SEPULUH

3.6K 805 52
                                    

"Selamat datang..." Yoongi tengah memberi pupuk pada bunga yang baru saja ia tanam ketika pintu tokonya terbuka dan Yoongi hendak menyapa pengunjung yang datang.  Pikirnya,  itu pengunjung.  "Kim Taehyung?"

Taehyung nampak memperhatikan toko bunga milik Yoongi sekilas sebelum mengulas senyum pada si pemilik toko yang tengah melepaskan sarung tangannya dengan enggan.  "Selamat siang,  Yoongi-ssi." sapanya pada lelaki itu.

"Aku yakin kau ke sini bukan untuk membeli bunga." Sungguh, Yoongi tidak suka berbasi basi apalagi dengan seseorang yang tidak dia sukai,  "Apalagi datang untuk berobat padaku," lanjutnya.  "Karena kau tidak punya alasan untuk datang ke sini,  sebaiknya kau pergi sekarang. Kau tahu pintu keluarnya, kan?" Yoongi menunjuk pada pintu depan lalu berbalik,  bersiap meninggalkan Taehyung kalau saja lelaki itu tidak kembali memanggilnya.

"Aku ingin bicara...,tentang Haneul."

***

"Haneul, sudah seberapa parah kondisinya sekarang?" Taehyung agaknya ingin menggali lubang kehancurannya sendiri dengan mempertanyakan hal itu pada Yoongi.  Bahkan,  sekalipun Taehyung sudah mempersiapkan hati untuk menerima jawaban Yoongi,  Taehyung baru menyadari bahwa dia tidak akan pernah siap untuk mendengar jawabannya.

"Kau harusnya menanyakan ini pada dokter yang menangani Haneul di rumah sakit." jawab Yoongi sinis,  ekspresi wajahnya tidak pernah berubah semenjak lima belas menit yang lalu saat ia melihat Taehyung masuk ke tokonya. 

"Kau juga menangani Haneul, bahkan sejak lama,  iya,  kan? Namjoon hyung yang bilang."

Yoongi menanggapi dengan dengusan,  kemudian melipat tangannya ke dada. "Lalu apa yang akan kau lakukan kalau aku menjawab pertanyaanmu?"

"Aku akan membawa Haneul ke Amerika." jawaban Taehyung sukses membuat kening Yoongi mengerut,  namun lelaki di depannya itu tidak memberi tanggapan lain. "Banyak dokter bagus di sana,  aku yakin Haneul bisa sembuh kalau aku membawanya ke sana." Ya,  Taehyung berpikir seperti itu,  akan lebih bagus bukan kalau Haneul mendapat perawatan yang lebih baik di luar negeri?  Bukan berarti perawatan di sini kurang,  tapi Taehyung hanya ingin melakukan yang terbaik untuk kesembuhan anaknya.

"Kau mau membawanya pergi? Memisahkannya dari Namjoon?  Apa hakmu di sini, Kim Taehyung?"

"Aku ayah kandungnya!"

Yoongi tertawa sinis,  "Aku sedang berusaha untuk tidak menghajarmu, jangan coba menguji batas kesabaranku." Oh,  Yoongi sedari tadi memang ingin sekali memukul wajah Taehyung.  Mungkin dua tiga pukulan di wajahnya,  atau di kepala?  Supaya lelaki itu bisa menyadari kesalahannya. 

"Aku hanya ingin Haneul sembuh." Taehyung tidak membalas dengan kemarahan yang sama,  kali ini lelaki itu menunduk,  bibirnya gemetaran saat mengatakannya,  "Aku hanya ingin bisa bersama anakku lebih lama lagi, menebus semua kesalahanku padanya juga ibunya."

Yoongi menghembuskan napas kasar,  kembali bersandar pada punggung kursi,  raut wajahnya berubah sendu,  tidak lagi penuh kemarahan, namun kali ini justru terlihat sedih.  Sembari menatap langit-langit tokonya,  mata Yoongi seperti menewarang jauh,  "Kau tahu,  aku juga pernah menjadi seorang ayah." Yoongi menelan ludah,  rasanya masih menyakitkan mengingat tentang hal itu,  "Aku mengerti perasaanmu,  juga perasaan Namjoon.  Yang ingin bisa bersama anak kalian lebih lama lagi. Itu menyakitkan,  saat kita tahu kita tidak punya waktu banyak dengan mereka."

