11

553 84 7
                                    

kami berlaku seperti biasanya saat di rumah. aku terbiasa main ke kamar kak aleena sepulang sekolah sampai-sampai ayah membuatkan ruangan khusus untuk kami bermain. aku sibuk bermain ps, sedangkan kak aleena lebih memilih menggambar pemandangan di luar jendela kamar. karena bosan, aku berhenti bermain dan duduk di sisi kak aleena yang matanya bergulir dari kanvas ke luar jendela terus-menerus.

"ekhem."

"kenapa, jung?"

"aku bosan," kataku singkat.

kak aleena menghentikan kegiatannya hanya untuk menengok padaku. dia tersenyum tipis sambil meletakkan krayon berwarna biru langit di tangannya. aku ikut mengumbar senyum, menanyakan apa yang akan kita lakukan setelah ini dengan tatapan mata.

"mau berkebun?" ucapnya bebas.

aku nyaris melepas tawa saat mendengar itu. kak aleena jelas tahu aku paling tak suka berkebun. banyak cacing dan nyamuk. badanku gatal-gatal parah ketika terakhir kali aku memutuskan berkebun dengan kakak.

"kau mau aku gatal-gatal lagi?" bibirku manyun karena kesal. kak aleena tertawa pelan lalu menarik tanganku untuk dibawanya ke balkon lantai tiga.

"kenapa kesini?"

kak aleena tak menjawab. dia sibuk menggelar karpet berwarna toska di dekat pintu balkon dan duduk di atasnya. aku yang diam saja segera diberi aba-aba kak aleena untuk duduk di sampingnya. aku turuti saja perintah kakak.

"kau belum jawab pertanyaanku, kak."

"kau sudah tahu jawabannya, jung. mari kita nikmati angin sepoi-sepoi ini sambil menatap langit senja. indah, bukan?" kak aleena mendongak ke langit yang luas. aku ikuti tingkahnya sambil mengamati benda-benda di sana. warnanya merah muda dengan awan-awan putih yang samar. aku baru tahu balkon lantai tiga bisa jadi tempat menenangkan seperti sekarang.

"kenapa kakak tak beri tahu aku tempat ini?"

"aku jarang kesini sekarang. dulu ini jadi tempat favoritku untuk menangis, tapi kini aku ingin mengumpulkan kenangan indah di sini."

"kakak sudah jarang menangis, kan?" aku bertanya. kali ini atensiku beralih ke kak aleena yang memejam rapat. aku rasa dia sedang menikmati angin sore yang melintasi kami berdua.

"tidak. aku tidak pernah menangis lagi sejak kau tenggelam. kau tahu, jung? saat itu aku berpikir mungkin tuhan ingin kau dapat karma."

aku mendengus. ingatan tentang kejadian itu takkan pernah kempis di dadaku. "itu memang karmaku, kak," balasku singkat.

aku tak menampik bahwa karena hal itu aku nyaris mati konyol. namun, di satu sisi, aku bersyukur karena dengan adanya kejadian itu aku bisa menyayangi kak aleena seperti saat ini. walaupun dia tak tahu rasa sayang apa yang aku rasakan—dan aku tak pernah ingin memberi tahunya—, berada di sisi kak aleena sudah cukup membuatku senang.

"jung, terima kasih sudah menjagaku selama ini."

"aku akan terus menjaga kakak selamanya," timpalku.

"kau tidak akan bisa. kau akan punya keluarga yang harus kau jaga dan akupun begitu. aku tak sabar melihat kita menikah dengan orang yang kita cintai dan hidup bahagia."

aku diam. tak ada niat untuk menjawab ucapan kakak kendati semua praduga itu pasti akan terjadi suatu saat nanti. namun, aku tak ingin cepat-cepat membahasnya. yang kuinginkan hanya terus di sisi kak aleena seperti sekarang. berdua dengan atensi penuh pada masing-masing.[]

Erroneous. [ Jeon Jungkook ]Where stories live. Discover now