👑Nervous👑

137K 9.5K 347
                                    

"Bang dimana?" Jizca menelpon abangnya sekarang, bel sekolah sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu, namun batang hidung abangnya ini belum tampak sama sekali.

"Abang ada kelas tambahan, dua jam lumayan, terus abang pulangnya mau jenguk Natasha ke rumah sakit, tadi jam sepuluhan katanya dia masuk rumah sakit, kamu mau ikut?"

"Emm, Mau dey, tapi nunggunya lama," Jizca mencebikkan bibirnya kesal,

"Kamu bareng aja sama Devin gimana? Dia juga pasti bakal ikut kesana,"

"Ahh bang, Jey malu,"

"Malu?" Revan terkekeh, "sejak kapan lo punya malu?" Lagi-lagi Revan terkekeh.

"Ishh lo nyebelin, yaudah bye,"

Jizca mengakhiri panggilan, ia menggigit bibir bawahnya, "nunggu atau ikut Devin ya? Lagian Devin belum tentu masih di sekolah," Jizca bergumam sendiri, ia mengotak atik ponselnya, mencari nomor tidak jelas yang beberapa hari sempat menelponnya.

Melihat nomornya saja ia sudah merasa salah tingkah, bagaimana jika menelponnya, ia terus menerus menatap layar ponselnya itu,

"Ahh, gue nunggu abang aja lah," ucap Jizca kemudian memasukan ponselnya kedalam saku.

Drtt.. Drtt..

Tak lama setelah dimasukan, Jizca kembali merogoh sakunya yang kini bergetar, menampilkan sebuah panggilan masuk,

"Kenapa bang?" Tanya Jizca berharap kelas tambahan abangnya itu tiba-tiba di batalkan.

"Ke kelas abang dulu Jey, abang punya titipan," ucap Revan kemudian menutup telponnya.

"Ihh masa harus ke gedung kelas 12? Kan serem," ucap Jizca bergidik namun ia tetap melangkah.

Ia menyusuri koridor gedung kelas 12 entah mengapa ia merasa auranya seram, bukan seram karena hantu, bukan. Tetapi lebih mencekam seperti aura kelas tingkat akhir yang ketakutan menuju ujian nasional, ini membuat para senior menjadi lebih serius.

Jizca sampai di pintu kelas yang di atasnya terdapat tulisan 12 IPA 2, ia mengetuk pintu tersebut dan seorang senior cowok membuka pintu itu, setelah mengintip ke dalam ternyata tidak ada guru di dalamnya.

"Ada perlu apa dek?" Tanya senior yang terlihat sedikit aut-autan itu.

"Emm, mau ke Kak Revan," ucap Jizca seraya melirik abangnya yang kini terpejam di meja pojok dengan earphone terpasang di telinganya.

"Mau nembak? Mending jangan, kamu pulang aja, gak akan di terima, gak ada cewek yang pernah dia terima, kayaknya dia homo," bisik senior cowok itu,

Jizca menautkan kedua alisnya, "bisa tolong di panggilin Kak Revannya Kak?" Tanya Jizca,

"Ahh kamu dibilangin keras kepala, yaudah siap-siap patah hati ya, Revan udah punya Natasha," ucapnya kemudian sedikit terkekeh,

"Vannn ada yang nyariin noh!" Teriaknya, seketika Revan membuka matanya lalu tersenyum ke arah Jizca,

"Heh lo jangan ngeduain Natasha sama dedek emesh dong, mentang-mentang dia gak masuk," ucap senior cowok itu lagi.

"Itu adek gue geblek!" Revan bangkit dan mengambil sebuah buku bersampul coklat dari dalam tasnya.

"Adek lo? Bukannya adek lo yang anuu," senior itu melirik Revan kemudian celananya.

"Berisik lo! Sana minggat, jangan godain dia," Revan menghampiri Jizca,

"Nih nanti kasihin ke Devin sekalian, buku punya Natasha," ucap Revan pada Jizca,

"Abang punya adek lagi?" Tanya Jizca seraya mengambil buku di tangan Revan,

If i.. (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang