1

25.1K 2K 75
                                    

Musim Dingin, 2010

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Musim Dingin, 2010

Saat itu akhir musim dingin, Park Jimin, bocah berusia sepuluh tahun itu berdiri di depan pintu sebuah rumah paling besar di antara rumah tradisional lainnya di desa Chansaem. Uap mengepul dari bibir tebal Jimin, pertanda anak itu tengah kedinginan. Jelas saja, Jimin hanya memakai mantel tipis di atas kaos hitamnya yang juga tipis, mencangklong ransel, dengan sebuah kotak kayu di tangannya.

Ragu, tangan kecil Jimin harus berjinjit untuk menekan bel rumah, mungkin tiga sampai empat kali. Sampai seorang wanita paruh baya membuka pintu, menatap Jimin dari atas sampai bawah, kemudian tersenyum kecil.

"Maaf nak, kalau mau meminta sumbangan.."

"Aku mau bertemu Kim Eun Woo." suara Jimin terdengar seperti cicitan, namun masih bisa didengar dengan cukup baik oleh wanita itu.

"Ada perlu apa kau ingin bertemu tuan besar, nak?" tanya wanita itu lagi.

Jimin memandangi kotak peninggalan dari mendiang ibunya yang dari tadi dia dekap erat, "Aku ingin bertemu ayahku."

-----

Park Jimin, mendengar segala pertengkaran dan teriakan itu dengan jelas di telinganya meski ada dinding tebal yang membatasinya dengan ruangan di sebelah. Ruangan di mana seorang pria tengah bertengkar hebat dengan wanita berusia enam puluhan yang Jimin lihat sekilas tadi duduk di kursi roda.

Jimin memeluk ranselnya erat, mungkin keputusannya datang ke rumah ini salah. Mungkin ibunya salah memberitahunya bahwa ayahnya ternyata masih hidup, bahwa ayahnya hidup bahagia dengan keluarganya yang hidup sangat berkecukupan sementara Jimin dan ibunya hanya hidup berdua di rumah petak kecil dekat tempat pembuangan sampah.

Jimin tidak tahu apa yang ada di dalam kotak itu, dia tidak pernah membukanya sampai detik ini. Dia hanya mengikuti perkataan ibunya untuk datang ke kediaman Kim Eun Woo di desa Chanseum, dan ia akan bertemu dengan ayahnya.

"Hey,"

Jimin mendongak, seorang anak kira-kira seumuran dengannya, mungkin, Jimin hanya menebak. Tengah berdiri di depannya, tangannya memegang piring pipih dengan kue di atasnya, anak itu menyodorkan kue itu pada Jimin.

"Hari ini ulang tahunku, tapi tidak ada yang datang. Ini untukmu."

Jimin menatap kue dan mata anak itu yang mengerjap-ngerjap, mata bulat yang nampak jernih. Tanpa sadar, Jimin mengambil kue itu.

"Taehyung."

Anak itu, yang dipanggil Taehyung menoleh, pria dan wanita tua yang tadi Jimin lihat masuk. Jimin mendadak gugup, bahkan tidak berani untuk menatap pada pria yang Jimin ingin percayai sebagai ayahnya.

"Nenek." Taehyung berlari pada neneknya, memeluk leher sang nenek erat. "Nek, lihat, aku punya teman baru." Taehyung menunjuk pada Jimin.

Kim Eun Woo berjongkok di sebelah Taehyung, mengusap pipi anak nya lembut. "Dia bukan hanya temanmu, Taehyung. Tapi dia juga saudaramu, dia kakakmu."

Mata bulat Taehyung melebar. terkejut, "Benarkah? dia kakak ku?"

Eun Woo mengangguk.

Wanita tua itu mendengus, menarik cucunya mendekat. "Jangan bicara sembarangan, Eun Woo. Dia tidak akan pernah jadi bagian dari keluarga ini, dia bukan saudara Taehyung. Cucuku hanya Kim Taehyung." katanya, "Taehyung, antar nenek ke kamar. Nenek lelah."

Taehyung kecil hanya menurut, dia tidak tahu apa yang terjadi. Tapi dia percaya perkataan ayahnya, dan di hari ulang tahunnya, dia mendapat saudara, bukankah itu hadiah paling luar biasa?

"Jimin."

Untuk beberapa alasan, tubuh Jimin meremang ketika mendengar suara yang dalam dan tegas itu. Jimin mendongak, Eun Woo berjalan ke arahnya. Jimin memiliki banyak pertanyaan, dia ingin sekali bertanya kenapa ayahnya meninggalkan Jimin dan ibunya. Jimin pikir dia akan mendapat pelukan, mungkin kecupan di pucuk kepala seperti yang sering Jimin lihat ketika teman-temannya dijemput ayah mereka.

Jimin salah, tidak ada pelukan, apalagi kecupan. Yang ada hanya satu kalimat yang meluncur keluar dari bibir Kim Eun Woo.

"Mulai sekarang, kau bukan lagi Park Jimin. Kau, Kim Jimin." []

APRICITY ✔   [ SUDAH TERBIT ]Where stories live. Discover now