Masih menatap ke langit-langit,  mata Yoongi mulai berembun,  mulai terasa panas,  luka akibat kehilangan yang masih dia coba sembuhkan sampai saat ini terasa kembali terbuka.  Luka yang ia dapat dua tahun lalu itu,  "Aku kehilangan anakku dua tahun lalu." Yoongi melanjutkan ceritanya,  "Dia sakit,  seperti Haneul. Dan aku terlambat menyadari itu." Yoongi tertawa kecil,  menertawakan kebodohannya sendiri. "Lucu,  bukan?  Aku seorang dokter,  tapi aku tidak tahu kalau anakku sakit keras.  Aku terlalu sibuk bekerja,  berpikir aku harus bekerja lebih giat untuk masa depannya nanti.  Tapi itu malah membuat aku lupa,  bahwa dia juga butuh kasih sayang dan perhatian dariku.  Saat aku tahu,  semua sudah terlambat. Aku kehilangan dia selamanya,  bahkan kami tidak sempat membuat kenangan ini bersama."

Yoongi kembali menghela napas,  rasa sesak di dadanya masih ada.  Ah,  ternyata dia belum bisa memaafkan dirinya sendiri.  Ternyata,  setelah waktu berlalu luka itu masih ada di sana.  Waktu belum juga bisa menyembuhkan luka lelaki yang selalu nampak dingin itu.  "Aku ini dokter,  aku seharusnya bisa menyembuhkannya.  Tapi tidak,  aku tidak bisa menyelamatkannya.  Itu membuatku berpikir untuk berhenti menjadi seorang dokter." Kemudian ada sedikit senyum yang diulas Yoongi di wajahnya yang masih terlihat sedih.  "Hari di mana aku ingin berhenti,  adalah hari saat aku bertemu Namjoon dan Haneul. Aku ingat,  saat itu Namjoon berlari dengan panik di koridor sambil menggendong Haneul yang demam,  dua tahun lalu.  Wajah paniknya,  kecemasannya.  Tangisannya,  saat tahu Haneul sakit parah.  Stadium tiga." Yoongi kembali menatap Taehyung yang mendengarkan ceritanya sedari tadi. 

"Sudah cukup terlambat mengetahui penyakitnya,  tapi Namjoon bersikeras bahwa Haneul bisa bertahan. Aku pikir dia ayah yang hebat. Harusnya aku dulu seperti dia." Ya,  harusnya Yoongi seperti Namjoon.  Bagi Yoongi,  bertemu Namjoon dan Haneul bukanlah kebetulan. Pertemuan mereka adalah cara Tuhan untuk membuat Yoongi tidak berlarut dalam kesedihannya. 

Bertemu Haneul,  membuatnya kembali percaya bahwa ia bisa menyelamatkan anak itu.  Memberinya kehidupan yang lebih panjang, dia selalu berharap seperti itu. "Kau akan tahu seberapa berharganya mereka yang kau miliki ketika mereka sudah tidak ada." lanjut Yoongi,  "Saranku,  dari pada kau memikirkan pengobatan yang terbaik untuk Haneul,  lebih baik kau pikirkan bagaimana caranya membuat kenangan indah bersama anakmu. Aku yakin,  Namjoon tidak akan menghalangimu bertemu Haneul,  sayangnya dia bukan pria yang egois.  Kalau itu aku,  sudah pasti aku akan melarangmu mendekati Haneul." Yoongi kembali berucap sinis pada Taehyung seperti saat pertama.

Yoongi kemudian berdiri,  mengambil dua cangkir teh dari mejanya.  Bermaksud mengusir secara halus,  bersyukurlah ia tidak mengusir secara kasar,  lagipula sepertinya hari ini dia sudah terlalu banyak bercerita.  Sesuatu yang sebenarnya tidak ingin dia ungkit lagi.

"Dan, Taehyung..," Yoongi kembali berbalik sebelum mencapai pintu yang tersambung ke rumahnya.  "Aku harap kau lebih bijaksana untuk tidak mengatakan pada Haneul bahwa kau adalah ayah kandungnya.  Dia masih terlalu kecil untuk mengerti masalahmu dan Namjoon."

Sepertinya aku memang tidak pantas dipanggil ayah oleh Haneul...

Send My Letter to Heaven ✔Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum