14

7.4K 1.4K 88
                                    

Hal pertama yang Taehyung lihat ketika membuka mata adalah,  langit-langit tinggi dan berwarna putih,  lalu menyusul bau obat-obatan yang menusuk hidungnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hal pertama yang Taehyung lihat ketika membuka mata adalah,  langit-langit tinggi dan berwarna putih,  lalu menyusul bau obat-obatan yang menusuk hidungnya. 

Taehyung melirik tangannya yang terpasang infus,  meraba perban yang melilit kepalanya.  Pemuda itu berusaha mengais ingatan-ingatan yang masih samar dalam pikirannya saat pintu kamar rawatnya terbuka,  ayah dan neneknya masuk ke dalam,  kedua wajah yang menampilkan ekspresi penuh syukur karena Taehyung akhirnya sadar setelah satu minggu.

"Cucuku," Yu Na langsung memeluk Taehyung.

Eun Woo tersenyum lebar,  tangannya mengusap lengan Taehyung yang memeluk neneknya.  "Syukurlah kau sudah sadar, nak."  Eun Woo benar-benar bersyukur karena Taehyung akhirnya sadar.

Taehyung melepas pelukannya dari Yu Na,  tersenyum tipis lalu melihat sekelilingnya,  "Ayah,  dimana Jimin?"

Eun Woo menelan ludah,  sementara Yu Na menghela napas kasar,memundurkan kursi rodanya.Bahkan,  hal pertama yang ditanyakan oleh Taehyung saat baru sadar adalah Jimin.

"Ayah, Jimin di mana?  Kenapa dia tidak ada di sini?" Taehyung mengulang pertanyaannya.

"Jimin.. Pergi." jawab Eun Woo.

Kening Taehyung berkerut,  "Pergi?  Maksud ayah pulang?  Nanti Jimin kembali ke sini,  kan?" dia ingin meminta maaf pada Jimin,  Jimin pasti marah padanya karena sudah melakukan hal bodoh. Dan bukankah tangan Jimin terluka saat itu?  Bagaimana luka itu sekarang?  Apa sudah Jimin obati?

Eun Woo diam,  matanya bergerak gelisah. Otaknya sedang mencari kata-kata yang tepat, bagaimana menjelaskan pada Taehyung perihal Jimin yang sudah pergi dari rumah,  bahkan dari desa itu. Pergi tanpa pesan,  menyisakan penyesalan pada Eun Woo yang tidak bisa mencegah kepergian Jimin seperti dulu dia tidak bisa mencegah Park Soo Ji pergi dari kehidupannya secara tiba-tiba, juga tanpa pesan.

"Ayah, kenapa diam saja?  Dimana Jimin?"

"Dia sudah pergi,  anak itu sudah pergi dari desa ini.  Kau tidak usah mencarinya lagi." Yu Na yang akhirnya menjawab.

Taehyung menoleh pada neneknya,  lalu pada ayahnya, mungkin Taehyung salah dengar,  mungkin neneknya hanya bercanda mengingat Yu Na tidak pernah suka dengan Jimin.  Tapi saat Eun Woo diam saja,  Taehyung meminta jawaban dari ayahnya, "Ayah, itu tidak benar,  kan?" Taehyung menarik tangan Eun Woo,  mengguncangnya keras mendesak pria itu untuk menjawab pertanyaannya,  "Ayah, jawab aku!  Jimin tidak benar-benar pergi, kan?!"

Eun Woo memejamkan matanya erat,  kemudian membukanya perlahan,  menatap manik bulat Taehyung. "Jimin sudah pergi,  Taehyung.  Ayah tidak tahu kakakmu pergi ke mana."

Taehyung menggeleng kuat-kuat,"Kenapa?  Kenapa Jimin pergi?  Dia tidak mungkin pergi tanpa alasan.  Dia sudah berjanji padaku untuk tetap di sini!" Taehyung masih mengingat dengan jelas kelingking mereka berdua terkait sebagai penanda perjanjian mereka. 

"Dia sudah mencelakaimu, Taehyung!  Kau seperti ini karena dia, dia berusaha membunuhmu!"

Taehyung melempar pandang pada Yu Na,"Nenek salah!  Aku seperti ini bukan karena Jimin!  Ini salahku,nek!"

"Berhenti membela anak itu Kim Taehyung!" Yu Na sungguh sudah muak rasanya melihat Taehyung selalu membela Jimin.  Dia tidak mungkin membiarkan cucunya celaka lagi.

"Kalian yang seharusnya berhenti menyakiti Jimin!" Taehyung berteriak,  matanya memerah. Dia meremat selimut rumah sakit kuat-kuat guna menyalurkan emosinya.  "Kalian yang sudah menyakitinya!  Karena kalian Jimin pergi!  Karena kalian Jimin mengingkari janjinya padaku!"

Sudah cukup selama ini Taehyung diam dengan segala perlakuan yang nenek dan ayahnya berikan pada Jimin.  Bagaimana selama delapan tahun ini Taehyung menjadi saksi bahwa Jimin tidak diperlakukan selayaknya keluarga.  Pemuda itu tidak mendapatkan kasih sayang yang sama dengannya.

Jimin dan Taehyung memiliki luka mereka masing-masing,  hanya bedanya,  Jimin menunjukan semua emosinya selama ini.  Kekecewaannya melalui perbuatan dan perkataannya,  sementara Taehyung,  hanya bisa memendam dalam diam dan senyum palsunya.

Satu-satunya alasan Taehyung tetap berpikir waras adalah keberadaan Jimin di dekatnya.  Lalu bagaimana kalau sekarang Jimin tidak ada?

Mata Taehyung beralih pada Eun Woo, menatap ayahnya dengan dingin,  "Ini salah ayah!  Kalau saja ayah sedikit saja memberi Jimin kasih sayang ayah,  kalau saja ayah menganggap Jimin sama seperti aku,  Jimin tidak akan pergi!"

"Tae.."

"Jimin juga anakmu,  yah." Taehyung melanjutkan kata-katanya,  "Tapi kenapa ayah tidak pernah membela Jimin saat nenek menghinanya?!"

"Kim Taehyung! Kau sudah melewati batas!" bentak Yu Na.

"Kalian yang sudah melewati batas! Kalian tidak pernah tahu bagaimana perasaan kami berdua!" Taehyung mencabut selang infusnya kasar,  membuat luka di punggung tangannya.  Dengan gerakan kasar dia menyibak selimut berusaha turun dari ranjang namun Eun Woo menahannya.

"Apa yang kau lakukan,  Taehyung?!  Kau masih sakit!"

"Lepas!" Taehyung berontak,  "Aku mau mencari Jimin! Aku mau mencari kakak ku!"

Eun Woo memeluk Taehyung erat,  berusaha menenangkan anaknya.  Dia tahu bagaimana perasaan kehilangan yang Taehyung rasakan,  dia pun merasakannya. 
Semua yang  Taehyung bilang adalah benar,  Jimin pergi karena Eun Woo tidak pernah menunjukan perasaan sayangnya pada Jimin.  Jimin pergi karena merasa tidak diterima di dalam keluarganya sendiri,Eun Woo bukannya tidak ingin menunjukan rasa sayangnya pada Jimin,  hanya saja itu terlalu sulit untuknya.

Taehyung membenamkan wajahnya pada dada Eun Woo  air mata itu lolos dari sudut matanya,  isakan itu berubah menjadi tangisan.  Dadanya sesak oleh rasa kehilangan.

"Jimin pembohong! Aku benci Jimin,ayah. Aku membencinya!"

APRICITY ✔   [ SUDAH TERBIT ]Where stories live. Discover now