SEBELAS

3.6K 823 59
                                    

Lelaki itu sudah berada di depan laptopnya hampir seharian penuh, dalam dua hari terakhir ini. Dalam posisi yang sama, duduk di sofa abu kamar rawat anaknya. Mengamati anak perempuannya dari balik laptop sembari mengulas senyum atau sesekali menjawab pertanyaan yang Haneul lontarkan padanya.

Total sudah tiga hari Namjoon mengambil cuti kerja demi menemani Haneul di rumah sakit. Rela membawa semua pekerjaannya ke sana, membiarkan kertas-kertas berserakan di sofa, memantau pekerjaan lewat telepon memastikan tugasnya berjalan lancar meskipun dia tidak berada di kantor. Beruntung, atasannya bisa memaklumi. Lagi pula, dia tidak akan bisa fokus pada pekerjaannya karena memikirkan Haneul meskipun dia tahu ada Yoongi yang menjaga anaknya, atau... Taehyung barang kali?

Berbicara tentang Taehyung, selama tiga hari ini dia belum melihat Taehyung lagi. Ketika dia pulang ke rumah untuk sekedar mandi dan berganti baju, dia selalu melihat rumah seberang yang adalah rumah Taehyung, sepi dan lampunya tidak pernah menyala. Apa dia pergi lagi? meninggalkan anakya lagi? apa Taehyung ada masalah?

Segala pemikiran itu berada di dalam otaknya.

Keheningan di dalam kamar itu terusik karena suara dering ponsel Namjoon yang tergeletak di bawah tumpukan kertas, sedikit susah bagi lelaki itu untuk menemukan ponselnya. Keningnya berkerut ketika mendapati nama Kim Taehyung di sana. Baru saja dia memikirkan kemungkinan Taehyung pergi lagi, sekarang Taehyung tiba-tiba menghubunginya.

"Halo?"

"Hyung..."

Kening Namjoon berkerut, menjauhkan ponselnya sebentar guna mengecek kalau-kalau dia salah melihat nama.

"Tae...?"

"Hyung... kenapa rasanya sakit sekali.."

"Taehyung? kau bicara apa?"

"Dadaku.. kenapa rasanya sakit,Hyung?  aku sakit setiap melihatmu, aku sakit setiap melihat Haneul. Aku benci pada diriku sendiri, Hyung."

"Taehyung, apa kau sedang mabuk?" Namjoon menduga, suara Taehyung terdengar tidak jelas, suara isakan lelaki itu lebih jelas terdengar bagi Namjoon.

"Hari ini aku pergi ke makam Sarang, aku bilang padanya kalau aku mencintainya,Hyung. Tapi dadaku terasa lebih sakit lagi, tolong aku, Hyung... bantu aku hilangkan rasa sakit ini."

Namjoon memindahkan laptop yang berada di pangkuannya ke sofa, tubuhnya menegak, tegang. "Kau di mana?" tanyanya, "Kau di mana sekarang?!"

"Coba tebak aku di mana?" 

Oh, ayolah! apa ini saatnya bermain tebak-tebakan? Namjoon meremas ponselnya kesal. "Taehyung," Namjoon memelankan suaranya, menekan rasa jengkelnya. " Kau di mana sekarang?"

"Di tempat kesukaanmu." 

Namjoon terdiam sejenak, menggigit bibirnya kesal sebelum menghembuskan napas kasar sambil berdiri, "Aku ke sana sekarang." Namjoon memutuskan sambungan telepon, memasukan ponselnya ke saku celana, menyambar jaket dan kunci mobilnya. Lelaki itu berjalan ke ranjang Haneul, anak perempuannya sudah tertidur dari dua jam yang lalu. Tenang dan damai, Namjoon tersenyum kecil, bahkan hanya dengan memandangi wajah Haneul yang sedang terlelap saja mampu menerbitkan senyum di bibirnya. Namjoon mengecup kening anak perempuannya. "Haneul-ah, ayah pergi dulu, ya. Ayah mau menjemput ayahmu yang satu lagi. Ayahmu yang itu menyusahkan sekali." bisiknya pada Haneul.

Namjoon buru-buru mengenakan jaketnya, menutup pintu kamar Haneul pelan sebelum bergegas menjemput lelaki yang tengah mabuk di bar Amor Fati.

