|•12^

4.1K 441 61
                                    










"Tidak!"

"Mwo?"



"Aku bilang T.I.D.A.K! apa perlu aku berteriak tepat di lubang telinga mu?"




"Tapi, hyung. Aku harus ikut kemana pun kau pergi. Aku tak mungkin membiarkan mu pergi jauh dari ku tanpa pengawasanku."




"Aku sudah memberi tahu mu. Pilih salah satu dari yang sudah ku berikan tadi."



"Tapi hyung tidak bilang jika aku tidak boleh ikut kan?"


"Tanpa terkecuali jungkook."



"Oh ayolah hyung, aku tidak mungkin membiarkan mu pergi seorang diri. Apa lagi ke negara orang. Itu tidak akan hyung."


"Begitu? Baiklah. Jadi itu pilihan mu kan? Kalau begitu, kita akhiri hubungan ini. Dan angkat kaki dari apartment ku. Pulang lah ke kampung an ikut dengan eomma. Jangan pernah lagi kau menampakan wajah mu di hadapan ku."


"Mwo? Yak hyung! Bagaimana bisa begitu."


"Terserah kau mau terima atau tidak jadi sekarang silahkan kemasi barang mu dan pergi dari sini."




Jimin berlalu begitu mendesam jungkook untuk meninggalkannya. Ia berjalan ke kamar menutup pintu cukup keras terdengar suara dentuman. Jungkook masih memproses ucapan jimin barusan.


Di balik pintu jimin menahan sesak. Ia ingin menangis namun tak mampu. Ia hanya tersenyum samar. Begitu terlihat jelas jika senyuman nya hanya sebuah kebohongan belaka. Jimin menepuk dada sebelah kirinya. Sesak memang, namun ini adalah pelajaran untuk bocah tengik yang semena mena membuat jimin terlalu jatuh. Heol, jimin tahu, begitu sangat tahu isi hati adiknya seperti apa. Ia hanya ingin menguji, seberapa besar rasa cinta jungkook demi melindungi dirinya. Namun di balik semua itu. Jimin sesungguhnya sangat bahagia dengan sikap posesif jungkook. Hanya saja, untuk kali ini. Ia ingin lebih egois dari Jungkook. Tak ingin sama sekali ia menyakiti hati adik yang ia sayang. Bahkan tidak sedikit pun ia memiliki niat untuk mengusir jungkook. Namun, ini demi mimpinya. Ia tak ingin seorang pun mencoba menghalangi mimpi yang selama ini ia nantikan.






Perjuangan demi mendapat beasiswa itu terbilang sangat sulit. Apa lagi begitu banyak pesaing yang juga ingin mendapat beasiswa itu. Jadi jimin tak akan menyia nyiakan kesempatan ini. Kesempatan tak datang dua kali bung. Jadi sampai jungkook jungkir balik dan terjun dari atas pohon kelor pun jimin tetal pada pendiriannya.






Jimin berjalan menuju tampat tidur, melihat ke meja nakas yang dimana benda kesayangannya tergeletak di sana. Jimin meraih benda persegi panjang itu. Membuka layar kunci dan mencari panggilan terakhir yang ia hubungi.



"Yeobseo, h-hyung. Aku akan pergi. Sudah ku putuskan dan aku ingin kau ikut bersama ku hyung."

"...."


"Hmm, arraseo. Gomawo hyung, aku akan bersiap. Dan jemput aku besok pagi ya hyung."

"..."



"Ne, jaljayo namjoon hyung."


Pip!



Setelah panggilan berakhir jimin memutuskan untuk bersiap. Memilih beberapa stel pakaian hangat juga santainya. Memasukan ke dalam koper. Namun kegiatannya terhenti saat menemukan foto masa kecilnya dengan jungkook di bawah tumpukan baju miliknya.


Dimana jimin yang tengah mencebikan bibirnya dan Jungkook yang mencium pipi kanannya. Jimin tersenyum pahit kala mengingat masa kecilnya. Dulu tidak seperti sekarang. Semua talah berubah. 'aku harap kau bisa mengerti kookie.'


YOUNGER BROTHER OVER SEXWhere stories live. Discover now