21

267 13 0
                                    

"Berapa bahan peledak yang kau siapkan untuk ini?" tanya Jeane pada Yuchi sambil merangkak di saluran air yang gelap dan berbau busuk.

"Cukup untuk membantu kita keluar dari sini," jawab Yuchi.

Sekitar sepuluh meter berjalan, Jeane berhenti. Dia melihat PDA-nya.

"Disini." Ujarnya, lalu pandangannya dialihkan ke atas.

"Aku tidak melihat ada jalan keluar." Kata Yuchi yang ikut melihat keatas.

"Jalannya tersembunyi."

Jeane berdiri hingga kepalanya hampir membentur bagian atas saluran. Dia lalu meraba-raba bagian atas saluran itu dengan tangannya.

"Dapat," gumamnya.

Sebuah lubang yang tertutup tersembunyi diantara lumut-lumut yang tumbuh di sepanjang saluran air tersebut. Jeane dapat menemukan gagang untuk membuka tutup lubang tersebut dan memutarnya.

"Aneh... kukira saluran air ini telah berumur ratusan tahun, dan pintunya sudah lama tidak dibuka. Aku telah mempersiapkan bom untuk meledakkan pintunya." Ujar Yuchi.

Jeane pun merasakan keanehan yang sama. Dia tidak mendapat kesulitan membuka pintu saluran, padahal jika pintu ini lama tidak dibuka, pasti akan susah untuk membukanya.

"Waspada," gumam Jeane.

Mereka berdua keluar di salah satu sudut sebuah lorong yang terlihat sepi. Tidak ada seorangpun yang terlihat.

"Sekarang kemana?" tanya Yuchi.

"Menurut denah, sekitar dua puluh meter di depan kita ada beberapa ruangan. Kita mulai memeriksa dari situ." Jawab Jeane sambil melihat PDA-nya.

"Sebentar,"

Yuchi berjongkok di depan lubang tempat mereka keluar tadi. Dia menempelkan sebuah bom mini yang dipicu oleh sensor gerakan.

"Oke...beres."

"Oni Tera?"

Riva melihat ke sekelilingnya. Ruangan tempatnya berada sekarang lebih mirip ruang kerja seorang direktur sebuah perusahaan daripada markas sebuah organisasi pembunuh bayaran tertua di dunia.

"Saya mengerti apa yang ada di pikiran Nona. Nona pasti membayangkan bahwa Oni Tera adalah sebuah kuil, atau bangunan tradisional, dengan berbagai macam ornamen kuno. Bukan begitu?"

Riva tidak menjawab pertanyaan Henry.

"Jaman sudah berubah. Kita harus mengikuti perkembangan jaman, tapi tetap mempertahankan tradisi yang ada." Lanjut Henry.

"Jadi, ini Oni Tera?" tanya Riva akhirnya.

"Bukan di ruangan ini, tapi disuatu tempat di dalam gedung ini."

"Memangnya sekarang kita berada di mana? Jepang?"

Henry tertawa kecil mendengar ucapan Riva.

"Nona juga masih mengira kalau Oni Tera harus berada di Jepang?"

"Dimana kita?"

"London..."

"London?"

Suara gerakan orang terdengar jelas oleh telinga Daisuke yang terlatih. Saat pemuda kurus itu menoleh ke belakang, dua orang Onimusha terlihat menuju ke arahnya dalam posisi menyerang menggunakan shinobigatana.

"Kita ketahuan!"

Daisuke cepat mengulurkan kedua tangannya. Empat buah jarum seketika itu keluar dari sela-sela pergelangan tangan kiri dan kanannya. Masing-masing penyerangnya mendapat 'hadiah' dua buah jarum menancap di lehernya, membuat mereka roboh.

MAWAR MERAH MATAHARI : Unpublished StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang