19

12.6K 1.6K 138
                                    

Jimin berderap cepat menaiki tangga flatnya, tidak menyangka kalau hari ini cuaca akan memburuk dengan salju yang semakin lebat dan dingin yang semakin menusuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jimin berderap cepat menaiki tangga flatnya, tidak menyangka kalau hari ini cuaca akan memburuk dengan salju yang semakin lebat dan dingin yang semakin menusuk. Pikirannya hanya satu, cepat sampai dan meringkuk di bawah selimut.

Ini salah satu hari yang panjang untuk Jimin, dia pergi pagi buta tadi karena membantu Paman Ahn merapikan gudang rumahnya yang akan dipakai sebagai tempat mengajar kerajinan untuk ibu-ibu di sekitar daerah itu.

Bukan Paman Ahn yang mengajar, tentu saja. Paman Ahn lebih hapal cara membetulkan mesin mobil boxnya, katanya, ketimbang cara menyulam atau menganyam. Yang mengajar anak Paman Ahn yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Seoul.

Jimin baru akan memasukan anak kunci ke lubangnya, ketika pintu di belakangnya terbuka dan Seokjin memanggilnya.

"Ada apa?" tanya Jimin.

"Ada yang mencarimu." katanya.

Jimin mengerutkan kening, namun detik berikutnya tubuhnya menegang, begitupun raut wajahnya yang nampak terkejut bercampur bingung. Eun Woo, muncul di belakang Seokjin, menyunggingkan senyum tipis padanya.

Jimin ulangi, Kim Eun Woo, ayahnya, ada di hadapannya sambil tersenyum. Apa ini mimpi? Oh, atau jangan-jangan ini halusinasi karena hujan salju di luar? Namun saat Eun Woo mengucapkan terima kasih pada Seokjin dan berdiri tepat di hadapannya, Jimin sadar ini bukan mimpi.

"Ayah?"

Belum sempat keterkejutan Jimin hilang, hal mencengangkan lainnya sekaligus membuat dadanya berdesir dan detak jantungnya untuk beberapa saat berhenti lalu berubah menjadi debaran kencang adalah, Eun Woo menarik tubuhnya, mendekap Jimin dalam pelukannya yang terasa hangat, sangat erat, dan nyaman.

"Akhirnya, ayah menemukanmu, Jimin." katanya, tangan Eun Woo membelai rambut Jimin, juga punggung sempit anaknya itu.

Jimin terlalu terkejut, bahkan dia tidak sadar kalau air matanya sudah menetes. Membasahi kemeja merah darah yang dikenakan sang ayah. Jimin tidak membalas pelukan itu, bukan tidak ingin, tapi tangannya terasa kaku begitupun tubuhnya.

Eun Woo melepaskan pelukannya, kedua tangannya menangkup pipi Jimin, ibu jarinya menghapus air mata yang meleleh di pipi Jimin. "Kenapa kau jadi kurus seperti ini, nak? Apa kau tidak makan dengan baik selama di sini?" tanyanya.

Jimin mengerjap, segera setelah kesadarannya kembali Jimin bergerak mundur, kembali membuat jarak dengan Eun Woo.

"Sebaiknya kita masuk ke dalam."

***

Ini, adalah menit ke dua puluh dan masih tidak ada yang mau membuka percakapan. Oh, bukan tidak mau, mereka hanya bingung harus memulai dari mana. Jimin dengan banyak pertanyaan di pikirannya, sementara Eun Woo yang sedang menyiapkan hatinya untuk menjelaskan semua kesalah pahaman ini pada Jimin.

APRICITY ✔   [ SUDAH TERBIT ]Where stories live. Discover now