Prince

103K 6.9K 139
                                    

"Lo yang bakal jadi pangerannya!" Ucap Natasha dengan senyum psycho.

"What?  Seriously?  Berani bayar berapa lo jadiin gue sebagai pangeran?" Devin tidak minat.

"Vin please!" Natasha meminta dengan nada memohon.

"Hmm, biar gue pikir dulu!"

"Halahh! Gak usahlah pake mikir-mikir segala!" Natasha menarik lengan Devin dan menyeretnya ke atas panggung.

"Guys!  Gue ada pengumuman,  Alex gabisa dateng besok!" Natasha menggantung kalimatnya.

"Apa? Serius?" tanya salah seorang pemain.

Natasha menganggukan kepalanya.

"Jadi, sebagai gantinya, gue pilih dia sebagai penggantinya!" ia melirik Devin yang sontak membuat semua pemain ikut meliriknya. Jizca membulatkan matanya, kemudian tersenyum samar.

Devin hanya menghela napas, setelah itu, ia diberi naskah untuk di hapalkan. Devin membolak-balik kertas yang ia pegang, kemudian menyimpannya di atas sebuah meja.

"Ayo mulai latihan dari scene awal sampai akhir!" ucap Devin datar pada Natasha, sementara Natasha tersenyum puas.

Telah di tetapkan, semua anak klub teater akan menginap di sekolah, karena ini sudah sangat larut untuk pulang. Mereka akan pulang pagi harinya dan kembali ke sekolah pada pukul 11 siang.

Mereka memulai adegan dari awal, setelah menyalakan backsound, adegan demi adegan mulai di peragakan. Devin menatap Jizca yang sepertinya sudah kelelahan, bagaimana tidak, ia latihan dari pagi hari sampai sekarang, waktu menunjukan pukul satu dini hari.

Mereka berlatih maksimal, dan Jizca sangat senang malam itu, karena, ia menjadi pemeran utamanya dan Devin menjadi pangerannya.

Pukul dua dini hari mereka resmi selesai latihan. Semua persiapan sudah siap, anggota klub teater membuat lingkaran di aula, ditengah mereka tidak terdapat apapun, semuanya hanya beristirahat namun tak satupun di antara mereka yang berniat tidur.

"Vin, nyari makanan gih!" perintah Natasha.

"Salah kalau gue harus terjebak di situasi kaya gini bareng lo," ucap Devin tanpa minat.

"Gaada yang bisa gue andelin lagi, boong kalo lo gak laper!" tandas Natasha.

Devin mengambil jaket parkanya kemudian mengambil kunci mobil di tangan Natasha. "Berapa semuanya?" tanya Devin lagi-lagi tanpa ekspresi, sangat berbeda dengan Devin yang sebelumnya bermain drama yang penuh emosi.

"Semuanya ada 56 anggota." Natasha memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan, Devin mengambilnya kemudian berbalik menuju parkiran.

"Devin ikut!"

Sontak Devin melirik ke arah belakang, dilihatnya Jizca yang berlari kecil menuju ke arahnya.

"Kak Natasha bilang kamu ngantuk, jadi harus ditemenin!" Jizca mengatur napasnya.

Devin menyalakan mesin mobilnya, ketika akan keluar gerbang, ia melirik ke arah kelasnya.

Ada seorang yang menyelusup ke dalam kelasnya, Devin menghentikan mesin mobilnya tepat di depan gerbang, ia memerhatikan seorang yang masuk itu. Orang itu memakai masker juga kacamata, setelah keluar dari kelas Devin, orang itu menyusuri koridor menuju kelas di depannya.

Dugaan Devin benar, orang itu masuk ke kelas Jizca. Devin tersenyum miring, kemudian kembali menyalakan mesin mobilnya yang sempat terhenti, ia melirik ke arah Jizca yang kini sibuk dengan aktivitasnya; tertidur.

Devin yakin, orang itu yang mengiriminya surat. Namun Devin tidak mau terburu-buru, ia akan bermain secara halus. Siapa manusia yang sangat niat dengan datang ke sekolah pada pukul dua pagi hanya untuk meneror sebuah hubungan? Devin tidak mengerti jalan pikiran orang itu.

