27

34.1K 1.6K 205
                                    

Masa lalu.

Orlando sering bolos sekolah. Bukan karena ia malas, tapi karena satpam sekolah tidak membukakannya gerbang sebab ia selalu datang terlambat. Maklum, setiap malam ia selalu begadang untuk mengerjakan tugas dan main game. Hasilnya, ia terpaksa dipulangkan oleh guru BP.

Ada sebuah taman yang berlokasi tak jauh dari sekolah mereka. Di sana biasanya Orlando transit menunggu Kayla. Orlando melakukan apa saja di sana. Membaca. Merokok. Mendengarkan musik Mencoret-coret di kertas. Atau mengerjakan tugas pelajaran yang belum selesai.. Sampai Kayla selesai sekolah.

Lebih baik menunggu Kayla daripada pulang ke rumah. Dia bosan di rumah. Tidak ada siapa-siapa di sana. Ayahnya sering di luar negeri. Ibunya arisan. Dan saudara-saudaranya yang lain sibuk dengan urusan mereka. Jadi, Orlando memilih untuk di taman.

Dilihatnya jam yang melingkari pergelangan tangannya. Seharusnya Kayla sudah menghampiri aku di sini, pikirnya mulai gelisah. Di mana dia?

Pertanyaannya terjawab ketika ia mendengarkan gelak tawa seseorang yang sangat dikenalnya. Matanya membeliak melihat Kayla sedang bersenda gurau dengan kawan lawan jenisnya. Orlando tidak tahu siapa cowok yang berjalan dengan Kayla, tapi ia tahu Kayla dan cowok itu dalam masalah besar.

Tidak ada yang bisa membuat Kayla tertawa selain dirinya.

Kayla segera berlari mendekati Orlando dengan wajah berseri-seri, sementara cowok yang tadi bersamanya pergi ke arah lain.

"Baru sehari nggak ada aku kamu sudah menemukan penggantiku," kata Orlando kesal. "Siapa sih dia?"

"Jangan cemburu. Dia itu anak baru di kelasku, namanya Anis. Tadi aku tertawa mendengarkan ceritanya di sekolahnya yang dulu. Ternyata dia itu dikeluarkan karena mengerjai gurunya..."

"Nggak usah bahas orang lain, deh. Aku pulang." Orlando mengangkat tasnya yang masih di atas rumput. Dipikirnya Kayla akan membiarkannya pergi, namun nyatanya lengannya digamit oleh kekasihnya. "Aku seharian bosan digigit nyamuk di sini, kamu malah asyik sama cowok lain!" dumalnya.

"Maaf, deh! Kita makan dulu, yuk?" Kayla berusaha merengut. "Aku tadi nggak sempat makan siang. Pas tadi aku mampir ke kelasmu, kamu nggak ada. Jadi aku ngobrol aja di kelas sama teman-temanku yang lain."

"Sama Anis?"

"Iya. Dia kan duduk satu baris sama aku."

"Huh, susah ngomong sama kamu, Kayla," kata Orlando terus berjalan. Tangannya ditarik Kayla. "Mau ke mana sih?"

"Aku mau makan!"

"Aku mau pulang!"

"Ya, jangan dong. Masa kamu cemburu aku sama cewek sih?"

"Maksudmu?" Langkah Orlando berhenti. Dia menatap Kayla dengan mimik serius. "Aku lihat dia lho, La. Dia itu cowok!"

"Bukan!" Kayla tertawa kencang. "Dia itu cewek. Tapi emang tampilannya tomboy. Rambut cepak. Nggak mau pake rok. Itu juga salah satu alasannya dia dikeluarkan di sekolah yang lama. Di sini, orangtuanya bisa negosiasi tentang ketidakmauannya memakai rok."

Perlahan Orlando tersenyum. Kemarahan sirna dari wajahnya. "Oke, aku nggak cemburu lagi. By the way, makan di rumahku saja yuk?"

"Makan di rumahmu? Hm.... Gimana ya..."

"Khawatir Papa dan Mama bakal marah? Tenang, deh. Mereka nggak ada di rumah hari gini. Oke?"

Rumah Orlando sangat besar. Memiliki tiga lantai. Ada lima kamar tidur dengan masing-masing kamar mandi di dalam. Desainnya yang Eropa mediterenian mengesankan rumah yang indah dan punya citra rasa yang tinggi terhadap seni. Di sanalah Kayla pertama kali menyukai seni ketika ia mengawasi lukisan-lukisan di dinding rumah Orlando.

Orlando menjelaskan bahwa itu koleksi ibunya. Ibunya sering pergi ke luar kota bahkan sampai luar negeri hanya untuk mencari lukisan yang disukai ibunya.

Tapi walaupun rumah Orlando sangat mewah dan indah, Kayla tetap merasa prihatin terhadap kekasihnya. Orlando sangat kesepian di rumah yang besar ini. Saudara-saudaranya sekolah di luar negeri. Dan orangtuanya, seperti yang sudah dikatakan Orlando sebelumnya, mereka sibuk dengan urusan mereka juga.

Sore itu Orlando bisa saja menyuruh chef untuk menyiapkan makanan untuknya dan Kayla. Namun daripada melakukannya ia memilih untuk memasak spaghetti dengan tangannya sendiri. Kayla ingin membantu di dapur, tapi Orlando menolak.

"Tunggu saja di situ." Dagu Orlando menunjuk bar di dapur. "Aku tidak mau tanganmu kotor di dapur." Kayla mengangguk dan duduk di pinggir meja bar. Diperhatikannya Orlando yang begitu fokus menyiapkan makan. Dua puluh menit kemudian spaghetti dihidangkan di hadapannya. "Sori, agak lama. Aku juga jarang masak," kata Orlando. Ia duduk di samping Kayla.

"Kamu nggak makan?" tegur Kayla.

"Tadi sudah makan bakso di taman," kata Orlando. "Makanlah. Jangan biarkan kamu kelaparan karena aku."

Selesai makan Kayla bersikeras untuk mencuci piring bekasnya. Orlando tidak bisa melarangnya. Setelah itu Kayla pamit pulang, tapi entah setan apa yang merasuki Orlando, ditariknya Kayla ke dalam pelukannya.

"Kayla, nobody's around us," bisiknya di telinga gadis itu. "Let me taste your lips. Let me touch your skin..." Bibir Orlando mendekati bibir Kayla. Satu centi saja ia memajukan bibirnya, bibir mereka bersentuhan. Napas mereka saling beradu. Mata mereka saling bertaut.

Kayla merasakan tangan Orlando menyusup ke balik baju seragamnya. Dapat dirasakannya jari Orlando yang menyentuh kulit punggungnya. Tidak... Tidak. Aku memang tidak berasal dari keluarga yang semampu keluarga Orlando, tapi aku bukan perempuan amoral, pikirnya.

Bibir Orlando menyentuhnya.

Tidak, bukan bibirnya. Melainkan pipinya.

"Maafkan aku tadi lepas kendali," kata Orlando menjauhkan dirinya dari Kayla. "Aku tahu kita sudah hampir melewati batas. Sekarang, pulanglah. Sebelum aku berubah pikiran lagi."

"Orlando."

Orlando mendekatinya lagi. Dielusnya pipi Kayla dengan lembut. "I am sorry, Sayang. Aku seharusnya menghormatimu. Kayla. Sayang. Maukah kamu berjanji padaku?"

"Apa?"

"Biarkan aku menjadi satu-satunya orang yang bisa menyentuhmu. Biarkan hanya aku yang bisa merasakan setiap jengkal tubuhmu, Kayla. Biarkan hanya aku, yang kamu percaya, untuk menjadi suamimu begitu kita lulus SMA, oke?"

EX-HUSBAND (COMPLETED)Where stories live. Discover now