20

310 14 0
                                    

Saat terbangun, Riva mendapati dirinya telah berada di dalam sebuah ruangan yang sangat terang. Ruangan yang tidak begitu luas yang mirip dengan ruangan sebuah kantor, ber AC, dengan meja dan kursi di salah satu sisi ruangan. Riva sendiri tergeletak di lantai saat dia pingsan.

Dimana gue? Tanya Riva dalam hati, sambil memegang kepalanya yang masih agak pusing. Riva ingat saat terakhir kali dia berada di kamar hotel di Singapura, dan ada seseorang yang menyentuh lehernya, lalu dia tidak ingat apa-apa lagi.

Riva mencoba berdiri. Kemudian dia melangkah menuju ke pintu ruangan yang kelihatannya terbuat dari logam. Tapi tidak ada satupun pegangan pintu yang bisa digunakan untuk membuka pintu tersebut. Kelihatannya pintu ruangan ini menggunakan kunci elektronik yang hanya bisa dibuka dengan menggunakan kartu, kata sandi, atau sejenisnya, tidak bisa dibuka secara manual.

Sialan! Sungut Riva.

Riva mengalihkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Selain meja dan kursi, tidak ada lagi benda lain di ruangan ini. Saat itulah gadis itu baru menyadari kalau diatas meja yang terbuat dari aluminium itu terdapat dua potong sandwich dan sebotol sedang air mineral. Spontan Riva memegang perutnya. Dia baru merasa kalau perutnya saat ini sedang lapar. Dan kelihatannya, sandwich serta minuman diatas meja itu benar-benar disediakan untuk dirinya. Perlahan, Riva mendekati meja dan mengambil sepotong sandwich. Setelah membuka plastik pembungkusnya, dia mengamati sandwich yang dipegangnya sebentar, melihat isi di dalamnya sambil berpikir, apa dia akan memakannya atau tidak.

Kalo mereka berniat membunuh gue, pasti udah mereka lakukan dari tadi! Pikir Riva. Karena itu, dia berpikir sandwich di hadapannya pasti aman untuk dimakan.

Sejak mendarat di pulau Kitagai pagi tadi, Saka sudah merasa kalau apa yang dilakukannya ini tergolong nekat dan berbahaya. Nekat, karena tanpa persiapan dan rencana yang matang, dia mendatangi markas besar salah satu organisasi pembunuh bayaran yang paling tua dan dikenal di kalangan dunia hitam. Berbahaya karena dia bisa saja terluka atau bahkan kehilangan nyawanya. Tapi informasi mengenai keberadaan markas Oni memang sulit untuk dilupakan. Apalagi informasi seperti itu yang selama ini Saka, hingga sampai mengorbankan semuanya, termasuk karirnya di kepolisian. Saka yakin, menemukan markas Oni bisa merupakan petunjuk untuk menemukan keberadaan Riva, apalagi saat dia mengetahui sejarah kelompok tersebut dan hubungannya dengan silsilah masa lalu sepupunya itu. Karena itu, begitu Profesor Masaro memberitahu tentang Pulau Kitagai yang diduga merupakan markas kelompok Oni daris ebuah sumber yang bisa dipercaya, Saka tidak mau membuang waktu lagi. Dengan persiapan seadanya dia mendatangi pulau yangterletak di ujung Utara Jepang itu. Sendiri, tanpa teman, apalagi bala bantuan. Tujuan Saka hanya satu, menyelamatkan Riva dan membawa gadis kembali pulang ke rumahnya dengan selamat.

Sebetulnya bukannya Saka tidak berusaha membawa bala bantuan. Melalui Erwin, dia telah meminta bantuan Interpol. Tapi Interpol tidak punya personil yang cukup untuk menghadapi kelompok Oni. Saka coba minta bantuan pada kepolisian Jepang, tapi juga terhalang prosedur yang berbelit-belit. Polisi Jepang tidak mau menangkap anggota kelompok Oni dengan alasan belum ada bukti yang kuat. Dan Saka tidak bisa menunggu lama. Dia harus menemukan Riva secepatnya atau semuanya akan terlambat.

Pintu ruangan terbuka. Seorang pria berbadan tinggi besar dan berambut cepak masuk ke dalam ruangan.

"Nona sudah ditunggu," kata pria tersebut.

"Oleh siapa?"

"Nanti Nona akan tahu sendiri."

Tiba-tiba Riva seperti melihat peluang untuk melarikan diri. Pria tersebut datang sendiri, dan walau badannya besar, tapi Riva yakin bisa menghadapinya. Apalagi sejak dilatih oleh Kenji, kemampuan beladirinya meningkat dengan pesat.

MAWAR MERAH MATAHARI : Unpublished StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang