0. Comet

187K 8.2K 4.6K
                                    

Bagian nol.

Comet (2014)

Cerita ini dipersembahkan untuk mereka-mereka yang sudah menggapai cita-cita setinggi langit, berhasil dipuji karena keputusan yang mereka ambil, mendapat pengakuan atas apa yang sudah mereka kerjakan dengan keras. Cerita ini dipersembahkan untuk mereka-mereka para pemimpi yang berhasil mewujudkan mimpi mereka, namun masih hidup dengan penuh tanda tanya, apa lagi?

Teristimewa untuk para penggiat industri kreatif dan pejuang perusahaan startup di Indonesia.

Dari kami, orang-orang yang sudah berhasil menggapai cita-cita, namun masih terluka karenanya.

"Semua orang katanya harus punya mimpi. Setiap orang katanya pasti punya cita-cita. Namun kalau mereka sudah menggapai apa yang mereka impikan dan hidup dengan cita-cita mereka... Apa lagi? Apa lagi yang mereka cari?"

❀❀❀❀

Tara

Dari kecil, gue percaya bahwa talenta gue adalah merawat binatang, makanya gue sempat bercita-cita jadi dokter hewan.

Kebetulan waktu SD, sekolah gue mojok di sebuah gang kecil yang bersebrangan dengan Markas Bajay alias Majay, dan di sekitarnya tentu banyak penjual kaki lima yang punya skill marketing lebih jago dari perusahaan besar SCBD.

Kalau lonceng sekolah berbunyi, TING TING, biasanya cimit-cimit kecil akan berkeliaran di luar sekolah, bergerombol di sebuah gerobak abang mainan hanya untuk membeli permen manis berbentuk rokok, tuker-tukeran stiker Meteor Garden, beli souvenir Dulce Maria sambil gosipin Papa Lusiano, atau sekedar beli balon tiup dengan sedotan kuning dan bahan lembek berwarna merah yang baunya minta ampun.

"TARAAA! INI KEONG-NYA STOK LAGI NIH."

Gue menyebutnya Abang Safari karena dia menjual berbagai macam binatang yang hampir tiap minggu ganti. Ada kelinci lah, ayam kecil lah, ikan mas yang ditaruh di plastik lah, sampai keong.

Minggu lalu gue beli kelinci. Cuma gak tau kenapa beberapa hari kemudian, kelinci yang belum sempat gue kasih nama itu terlihat depresi dan gak mau makan. Ujung-ujungnya gue kasih tetangga depan rumah karena sepertinya gue gak bakat jadi majikan yang baik.

Beberapa hari setelahnya gue juga beli ikan. Beberapa jam sampe rumah, ikan yang pas di sekolah masih mangap-mangap bikin gelembung, tiba-tiba kebalik dan mati.

Terus hari ini gue beli keong. Dan setelah dua jam berlalu, keong gue tiba-tiba keluar dari cangkangnya dan ilang entah ke mana.

Keyakinan gue terus tumbuh demikian sampai lulus SMA. Sayangnya, setelah sadar jiwa perikehewanan gue ini gak bisa berkembang, dengan berat hati gue ngomong sama diri sendiri, "Dokter Hewan bukan takdir lo, Tar. Ayo cari cita-cita yang lain."

Begini lah, jadinya..

"Astronomi?"

"Iya, Mi. Nanti Tara neliti pergerakan bintang gitu."

"Hah?"

Tepat sehari setelah gue mampir ke Planetarium untuk menghadiri pertemuan komunitas pecinta catur Indonesia, gue langsung mengutarakan rencana gue pada Mami dan membeli formulir pendaftaran ke satu-satunya kampus yang punya jurusan Astronomi di Jakarta. Namanya Institut Teknologi Frathur.

Sayangnya, setelah sadar kalau hanya ada 5 orang dalam 1 angkatan dan jurusan kesulitan untuk tetap bertahan supaya gak dihapus sama petinggi kampus, gue gak bisa mundur dan harus menyelesaikan kuliah pergerakan bintang gue ini sampai sarjana.

LukacitaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora