Mahkota

120K 7.6K 191
                                    

ketika aku memutuskan untuk berjuang, taruhannya hanya dua, yaitu; keberuntungan bahwa aku tidak jatuh cinta sendirian, Atau hati yang siap untuk dipatahkan.

👑

Hujan deras mengguyur ibu kota malam ini. Jizca sampai di rumah dengan selamat tanpa lecet sedikitpun meski Devin ngebut tidak tahu malu bahwa dirinya sedang membawa nyawa seorang gadis dibelakangnya.

Ponselnya berbunyi ketika Jizca menyisir rambut. Dengan cepat ia mengambilnya. Notifikasi yang muncul menandakan sebuah pesan masuk,

Bella: Ayayayayayayyy!  Jadian lo sama Devin?

Jizca mengerutkan keningnya ketika membaca pesan tersebut.

Ia kemudian menekan ikon hijau pada kontak Bella. Berniat menanyakan apa maksudnya. Tak lama setelah nada tutt... Yang membosankan, panggilannya terhubung.

***

Bella kembali melirik layar ponselnya ketika layarnya memperlihatkan panggilan masuk. Kopi yang semula akan di teguk kini ia urungkan. Setelah menekan tombol untuk menerima telepon, kini ponsel tipis miliknya sudah berada di telinga.

Apaan sih Bel ah! Lo gak cocok jadi cenayang! itu kalimat yang pertama kali Jizca ucapkan ketika panggilannya terhubung.

Bella terkekeh pelan, "cowok lo yang bilang." Ia mengangkat cangkir kopinya.

Apa?  Lo bercanda kan? 

"Ah Vin masa lo dibilang bercanda?" Jizca mendengar ada suara sesuatu yang di tepuk cukup keras, mungkin bahu seseorang.

Devin yang kala itu menemani Bella minum kopi kini sedikit terkekeh. Ralat, Devin yang meminta Bella menemaninya minum kopi.

"Gue kan bilangnya calon Bel," timpal Devin.

"Ohh masih di gantung ya? Kasian!" ucap Bella dengan nada mengejek.

"Jangan mau Ca, Devin suka bercanda!" lanjut Bella pada Jizca yang masih setia di sebrang telpon.

Hehe iya, gue juga belum mau kok.

Devin menarik ponsel yang kini ada di genggaman Bella secara paksa. Bella meringis tat kala tangannya ditarik, dan ponsel yang semula ia pegang sekarang ada pada Devin.

"Mau engga?" ucap Devin dengan suara bas khasnya.

Jizca membulatkan mata, dengan cepat ia memutuskan sambungan telpon tersebut.

"Ahh! Lagi-lagi jantung gue kaya gini!" protes Jizca yang kini memegang dadanya.

Tak lama, sebuah panggilan kembali masuk, bukan dari Bella, tapi Devin.

Jizca memejamkan mata kemudian menarik napas panjang, setelah itu ia menekan ikon hijau.

"Iya gue mau!" ucap Jizca cepat setelah menerima panggilan tersebut.

Tutt... Tut... Tut...

Jizca melirik ponsel yang panggilannya Devin putuskan secara sepihak. Ia mengerutkan keningnya sekarang,

"Apa gue salah ngomong?" tanya Jizca pada dirinya.

Devin tersenyum samar mendapati jawaban gadis itu. Telponnya sengaja ia tutup, karena kini ponsel itu ia masukan kedalam saku. Jaketnya ia pakai dan kunci motornya ia keluarkan.

"Thanks Bell udah temenin ngopi!" Devin bangkit kemudian bergegas keluar kafe, menderukan mesin motornya dan melaju dengan cepat menembus derasnya hujan.

If i.. (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now