Polinomial

9.6K 393 15
                                    

BEL sekolah berbunyi bersahutan dengan derap langkah anak-anak di koridor. Satu persatu dari mereka kemudian lenyap, masuk ke kelas masing-masing meskipun di dalam kelas hanya melanjutkan obrolan yang tertunda diganggu bel.

Di sudut ruangan, ada seorang anak yang tidur karena kelelahan akibat semalam mengatur parkir di acara pelepasan guru Matematika yang dilaksanakan di sekolah. Nasib ekstra patroli adalah harus mengatur parkir dan lain-lain di saat ada event penting. Bahkan, terancam tidak mengikuti acara demi kelangsungan dan kesejahteraan rakyat sekolah.

"Hei sobat-sobat misquen sudah sarapan kah hari ini?" tanya seorang siswi dengan seragam kekecilan ala kids misquen yang nggak ada baju buat beli lagi.

"Sinting nih orang. Harusnya 'sudah baca Quran kah hari ini'?" timpal seorang anak laki-laki yang sudah membuka bekalnya pagi-pagi.

"Nah, itu dia sobat misquen! Gib, lo kan anak rohis tuh. Boleh lah kenalin gue sama remas yang bisa ngebimbing gue menuju kebenaran. Kalo bisa, plus plus menuju surga, yah!" pesannya.

"Aww, remasshh!" pekik Ibran yang tengah memasang kalender tahun baru, membuat semuanya yang ada di kelas tertawa.

"Yang bisa ngebimbing menuju surga nggak mau pacaran sama lo, Dir!" jawab Giben telak. "Temen tubir lo kok nggak ada suaranya, kemana?" tanyanya.

"Cieeee.." Dira spontan mengolok. "Giben naksir Zara, woy!!"

Giben berdiri, menuju tempat duduk Dira dan memukulnya keras-keras. Tak sampai situ, Dira dengan sifat kolokannya itu tetap berisik dan mengolok Giben dengan segala kekuatannya, mengundang gelak tawa dari semua teman-temannya.

"Iya, tapi bener. Kemana tuh si kupu-kupu malam?" Agus selaku ketua kelas menanyakan kondisi anak buahnya yang memang dari pagi belum nampak.

Dira mendongakkan dagunya menuju ke pojok kelas, "Noh, banyak job dia semalam."

Azzara yang merasa diperbincangkan, sontak duduk tegap dan mengumpulkan kewarasan serta kekuatannya untuk mengumpati semua kawan-kawannya.

"Banyak job ndasmu!" ucapnya.

"Astagfirullah, Kang Giben!! Mbak Zara bilangnya kasar nih!" protes Dira kemayu.

"Abis ngelem sekilo ya, Beb?" Kahfi turut menambahi, membuat Zara jengah dan memutuskan keluar kelas.

"Woy, Ra! Udah masuk, kali!" teriak Dira.

Zara mengibaskan tangannya, kemudian berlalu lagi. Tanda bahwa ia tidak peduli. Sebab, yang dibutuhkannya saat ini adalah cuci muka. Supaya wajahnya bisa segar kembali.

"Anjir! Kalo mau cabut ajak-ajak lah, woy!!" Dira berlari mengikuti Zara keluar kelas.

"Ajak ngomong aja tuh sampai berbusa. Nggak akan mau jawab tuh si Zara," ucap Ibran.

"Kenapa?" tanya Kahfi.

Ibran menggidikkan bahunya, "Nggak tau. Biasa, singa bangun tidur."

*

"Anjir, kan. Udah ada guru. Gue bilang nggak usah masuk, Ra. Kita ke kos lo aja, yuk? Matematika nih, Ra. Pak Umar, Ra. Pak Umar!! Eling marang gusti pangeran, Ra, Pak Umar si pencabut ponsel, woy!!" Dira merengek sembari menarik-narik lengan Zara untuk tidak masuk ke kelas.

AdiksiWhere stories live. Discover now