32. Tragedy [END]

5.9K 942 136
                                    

"Ketahuilah, hal-hal terindah di dunia ini...

... terkadang tak bisa terlihat dalam pandangan atau teraba dengan sentuhan

Mereka hanya bisa terasakan dengan hati."

-Helen Keller-

.

.

.

Ada waktu dimana kau akan sulit menerima sebuah kenyataan, menertawakannya dan menganggap semuanya lelucon. Tapi, kau bukan Tuhan yang akan selalu benar. Kau hanya manusia yang berpikir untuk tetap benar.

__Criminal Hunter__

"Ayah terkadang membayangkan jika Jiyeon masih hidup, mungkin saja kalian menikah dan memiliki anak yang lucu. Jiyeon yang cantik baik hati dan anak ayah yang tampan jenius, bukankah itu sangat sempurna?"

Jimin mendesah pelan, "Itu mimpi yang sangat besar."

Kini mereka masih terduduk menatap laut dan mendengarkan hantaman ombak memecah karang. Membiarkan dingin menyapu kulit mereka.

"Tapi Jimin-ah, kau masih muda... banyak hal yang bisa kau raih. Ayah tidak memintamu untuk melupakan Jiyeon tapi bukalah hatimu pada gadis lain."

Jimin menggeleng pelan, "Aku tak berpikir hal itu. Maaf. Tapi bahkan setelah delapan tahun, semuanya masih sangat sulit. Ibu adalah cinta pertama ayah 'kan? Jiyeon juga begitu bagiku. Sebelas tahun lalu ayah memperkenalkanku padanya, aku benar-benar sangat membencinya. Dia ceroboh, menyebalkan dan banyak bicara. Benar-benar bukan typeku."

Tuan Park tertawa mendengar ucapan Jimin, "Kenapa kau sangat mirip dengan ayah?"

Jimin berdesis pelan, "Kalau aku mirip ayah Jiyeon itu baru aneh."

"Ayah ingat kau mengomel begitu keras saat Jiyeon membuat buku catatanmu basah, kau bahkan mengutuknya. Tapi apa? kau malah pacaran dengannya."

"Ayah bahkan menertawakanku waktu itu berhari-hari."

Ayahnya kembali tertawa sedang Jimin hanya memasang wajah cemberutnya, "Rasanya Jiminku yang delapan tahun lalu kembali lagi."

Jimin tersenyum tipis lalu menoleh menatap ayahnya.

"Bahkan Jiminku sudah bisa tersenyum. Ibumu pasti bahagia sekarang," ucapnya dengan suara serak menahan tangis. Perasaan Jimin kembali sesak dan tanpa ia duga airmatanya ikut jatuh ke bawah, lelaki itu seketika membuang pandangannya ke arah berlawanan.

"Ah, anginnya sangat kencang. Mataku jadi berair."

Ayahnya mengangguk tersenyum, "Ya, anginnya terlalu kencang," ujarnya kemudian menatap pergelangan tangannya, "Waktu ayah sudah hampir habis. Kita bicara lain kali."

Jimin menoleh lalu mengangguk, "Aku akan sering-sering mengunjungi ayah," perlahan keduanya bangkit berdiri dan tepat saat mereka berbalik.








DOORR






Tubuh Jimin didekap dengan erat oleh ayahnya. Dan empat kali suara tembakan lain mengikuti.

.

.

.

Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalan yang masih sepi, pukul 04.47, cukup lama setelah Jimin dan Seokjin pergi bersama ke tempat itu, hal yang membuat Taehyung semakin khawatir. Terlebih ponsel Jimin yang dimatikan saat ia menghubunginya.

Criminal Hunter ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang