16. Dear Ex

27.7K 3.9K 3K
                                    




Bagian enam belas.

Dear Ex (2016)

I thought good things would happen to good people,

So haven't I done enough?

Am I not good enough?

Or else, should I be the bad one?

❀❀❀❀

Tara

Mimpi itu menyenangkan,

sampai ada keinginan untuk mewujudkannya.

Yang tadinya cuma sibuk menikmati semua yang bikin bahagia di mimpi itu, ketika bangun dan sadar kalau semuanya gak nyata, manusia malah terobsesi untuk menjadikannya nyata.

Padahal ketika mimpinya beneran jadi nyata, rasanya gak se-menyenangkan ketika masih menjadi mimpi.

Dari seragam gue masih putih-merah, ketika tontonan yang membuat gue diam di depan televisi adalah Minky Momo, dan Do Re Mi, gue bermimpi bisa punya tongkat ajaib seperti mereka. Gue bisa berubah menjadi dewasa, dan jadi apa saja yang gue mau, atau punya baju dan topi warna-warni lucu yang bisa membuat gue terbang.

Lanjut menginjak remaja dan mulai terkontaminasi sinetron, FTV, dan segala handai-taulannya, gue pernah bermimpi jadi temannya Sisi dan masuk ke Jungkir Balik Dunia Sisi. Atau ikutan FTV-nya Gita Gutawa, nyanyi Doo Bee Doo Bae sambil berkemah dengan Haykal Kamil.

Di kuliah, gue sempat suka sama drama Korea -gue bahkan lupa apa judulnya, dan pernah bermimpi jadian sama aktor utamanya.

Tapi semakin dewasa, semakin gamblang kejadian yang menyatu dan terjadi di hidup, mimpi gue menjadi sesuatu yang gak bersifat fantasi, melainkan mimpi yang lebih mengingatkan gue pada rangkaian hal yang gak pernah bisa gue lakukan ketika bangun tidur.

Gue pernah bermimpi lulus kuliah dengan gelar cum laude dan mendengar nama kedua orang tua gue dipanggil di Jakarta Convention Center, padahal gue duduk di deretan bangku paling belakang, mendengar teman-teman gue yang lain namanya dipanggil karena nilai mereka yang baik. Bukan seperti nilai gue yang menyedihkan.

Gue pernah mimpi bekerja di perusahaan besar yang gedungnya bersebelahan dengan gedung-gedung pencakar langit lain di jalan Protokol Sudirman, padahal mencoba untuk melamar pun gue gak pernah karena tau diri gak akan diterima.

Dan terakhir, gue pernah bermimpi memenangkan turnamen catur, dan melihat mereka duduk di barisan paling pertama, bersama-sama menepuk tangan mereka, dan menghampiri gue untuk memberi pelukan.

Mereka.

Edwin,

Gigi,

Yasa.

Gue bisa mengambil trofi kemenangan tanpa penyesalan, sebab gue tau bahwa kemenangan ini diinginkan. Kemenangan ini, bisa menyenangkan hati semua orang, dan kemenangan ini muncul murni karena kerja keras gue.

Gue pernah bermimpi bisa berjalan bersama dengan Edwin, Gigi, dan Yasa berempat. Entah saat Yasa menjemput gue dari latihan dan kami pergi makan bersama, dan gue bisa mendengar Edwin menceritakan awal persahabatan kami pada Yasa. Tawa kami tulus, kebersamaan kami apa adanya, dan bahagianya kami jujur.

Mimpi itu menyenangkan.

Mimpi yang gak pernah nyata itu menyenangkan, dan gue gak pernah menginginkannya jadi nyata.

LukacitaWhere stories live. Discover now