12

45.3K 2.6K 47
                                    

"What? He's been married?" belalak Ikram.

"He was," jawab Marlo santai. Ia sudah lama hidup di Amerika jadi bukanlah hal yang sensitif baginya untuk menceritakan masalah keluarga seperti ini. "Ia dan perempuan itu sudah bercerai. Karena itu orangtua Ando tidak mudah memercayainya sejak pernikahannya... you know, failed."

Hari itu juga Ikram meminta orang untuk mencari tahu siapa mantan istri Orlando. Dan sorenya ia sudah mendapat infonya dengan lengkap. Dari nama lengkapnya, pekerjaan sambilannya sampai almameternya. Hanya Ikram tidak tahu bahwa perempuan bernama Kayla itu sudah punya anak dari Orlando. Ia pun menanyakan hal itu pada informannya.

"Masih diselidiki, Pak," jawab informannya. "Perempuan ini sering sekali di luar rumah untuk melukis di tempat kliennya. Jadi, belum saya pastikan dia sudah punya anak atau belum."

Lagipula apa peduli Ikram dia punya anak atau tidak. Yang penting, Ikram sudah tahu perempuan ini di dalam foto yang ia genggam saat itu adalah mantan istri Orlando. Pada saat yang sama datanglah Davina ke kamarnya. Adiknya merengek karena permintaannya tidak terpenuhi.

Tadi saat di telepon Davina mengeluh bahwa ia kalah untuk mendapatkan lukisan yang disukainya. Lukisan yang dilelang di situs jual-beli online itu dibeli oleh penawar tertinggi dan bukanlah Davina! Pada saat biasa Ikram akan menyuruh adiknya keluar dari kamarnya, tapi dia menjadikan keluhan Davina sebagai peluang. Ia meminta pada Davina untuk mengirimkannya foto lukisan-lukisan yang disukai Davina.

"Bukan aku baik padamu, tapi daripada kamu menangis terus, tidak apa-apa kan kalau Mas minta orang untuk bikin lukisan yang sama?"

"Asal mirip! Bahkan harus sama!" tuntut adiknya.

Dilihatnya nama yang digunakan mantan istri Orlando di Instagram. Di kolom biografinya tertera email-nya. Dimintanya sekretarisnya untuk mengirimkan pesan melalui email untuk memberikan mantan istri Orlando pekerjaan. Malamnya, Ikram menelepon Orlando, sesuatu yang jarang dilakukannya. Diberitahunya Orlando bahwa ia ingin memberi hadiah pada Davina.

"Nanti pelukis itu datang ke tempatmu, aku sibuk besok," kata Ikram separuh memerintah. "Kamu bisa, kan?"

"Baik, Pak Ikram. Itu saja?"

Tentu saja bukan itu saja. Dimatikannya sambungan telepon tanpa salam penutup. Aku ingin tahu bagaimana reaksimu melihat mantan istrimu besok. Dan aku ingin tahu seberapa jauh kamu bisa mengelabui Davina. Kamu bisa menipu seluruh keluargaku dengan tampangmu, tapi jelas aku bukan anak kemarin sore yang bisa kamu kibuli.

Malam itu Ikram tidak bisa tidur. Ia terus memandangi foto mantan istri Orlando ini. Dan pikiran licik pun hinggap di otaknya.

Apakah Orlando masih sanggup berdusta jika aku mengencani mantan istrinya?

***

Masa kini.

Ikram tidak bisa mengedipkan matanya sekali pun saat ia harus berada di dalam satu lift bersama Kayla. Ia terus memandangi perempuan yang lebih pendek darinya itu. Dia tidak tahu mengapa jantungnya berdebar sangat kencang saat Kayla membalas tatapannya dengan tatapan bingung.

"Apakah kamu tidak terlalu muda untuk melukis?" tanya Ikram.

"Apakah itu sindiran? Seharusnya perempuan seusia saya sudah punya pekerjaan tetap, kan?" sahut Kayla tenang.

Pasti mantan suamimu itu membuatmu sengsara, pikir Ikram prihatin. Dia terlena memandangi Kayla. Kalau dia baik padamu, dia pasti memastikan hidupmu tidak kekurangan apa-apa.

Seketika Ikram sadar bahwa yang dipikirkannya adalah salah. Ah, hidupmu yang susah sama sekali bukan urusanku. Ia berusaha untuk kembali normal.

Sebelumnya Ikram jarang mengantarkan orang sampai pintu luar lobi. Bahkan investor penting pun hanya sesekali saja ia perlakukan demikian. Dia mengantarkan Kayla sampai perempuan itu ke luar lobi.

Kayla kikuk melihat sikap Ikram yang diam saja namun posisi berdirinya sangat dekat dengannya. Orang-orang di sekelilingnya pun berbisik-bisik memperhatikan mereka. Kayla jadi tidak enak. Niatnya yang tadi mau pesan taksi online dibatalkannya saja.

Ia berjalan keluar gerbang kantor. Syukurlah Pak Ikram tidak mengikutinya. Hah, kenapa pria itu harus mengikutinya? Bisa saja kan saat itu Pak Ikram sedang menunggu mobilnya. Orang sepertinya pasti punya urusan di luar kantor. Ya, kemungkinan besarnya pasti begitu.

Kayla menunggu di halte bus. Hari ini ia tidak ada kegiatan. Tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. Ia terus berharap agar Pak Ikram segera meng-email-nya mengenai pekerjaannya.

Saat itu masih jam makan siang. Jalanan macet sekali. Dan bus tak kunjung datang. Lima belas menit. Tiga puluh menit. Dan mobil dua pintu McLaren berwarna oranye berhenti di depannya, menyebabkan kendaraan-kendaraan di belakangnya menekan klakson.

Orang di dalamnya memanggil-manggilnya. Pak Ikram.

"Get in," katanya.

Melihat orang-orang di sekitarnya mulai melotot padanya karena Pak Ikram terlalu lama menepikan mobil, Kayla segera masuk ke mobil itu. Lagi-lagi dia tidak tahu harus bersikap apa. Terbersit di pikirannya, apakah Pak Ikram ini orang yang mengerikan? Dia bisa saja kaya, tapi apakah dia termasuk orang yang punya gangguan jiwa? Kalau tidak, kenapa pria sepertinya mau repot-repot mengantarkannya?

EX-HUSBAND (COMPLETED)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt