DUA

7.8K 1.2K 43
                                    

Ada yang bilang, mereka yang lolos dari maut adalah mereka yang masih diberikan kesempatan untuk hidup dan menjadi lebih baik oleh Tuhan. Namjoon pikir dia adalah salah satunya, meski ini bukan tentang lolos dari maut karena Namjoon tidak pernah sekalipun bersinggungan dengan hal itu walaupun bisa dibilang Namjoon delapan tahun yang lalu bukanlah Namjoon yang hidupnya sebaik sekarang.

Atau, kalau diibaratkan Kim Namjoon yang hidup delapan tahun lalu adalah Kim Namjoon yang hidup dalam gorong-gorong gelap,  berteman dengan tikus jalanan yang membuatnya terlihat seperti sampah menjijikan. 

Masa-masa yang membawa kepahitan selepas kedua orang tuanya meninggal dan dia bagai kehilangan induknya.  Hidup tak tentu arah,  melupakan bahwa dia masih memiliki mereka yang ingin menarik Namjoon dari tempat gelap itu.

Tapi agaknya,  hanya tangan kecil itulah yang benar-benar berhasil menarik Namjoon keluar dari sana. 

Dia menamainya Kim Haneul,  anugerah yang datang dari langit,  keajaiban yang datang dari surga.  Yang mampu mengubah Namjoon menjadi lebih hidup dan Namjoon tidak pernah menyesal pernah mengambil tanggung jawab itu.

***

Namjoon,  terburu-buru memasukan hasil presentasinya ke dalam tas kerja.  Melepaskan kaca mata bacanya lalu meletakan di dalam kotak dan dimasukan ke laci meja.

Dia mematikan laptop yang masih menyala,  membuang kertas-kertas bekas coretannya ke dalam tempat sampah lalu berakhir dengan senyuman lebar ketika jarum jam menunjukan pukul tujuh malam.
"Ah, senangnya jadi Kim Namjoon." seorang lelaki bersurai pirang yang duduk di sebrang meja Namjoon mengeliat meregangkan badannya.  "Tidak pernah merasakan lembur." lanjutnya.

Namjoon tertawa,  "Harusnya,  kau menyelesaikan tugasmu tepat waktu,  hyung. Bukannya sibuk dengan room chat mencari jodohmu itu."

Ledekannya membuat bola kertas mendarat diwajahnya,  dan malah membuat Namjoon tertawa semakin keras dan lelaki yang di godanya tadi mencebik kesal. "Seokjin hyung,  kau terlihat menyedihkan kalau terus menerus melakukan kencan buta di internet seperti itu.

"Yak!  Kau! Berani sekali padaku!" lelaki itu,  Seokjin, berdiri dari tempat duduknya dengan kedua tangan berkacak pinggang,  wajahnya merah padam karena kesal dan malu,  harga dirinya baru saja dijatuhkan dengan mudahnya.  "Dari pada mengejek ku,  lebih baik kau juga mencarikan Haneul ibu baru." katanya,  niatnya ingin menjahili,  membalas dendam pada Namjoon. Tapi melihat air muka Namjoon yang berubah mendung membuat Seokjin merasa tidak enak.  "Maaf,  aku tidak bermaksud."

Namjoon mengulas senyum tipis,  "Tidak apa-apa, hyung. Aku pulang dulu,  aku harus menjemput Haneul,  dia akan marah-marah kalau aku telat menjemputnya. Dan akan susah untuk ku membujuknya."

"Sampaikan salamku pada Haneul." kata Seokjin,  dia baru bertemu dengan Haneul dua kali,  Haneul anak yang manis dan sopan. Tipikal anak yang mudah disukai oleh banyak orang.  Seperti ayahnya yang langsung disukai di perusahaan itu meski berstatus sebagai anak baru lima tahun yang lalu.

Namjoon menanggapi dengan anggukan, lalu berpamitan pada seniornya itu.  Mengambil langkah lebar-lebar menuju lift,  dia ingin cepat bertemu Haneul,  senyum anak itu adalah obat paling ampuh untuk meredakan rasa lelahnya.

***

"Haneul-ah!"

Haneul tengah menyiram bunga mawar yang baru berbunga di sebuah pot kecil ketika sang ayah memanggil namanya dari depan pintu toko. Haneul menaruh tempat penyiram bunganya lalu berlari menuju Namjoon.  Memeluk kaki ayahnya yang jenjang.

Namjoon berjongkok,  mencium rambut Haneul yang beraroma strawberry. Lalu mencubit pipi Haneul yang berwarna merah muda merona.

"Oh,  kau sudah pulang?" lelaki bersurai mint itu keluar dari balik pintu kaca dengan setelan jas putihnya.

Send My Letter to Heaven ✔Where stories live. Discover now