10

8.1K 1.5K 51
                                    

Ujung pensil itu menjelajah di atas kertas putih,  memindahkan objek yang tengah berlarian mengejar kupu-kupu di sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ujung pensil itu menjelajah di atas kertas putih,  memindahkan objek yang tengah berlarian mengejar kupu-kupu di sana. 

Tawa Kim Taehyung memasuki pendengaran Jimin. Membuat pemuda yang tengah larut dalam sketsanya itu menghentikan pergerakannya,  mata kecilnya menatap Taehyung di sana,  di tepian danau sementara Jimin sendiri duduk di bawah pohon,  bersandar di samping sepeda yang juga disandarkan di sana. 

Jimin tidak ingat kapan terakhir kali dia bisa tertawa selepas itu,  tawa selepas Taehyung tertawa,  tersenyum selebar Taehyung tersenyum.  Bahagia seperti yang Taehyung perlihatkan. 

Sepertinya,  bahagia itu tidak pernah digariskan Tuhan pada hidupnya,  sepertinya bahagia yang dia inginkan tidak bisa dia dapatkan di sana,  bahkan di tengah keluarganya sendiri. 

Jimin kembali pada sketsanya,  menebalkan garis alis Taehyung,  turun ke hidung mancungnya,  mengukir senyum di sketsa wajah itu.  Bahkan,  meski hanya berbentuk sketsa,  Taehyung terlihat sangat bahagia. Segala yang ada di dalam kehidupan Taehyung terkadang membuat Jimin iri,  meski dia simpan rapat-rapat perasaan itu.

Taehyung berlari ke arah Jimin dengan napas terengah,  lalu mendudukan dirinya di samping Jimin.

"Coba aku lihat." tanpa persetujuan,  Taehyung mengambil buku gambar Jimin.  Keningnya berkerut melihat gambar itu.  "Hey,  sepertinya mataku tidak sebesar ini, lalu ini.." Taehyung menunjuk pada lekukan senyumnya. "Kenapa senyumku selebar ini?  Aku terlihat sangat bahagia di sini." komentarnya.

Jimin menghela,  ingin memejamkan matanya,  sengatan matahari masih bisa menembus dahan pohon yang menaunginya. "Kau memang terlihat seperti itu,  selalu bahagia."

"Aku jarang melihatmu tersenyum."

"Berarti aku tidak pernah bahagia. Dan aku,  tidak ingin pura-pura bahagia." jawaban yang sangat sederhana,  namun entah kenapa membuat Taehyung sesak oleh rasa sakit. 

"Setiap orang pernah berpura-pura bahagia, Jim."

Jimin membuka matanya,  menoleh pada Taehyung,  "Kau juga?" tanyanya,  "Apa kau juga sedang berpura-pura bahagia?"

"Menurutmu?"

Kedua mata itu saling menatap,  Jimin mencoba mencari jawaban dari pertanyaannya pada manik cemerlang Taehyung.  Yang dia dapat hanya mata polos yang tidak pernah berubah saat menatapnya sejak pertemuan pertama mereka,  teduh.

Taehyung melemparkan pandangan ke arah danau,  "Ayo kita lomba."

"Lomba apa?  Jangan aneh-aneh."

Taehyung berdiri,  "Lomba siapa yang bisa melempar batu lebih jauh di danau dia yang menang. Yang kalah,  harus mengambulkan apapun permintaan yang menang. Bagaimana?"

Jimin berdecak,  kembali menutup matanya,  "Aku tidak mau."

"Ah!  Kau pasti takut,kan? Kau takut kalah dariku,  kan?" Taehyung tertawa mengejek Jimin. 

Jimin membuka matanya lagi,  menyipit pada Taehyung.  Sebisa mungkin Taehyung tidak melepaskan tawanya.  Dia tahu,  Jimin setelah ini akan berubah pikiran.  Sangat mudah untuk memanas-manasi Jimin,  Taehyung sudah sangat tahu bagaimana Jimin,  tapi sepertinya,  Jimin melewatkan sesuatu tentang Taehyung,  sesuatu yang mungkin hanya diketahui oleh Taehyung saja. 

"Aku tidak pernah takut pada apapun."

Taehyung tersenyum miring, "Kalau begitu,  buktikan." Taehyung berlari ke pinggiran danau,  mencari batu yang tidak terlalu besar dan sesuai dengan ukuran tangannya. 

Sementara itu,  Jimin melakukan hal yang sama. Dia tidak pernah bermain permainan seperti ini.  Menurutnya ini konyol,  tapi Jimin jadi tertantang karena kata-kata Taehyung barusan mengusik harga dirinya.

Taehyung lebih dulu berdiri di pinggir danau,  bersiap melempar batunya, batu itu membuat tiga pantulan di air danau.  Jimin melakukan hal yang sama,  tapi rasanya dia sedang kurang beruntung, batu Jimin hanya membuat dua pantulan dan jelas kalah dari milik Taehyung. 

Jimin mengerucutkan bibir,  kesal.  Sementara Taehyung bersorak riang, menjulurkan lidahnya seraya membuat gerakan lucu untuk meledek Jimin.

"Kau kalah, Jim!" sorak Taehyung.

Jimin menghela,  kemudian duduk di rerumputan.  "Aku memang selalu kalah darimu,  Tae."

Taehyung tersenyum kecil,  berdiri tepat di hadapan Jimin, membelakangi matahari. 

"Karena aku menang,  kau harus mengambulkan permintaanku."

Jimin berdecak,  "Jangan minta yang aneh-aneh."

Taehyung menggeleng,  "Aku hanya minta satu hal.  Jangan pergi, Jim.  Jangan tinggalkan keluarga kita. Mudah,kan?"

"Kau sengaja,ya?"

Taehyung hanya menyengir,  kemudian mengulurkan kelingkingnya, "Berjanjilah."

Jimin menatap kelingking yang terulur di depan wajahnya itu,  lalu pada wajah Taehyung yang menatapnya penuh harap.

"Ya,  aku janji." Jimin mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Taehyung.
Sekali lagi,  senyum kotak itu tercipta di wajah Taehyung, lalu berubah menjadi cengiran lebar.

"Yang terakhir sampai rumah harus traktir es krim selama satu minggu!" Taehyung menjulurkan lidah, mendorong Jimin kemudian berlari ke arah sepedanya.

"Yak!  Kim Tae!" Jimin berteriak mengejar Taehyung. 

Taehyung sudah menaiki sepedanya,  mengayuhnya berputar-putar pinggir danau lebih dulu dengan Jimin berlari di belakangnya.

"Kejar aku kalau bisa,  Jimin! Hahaha!"

"Awas kau, ya!"

Matahari musim panas menyinari air danau,  menyinari dua wajah yang tertawa dan terlihat bahagia. Jimin tertawa,  tawa lepas sambil mengejar Taehyung di atas sepedanya. 

Biarkan kali ini Jimin merasakan kebahagiaannya, biarkan kali ini Jimin tertawa, biarkan Jimin melupakan semua rasa sakitnya.[]

.
.
.

P. s : Cerita ini (mungkin)  akan sangat singkat,  alurnya juga cepat,  karena ya..  Ini cuma selingan dari Melliflous yang.. Masih sangat abu-abu

Anywy,  aku buka PO-2 Out Path lagi! Cek work Our Path untuk informasi selengkapnya.

Regards,
-A-

APRICITY ✔   [ SUDAH TERBIT ]Where stories live. Discover now