berenangnya. Dan Kak Aleena, tolong awasi adikmu, ya."

"Iya, Bu."

Aku tak memedulikan Kak Aleena dan langsung berenang di dekat batuan karang besar. Ayah dan Ibu tak nampak dari sini karena tertutup karang. Airnya terasa dingin, mungkin karena musim dingin akan datang.

"Jungkook, main di sana saja! Ibu dan Ayah tak akan bisa melihat kita jika di sini."

"Tidak mau! Kau sana saja!"

Aku bisa melihat Kak Aleena gamang untuk pergi atau tetap disini. Tapi, mungkin dia hanya takut Ibu marah jika pergi tanpaku. Aku tersenyum miring melihat wajah bingungnya.

"Ya sudah. Hati-hati. Jangan jauh-jauh nanti terbawa arus."

"Ck. Berisik!"

Kuabaikan omongan Kak Aleena dan berenang lebih jauh. Kakiku tak menapak lagi pada pasir pantai. Aku berenang terlalu jauh.

"JUNGKOOK! JANGAN JAUH-JAUH!"

Saat aku hendak kembali, kakiku tiba-tiba saja kram. Itu membuatku panik, mengais-ngais udara dan berusaha tetap muncul di permukaan. Aku tenggelam dan mencoba berteriak. Kak Aleena yang tahu hal itu terlihat ketakutan dan hendak memanggil Ayah dan Ibu yang jaraknya amat jauh dari tempat kami.

"KAK ALEENA! TOLONG!"

Aku berteriak, berharap Kak Aleena segera berenang dan menolongku. Rasanya aku akan terseret arus setelah ini dan mati dengan ikan-ikan kecil mengelilingi mayatku. Aku tak mau mati tenggelam dan ditemukan dengan perut buncit karena penuh air.

Kak Aleena kelihatan takut-takut masuk ke dalam air, tapi pada akhirnya ia berenang menolongku. Jemarinya yang pendek-pendek itu menyumbang padaku, meraih kerah baju dan menarikku mendekatinya. Kami kembali dengan Kak Aleena yang tak melepas cekalannya di lenganku.

"Kak! Huhu. Aku takut."

Aku memeluk tubuh Kak Aleena setelah berusaha menggiringku ke pinggiran. Saat benar-benar sampai di pinggiran dan duduk di atas pasir, Kak Aleena terlihat gemetaran dan menangis tiba-tiba. Aku yang bingung segera bertanya ada apa.

"JANGAN PERGI! JANGAN HILANG DARI PANDANGANKU, JEON JUNGKOOK!"

Kak Aleena secara cepat memeluk tubuhku begitu erat. Kalau ini aku yang belum tenggelam, pasti aku akan segera mendorong dan memarahinya. Tapi, entah kenapa, aku malah membalas memeluknya. Mungkin karena Kak Aleena sudah mau menyelamatkan adik durhaka yang selalu jahat padanya ini.

"Kau menakutiku, Jungkook."

Suaranya yang bergetar membuatku sedih. Apa sebegitu takutnya Kak Aleena kehilangan aku?

"Ma-maaf, Kak."

Setelah percakapan itu, aku sadar bahwa Kak Aleena tidak aneh. Dia baik, sangat baik. Dia menghangatkan pipiku dengan kedua telapak tangannya. Dia memberiku permen cokelat di dalam sakunya yang basah. Dia membiarkan tubuhnya gemetar kedinginan karena aku.

Di detik itu, aku merasakan sesuatu yang berbeda.[]

Erroneous. [ Jeon Jungkook ]Where stories live. Discover now