13

7.4K 1.4K 86
                                    

Jimin tetap diam saat tangan Kim Eun Woo menampar wajahnya dengan keras, suara tamparannya mungkin bergema memenuhi lorong rumah sakit desa yang sepi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jimin tetap diam saat tangan Kim Eun Woo menampar wajahnya dengan keras, suara tamparannya mungkin bergema memenuhi lorong rumah sakit desa yang sepi. 

Pipi itu memerah,  terasa panas,  dan perih.  Namun lebih dari itu,  hati Jimin lah yang terasa sakit dan perih.  Disalahkan atas semua yang tidak dia lalukan,  meski memang,  sebagian adalah salahnya.

Salahnya mendorong Taehyung untuk menghentikan aksi gilanya menyakiti diri sendiri guna mengetahui apa itu rasa sakit meski pemuda yang sekarang sedang berada di ruang operasi tahu, dia tidak akan bisa merasakannya. 

Salahnya,  yang tidak tahu bagaimana keadaan Taehyung yang sebenarnya.  Bagaimana keputus asaan pemuda itu dibalik topeng  bahagia yang dia perlihatkanlah selama delapan tahun ini pada Jimin.

"Sejak awal aku sudah menduga hal ini akan terjadi!" Yu Na berang,  wanita itu menudingkan telunjuknya pada Jimin yang menatap ujung sandalnya.  "Dia ini pembawa masalah sejak awal!  Anak tidak tahu terima kasih!  Kau seharusnya berterima kasih karena kami masih menerimamu di keluarga ini!  Kalau tidak,  mungkin kau sudah jadi gelandangan di luar sana! Dan ini balasanmu?  Kau ingin membunuh cucuku?  Iya?  Kenapa kau ingin membunuhnya?!  Kau ingin menikmati kekayaan keluarga Kim?  Apa itu yang ibumu ajarkan sebelum perempuan rendah itu mati?!"

Jimin meremas pinggiran celananya kuat,  tidak memperdulikan perban di telapak tangannya yang sudah kembali berwarna merah karena darah Jimin kembali merembes,  pemuda itu memejamkan matanya erat,  dadanya naik turun karena amarah yang berusaha dia redam.

Jimin masih bisa terima jika neneknya selalu berbicara sinis tentang Jimin,  menghina Jimin pun dia tidak apa.
Tapi jika wanita itu sudah berani berkata yang macam-macam tentang ibunya,  sepertinya Jimin sudah sampai di ambang batas kesabarannya.

Bahkan,  seekor mangsa pun akan melawan pada predatornya.

"Nenek tahu apa tentang ibuku?" Jimin bicara,  menatap mata neneknya dan sang ayah. "Kalian tahu apa tentang hidup kami berdua?!" Jimin tidak peduli jika mereka sedang berada di rumah sakit,  Jimin tidak ingin mengalah lagi,  tidak jika mereka sudah merendahkan ibunya seperti ini. 

"Kalian pikir aku bahagia di sini?  Kalian pikir harta dan kehormatan kalian itu penting untuk ku?!  Kalian pikir aku senang menyandang nama Kim ini?!  Aku lebih baik tetap jadi Park Jimin yang miskin!" jeritnya.

"Lihat, Eun Woo." Yu Na beralih pada anaknya, "Harusnya kau mendengarkan aku! Anak perempuan rendah ini sudah benar-benar kelewat batas!"

"Ibu!" Eun Woo meninggikan suaranya. Untuk sesaat, Jimin dapat melihat wajah tegang Eun Woo juga ekspresinya yang terlihat tidak terima dengan perkataan ibunya itu.

Namun Jimin tidak ingin mengharapkan lebih dari ayahnya yang bahkan tidak pernah menatapnya sama seperti pria itu menatap Taehyung dengan penuh kasih. 

Di tengah ketegangan itu,  pintu ruang operasi terbuka.  Seorang pria keluar dari sana,  melepaskan masker hijaunya.

"Keluarga Kim Taehyung?"

"Saya nenenknya!  Bagaimana keadaan cucu saya?"

"Operasinya berjalan lancar,  tapi pasien belum sadarkan diri karena cidera di kepalanya."

"Kapan anak saya bisa sadar?"

"Untuk itu, saya belum bisa memastikan.  Mungkin sekitar satu sampai dua hari,  atau lebih.  Tapi, semoga besok pasien sudah sadar. Pasien sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang perawatan." kemudian pria itu kembali masuk ke dalam ruang operasi.

Yu Na kembali menatap geram pada Jimin, "Kalau sampai terjadi sesuatu pada cucuku,  kau harus bertanggung jawab!  Aku tidak akan membiarkan Taehyung bertemu lagi denganmu!  Atau lebih baik kau tidak pernah ada di dalam keluarga ini.  Kami tidak membutuhkanmu!" setelahnya,  Yu Na memutar kursi rodanya,  menjauh dari sana.

Jimin melempar pandangan ke halaman rumah sakit yang gelap,  air mata sudah menggenang di sana.  Yang dia perlukan sekarang hanya seseorang yang berkata semua akan baik-baik saja.  Atau sebuah pelukan,  pelukan dari Eun Woo yang selama ini Jimin harapkan.

Tapi Jimin tahu,  mungkin sekarang ayahnya itu tidak akan sudi lagi menganggapnya anak.  Atau bahkan,  menyesal sudah menerima Jimin dalam keluarganya.

"Pulanglah."

Jimin mendongak,  Eun Woo sudah berbalik pergi,  melangkah menjauh dari Jimin yang masih bertahan di sana.

Mungkin benar,  memang sejak awal keluarga ini tidak membutuhkan seorang anak bernama Park Jimin.

***

Ibunya bilang,  rumah adalah tempat di mana keluarga saling berkumpul.  Di mana pun itu,  selama ada keluargamu di sampingmu,  mereka adalah rumahmu untuk kembali.

Tapi bagi Jimin,  rumah itu tidak pernah ada.  Rumah itu berbeda dengan rumahnya bersama ibunya yang hangat meski hanya sebuah petak sempit.

Rumah keluarga Kim masih sama dinginnya seperti saat salju turun delapan tahun tahun lalu, ketika dia datang ke sana. 

Anak kecil dengan mantel tipis,  mengharapkan kehangatan sebuah keluarga dari seorang ayah yang tidak pernah dia ketahui. 

"Ibu," Jimin mengambil selembar foto dari dalam laci meja belajarnya,  foto kusam yang diambil saat ulang tahun kesepuluh Jimin.  "Maaf, bu.  Aku tidak bisa memenuhi janjiku.  Aku tidak bisa bahagia di sini bersama ayah." Jimin mendekap foto itu sebelum memasukannya ke dalam tas.

Pergi, itu mungkin keputusan yang tepat.  Mungkin dengan perginya Jimin dari sana itu yang terbaik untuk mereka semua.  Nenek tidak akan marah-marah lagi,  ayahnya tidak akan lagi merasa jengah karena keberadaan Jimin di sana.  Dan Taehyung,  Taehyung akan lebih baik tanpanya. Mungkin.

Jimin, hanya bisa melihat tubuh yang masih terbaring tak sadarkan diri itu dari luar jendela. 

Tidak ingin masuk untuk mengucapkan selamat tinggal, meski mungkin sekarang adalah pertemuan mereka yang terakhir. 

Jimin tidak pernah menyangka, mereka akan berpisah dengan cara seperti ini,  dia tidak pernah tahu, berpisah dengan Kim Taehyung akan seberat ini. 

Dilihatnya Eun Woo mengusap kening Taehyung,  menciumnya dengan lembut. Sesuatu yang sepertinya tidak akan pernah Jimin rasakan.

"Selamat tinggal,  Taehyung.  Maaf, tidak bisa menepati janjiku." []

APRICITY ✔   [ SUDAH TERBIT ]Where stories live. Discover now