Bagian delapan belas.
I Love You Om (2006)
Cinta itu tidak punya mata,
Tapi kita harus punya mata.
Harus.
❀❀❀❀
Tara
Luka memang menyakitkan saat dia muncul. Tapi sebetulnya, luka cuma terasa sakit sebentar.
Sebentar aja.
Justru yang lama tinggal adalah bekasnya.
Gue rasa itu yang membuat luka terdengar lebih sakit dibanding hal menyakitkan lain.
Karena luka yang lama tinggal, membekas lebih lama. Malah sampai selamanya. Lalu ketika pemilik luka itu melihatnya, ia akan teringat,
Bagaimana luka itu ada.
Itu bagian paling menyakitkannya.
Dari kecil gue paling takut naik roller coaster. Bukan karena tingginya, tapi karena kecepatannya ketika turun. Gue selalu takut dengan kecepatan tinggi. Seaman apapun, entah dengan siapapun gue pergi, gue merasa gak nyaman berada di sebuah kendaraan, tempat yang bergerak dan berjalan dengan kecepatan berlebihan, tapi sepertinya semenjak hari itu, gue lupa dengan rasa takut.
Malam jam 10.
Yang gue minta hanya satu.
Pulang.
"Malam ini kalau ada yang mau berpesan, bisa langsung hubungi 246777. Masih ada satu lagu lagi dari kawan FM yang akan menemani jam malam kalian. Semoga hari ini semakin baik lagi. Chicago, Hard To Say I am Sorry."
Everybody needs a little time away
I heard her say
From each other
Even lovers need a holiday
Far away
From each other
"Kamu tetep mau pergi?" lirik lagu itu berganti, melodinya terganti dengan suara berat dari sosok di samping gue.
"Iya."
Ini udah kali kesekian sejak seminggu terakhir kami membicarakan hal yang sama.
"Ini terakhir kali aku nanya kamu ya."
Dibanding pernyataan, nada bicaranya seperti ancaman. Itu yang membuat gue memilih diam.
"Dan ini terakhir kali kamu mutusin juga."
YOU ARE READING
Lukacita
General Fiction(SELESAI) Dari kami, orang-orang yang berhasil menggapai cita-cita, namun masih terluka karenanya. Teristimewa untuk penggiat industri kreatif dan pejuang perusahaan startup di Indonesia.