11

7.7K 1.4K 46
                                    

Taehyung, baru saja keluar dari salah  satu bilik kamar mandi,  berniat membasuh wajah kemudian ketika tiga orang murid yang dia ketahui adalah murid di kelas Jimin - Jihoon, Min Ho,  dan Jong In menghadang jalannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Taehyung, baru saja keluar dari salah  satu bilik kamar mandi,  berniat membasuh wajah kemudian ketika tiga orang murid yang dia ketahui adalah murid di kelas Jimin - Jihoon, Min Ho,  dan Jong In menghadang jalannya. 

Jihoon menutup pintu,  menyandarkan punggungnya sembari bersidekap.  Jong In mendorong tubuh Taehyung hingga membentur tembok,  cukup keras tapi Taehyung tidak bereaksi apa-apa selain menatap mereka dengan pandangan bingung bercampur takut.

"Wah,lihat siapa yang kita temui di kamar mandi." Min Ho tersenyum mencemooh,  "Tuan muda Kim Taehyung."

"M.. Mau apa kalian?"

"Hey,  kenapa kau ketakutan seperti itu?" Min Ho menepuk pipi Taehyung pelan.

"Biarkan aku pergi dari sini."

Jihoon terkekeh,  "Kenapa buru-buru?  Kau tidak ingin bicara pada kami?"

Taehyung menunduk, dia sudah sering mendapat perlakuan tidak mengenak kan dari teman-temannya di kelas.  Mengejeknya dengan sebutan tuan muda hanya karena keluarga Taehyung berada lebih di atas dari mereka.

Nyatanya,  menyandang nama keluarga yang terpandang di desa itu hanya membuat Taehyung semakin berkecil hati,  dia bahkan tidak memiliki keberanian saat Min Ho mendengakan dagu Taehyung agar menatap pada pemuda itu.

"Lihat kami kalau kami sedang bicara padamu!  Apa tuan muda ini tidak tahu tata krama?" lalu Min Ho mendengkus sembari bersidekap,  "Atau jangan-jangan dua penerus keluarga Kim memang tidak tahu aturan?"

Taehyung meremat ujung blazer hitamnya,  dia sangat tidak suka keadaan seperti ini.  Bahkan dengan bodohnya dia merapalkan nama Jimin di dalam hati,  berharap saudaranya itu secara ajaib datang tiba-tiba dan menolongnya sekarang.

"Apa kau sedang berharap Jimin akan menolongmu sekarang?" tanya Jihoon seolah tahu apa yang ada dalam pikiran Taehyung.  "Kau akan melaporkan kami padanya?  Lalu dia akan memukuli kami seperti yang dia lakukan pada sepupuku?!" suara Jihoon meninggi.

Mata Taehyung sedikit melebar,  terkejut dan tidak mengerti.  "Apa
maksudmu?"

Jihoon mengusap rambutnya,  merotasikan mata dengan jengkel,  "Jangan bersikap seolah kau tidak tahu apa yang sudah Jimin lakukan pada Ong Seung Woo, apa kau tidak berpikir kenapa tiba-tiba dia dan keluarganya pindah? Kau pikir karena siapa?!" Jihoon menendang pintu salah satu bilik kamar mandi yang terbuat dari seng hingga berbunyi nyaring,  "Itu
karena Jimin!"

"T.. Tapi,  kenapa?"

Taehyung mengingat-ingat,  beberapa bulan yang lalu,  saat musim semi,  Ong Seung Woo dan keluarganya tiba-tiba saja pindah dari desa itu,  ibu dan ayahnya adalah pekerja di ladang keluarga Kim,  salah satu pekerja yang paling lama di sana,  itu yang Taehyung tahu. 

Seung Woo adalah salah satu dari mereka yang sering mengusili Taehyung di kelas,  tak jarang menjadi otak dari pembully an Taehyung. 

Taehyung ingat,  Seung Woo pergi beberapa hari setelah pemuda itu melukai tangan Taehyung,  meski Seung Woo bilang dia tidak sengaja melakukannya. 

Apa Jimin tahu?

Taehyung tersentak ketika Min Ho menarik rambut belakangnya dengan tiba-tiba.  Menatapnya garang,  di balik sorot matanya yang tajam.
"Dengar,  kami tidak takut kalau kau mau melaporkan kami pada saudaramu itu,  kami akan dengan senang hati menghajarnya.  Aku justru kasihan padamu,  Taehyung." Min Ho menatap Taehyung dari atas sampai ke bawah, "Tidak punya teman,  dan aneh. Lemah,  selalu bersembunyi di balik punggung saudaramu. Apa jadinya kalau Jimin tidak ada?"