Ia mencari tempat makanan yang masih buka, Devin sama sekali tidak mengantuk. Jizca sedikit mengerang dalam tidurnya, entah apa yang di mimpikan gadis itu, yang jelas Devin tertarik melihatnya.

"Astaga gue malah tidur!" Jizca seketika bangun dan menepuk dahinya, Devin terkekeh kecil.

"Belom ada tempat makan yang buka?" tanya Jizca seraya membenarkan posisinya.

"Belum nemu," ralat Devin.

Jalanan sangat sepi, hanya satu atau dua kendaraan yang melintas. Devin kemudian tiba-tiba mengingat club malam yang sering ia datangi. Biasanya sekitar jam sekarang Devin baru pulang dari sana. Ia kemudian kembali teringat bahwa ada restoran di samping klub malam itu yang buka 24 jam, iapun langsung memutar balik kemudinya, menuju tempat yang ia maksud.

"Ngapain kesini?" tanya Jizca setelah mobil Devin terparkir di depan club.

"Mau masuk? Mau nyoba?" tanya Devin mengintimidasi gadis di depannya.

"Engga," ucap Jizca ragu seraya menggelengkan kepalanya.

Jizca mengikuti Devin, tangannya memeluk sebelah tangan Devin, terlihat sangat kontras tinggi badan mereka yang cukup jauh.

Devin membuka pintu restoran, barulah Jizca mengerti tujuannya. Jizca duduk di salah satu meja, menunggu Devin kembali dari pesanannya. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang kini sedang memerhatikan mereka.

Devin menyuruh pelayan restoran itu untuk memasukan pesanannya ke dalam mobil, karena pesananannya cukup banyak, dan Devin tidak mau repot repot membawa semua itu seorang diri.

Setelah selesai, Devin mengajak Jizca kembali ke mobil, gadis itu menurut tanpa berucap apapun.

Byurr!

Baru saja Jizca melangkahkan kakinya keluar restoran, sebuah guyuran membasahi bajunya. Jizca mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, ia mengantuk dan sekarang terkejut. Bajunya basah. Devin sama terkejutnya dengan Jizca.

Seorang wanita tertawa sangat renyah. Jizca mengerutkan kening melihat wanita di depannya yang menggunakan pakaian sangat mini, wanita itu tak henti tertawa.

"Ohh jadi dia yang lo maksud pacar lo ha?" ucap wanita itu yang kini berdiri di depan Devin.

"Ketlin?" tanya Devin mundur satu langkah dari wanita itu yang kian merapatkan tubuhnya.

Jizca kembali menautkan kedua alisnya,

Oh jadi ini yang namanya Ketlin?

Ketlin kini menatap Jizca dari atas sampai bawah, Jizca menghindari tatapan tajam yang diberikan Ketlin, sampai kini jemari Ketlin menangkup pipi Jizca. Ketlin kemudian tertawa getir.

Lo cewek iblis Jizca! Lo udah ngambil Devin dari hidup gue!, bisik Ketlin tepat di telinga Jizca.

Plakk!

Sebuah tamparan keras kini hinggap di pipi Jizca, menimbulkan rasa perih dan samar merah kini terbentuk di pipi Jizca. Jizca terkejut dan tangannya refleks membalasnya.

Plak!

Satu tamparan itu mengenai pipi Ketlin, bukannya merasa sakit, Ketlin lagi-lagi tertawa getir.

Jizca tidak percaya dengan apa yang baru saja di lakukannya, ia melihat tangannya yang memerah, dan kini Jizca menahan tangisnya, pandangannya menjadi blur, samar ia melihat Ketlin yang kembali menghampiri Devin.

Ketlin menghampiri Devin dan dengan tiba-tiba ia merangkul leher cowok itu, kemudian menciumnya. Tepat saat itu, air mata Jizca jatuh dan penglihatannya kembali menjadi jelas.

... 

TBC..

UP LAGI?

COMENT YANG BANYAK

Bellaanjni

Bandung, 6 Mei 2018

If i.. (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now