***

Amor Fati

Sudah lama Namjoon tidak ke sana, terakhir kali datang ke sana beberapa hari sebelum pertengkarannya dengan Taehyung yang berujung Namjoon menuntut pertanggung jawaban lelaki itu atas Sarang.

Amor Fati, menjadi saksi dari Kim Namjoon yang hilang arah,  pernah menjadi tempatnya untuk kabur dari kesedihan akibat kepergian orang tuanya. Namjoon malu kalau mengingat itu. Semoga Haneul tidak akan pernah mengetahuinya.

Suara musik bedentum kencang sudah terdengar sejak Namjoon memasuki pintu masuk bar yang sekarang sudah terpasang kaca transparant. Seingatnya, dulu tempat itu hanya mennggunakan pintu kayu biasa. Namjoon kembali disambut oleh hinggar bingar kelab malam, dia sudah tidak tertarik dengan ini semua, dia ke sana hanya untuk menyeret Kim Taehyung pulang, bukan meladeni para gadis yang mendatanginya untuk merayu setiap kali kaki Namjoon melangkah.

"Di sana rupanya." desis Namjoon saat melihat Taehyung yang tengah menenggak sebotol bir yang kalau Namjoon perhatikan saat langkahnya semakin mendekat tinggal setengah, sementara di samping Taehyung sudah ada satu botol bir yang sudah kosong. "Ayo pulang!" Namjoon mengambil botol bir dari tangan Taehyung kemudian menarik tangan lelaki yang sudah sempoyongan itu.

"Hyung! kau menjemputku?" tanya Taehyung yang masih setengah sadar.

"Dasar bodoh! apa yang kau lakukan di sini?!" omel Namjoon sembari melewati orang-orang yang tengah menarik.

Taehyung menarik tangan Namjoon untuk berhenti, "Hyung... maaf." meski suara musik terdengar kencang,  tapi Namjoon bisa mendengar suara Taehyung

Namjoon tertegun sejenak, menelan ludah sebelum akhirnya kembali menarik Taehyung untuk berjalan, "Kau sudah sering meminta maaf."

"Aku takut, Hyung." 

Lagi, Namjoon harus menghentikan langkahnya, berbalik menghadap Taehyung yang menundukan kepala. Bahunya berguncang-guncang, isakannya berubah menjadi tangis. Namjoon merasa iba, semarah apapun dia pada Taehyung, seperti apapun Taehyung telah mengecewakannya. Bagi Namjoon, Taehyung tetaplah seperti adiknya, rasa sayangnya pada Taehyung sama seperti rasa sayangnya pada Sarang. Dua adiknya yang malang.

"Aku takut kehilangan Haneul lagi, aku takut dia meninggalkan kita. Aku takut tidak bisa mendengarnya memanggilku ayah."

Namjoon menengadah, mengerjap-ngerjapkan mata. "Aku juga takut," jawab Namjoon. "Aku juga takut kehilangan Haneul." ya,  dia takut. Sangat takut,  itu seperti mimpi buruk baginya,  mimpi buruk bahkan disaat dia terjaga.  Namjoon mendekat,  meremas kedua bahu Taehyung yang masih menangis sesunggukan.  "Tapi kita tidak boleh memperlihatkan ketakutan kita pada Haneul. Kita harus kuat untuk membuatnya bahagia,  kau mau melihat anakmu bahagia,kan?"

Taehyung mengangguk sambil mengelap hidungnya yang berair. 

"Sudah,  berhenti menangis!" Namjoon menepuk-nepuk pipi Taehyung.  "Kau bukan anak kecil lagi,  Tae." dia merasa malu,  padahal Taehyung yang menangis tapi kenapa dia yang merasa malu?

Taehyung mengangguk lagi,  kali ini dia mengikuti Namjoon yang kembali menarik tangannya dalam diam.  Bahkan ketika masuk ke dalam mobil Namjoon,  lalu mobil itu membelah jalanan malam Seoul. Taehyung terlelap,  tidur seperti bayi. Posisinya menyamping,  tangannya mencengkram seatbell.

Kenapa dia jadi ingat Haneul? Haneul juga punya kebiasaan yang sama setiap kali tertidur di dalam mobil.

Ah, ya,  mereka berdua ayah dan anak dalam hubungan sedarah. Sementara Namjoon? 

Send My Letter to Heaven ✔Where stories live. Discover now