Tatapan Taehyung berubah kosong,  meresapi perkataan Min Ho barusan seperti menohoknya begitu keras.  Bahkan,  Taehyung tidak sadar saat ketiga anak itu meninggalkan Taehyung di sana.

Tatapan Taehyung masih tertuju pada lantai,  namun dalam pikirannya, satu kalimat Min Ho barusan begitu membekas.

Apa jadinya kalau Jimin tidak ada?

***

Pemuda itu menggoreskan pisau kecil pada permukaan lengannya tanpa keraguan. 

Bahkan,  saat goresan itu mulai mengeluarkan darah,  Taehyung tetap diam. Ekspresi dan tatapannya kosong,  gelapnya tempat itu tidak juga membuat Taehyung takut. 

Beberapa helai daun berjatuhan dekat kakinya terbawa angin musim gugur,  beberapa tetes darah jatuh ke atas helaian daun memberi warna merah pada kuningnya daun musim gugur. 

Matahari sudah terbenam sejak tiga puluh menit yang lalu,  dan sejak satu jam yang lalu Taehyung duduk di tepian danau, bahkan pemuda itu melewatkan jam malam di sekolahnya yang dikhususkan untuk mereka yang berada di tahun ketiga sekolah menengah atas. 

Taehyung hanya ingin di sana,  dengan teman kecil yang selalu dia bawa kemana-mana.

Siapa yang akan menduga, Taehyung membawa benda tajam kecil itu di dalam tasnya setiap hari. Siapa yang tahu kalau di balik seragam sekolahnya,  atau baju lengan panjang yang selalu dipakainya, terdapat bekas goresan hasil karya Kim Taehyung. 

Kata-kata Min Ho tadi siang benar-benar memberi dampak  pada Taehyung,  bagaimana dia baru menyadari kalau selama ini dia seperti bergantung pada Jimin secara tidak langsung,  bagaimana Taehyung sangat lemah bahkan untuk membalas perlakuan buruk terhadapnya dan Jiminlah yang harus diam-diam membalaskannya. 

Aneh dan lemah,  Taehyung membenci dirinya yang seperti itu,  Taehyung memberikan satu goresan lagi di lengannya.

"Kau aneh Kim Taehyung!" katanya,  "Kau aneh dan lemah!  Kenapa kau tidak bisa merasakannya?  Kenapa kau tidak bisa merasakan apa-apa?!"

Taehyung meremas gagang pisaunya,  kemudian menancapkannya berkali-kali di rumput. 

Kepalanya menengadah ke atas,  bahkan dia tidak bisa melihat hamparan bintang seperti biasanya,  kunang-kunang yang selalu muncul pun kali ini tidak terlihat.

Taehyung tenggelam dalam kegelapan, kegelapan malam dan dirinya sendiri. 

***

Pukul sembilan malam,  Taehyung baru memasuki halaman rumah keluarga Kim. Siap memasang wajah dengan topeng bahagia yang selama ini dia perlihatkan. 

"Kau baru pulang?"

Taehyung baru saja akan membuka pintu,  dia berbalik,  di belakangnya,  Jimin bersandar pada pilar sembari memasukan tangannya ke saku celana pendeknya.

Taehyung tersenyum,  "Ya, jam malam.  Kau pasti tidak ikut jam malam,kan, Jimin?" Taehyung sudah seperti hapal betul apa saja yang saudaranya lakukan.

Jimin mendekat,  tatapannya kali ini terlihat memindai Taehyung. "Kau tidak sedang berbohong padaku,kan?"

Taehyung menggeleng cepat,  Jimin menyipit,  lalu tangannya terulur mengusap kepala Taehyung membuat Taehyung membeku di tempat. 

"Masuklah, bibi Nam membuat makanan kesukaanmu." lalu Jimin mendahului Taehyung masuk ke dalam. 

Punggung Jimin semakin terlihat mengecil saat pemuda itu menaiki anak tangga menuju kamarnya. 

Sementara Taehyung masih berdiri di depan pintu,  lagi-lagi pikirannya tertuju pada satu kalimat yang sama yang sedari tadi berkelebat di benaknya.

"Jimin,  apa jadinya jika kau tidak ada di sini?"

APRICITY ✔   [ SUDAH TERBIT ]Where stories live. Discover now