TIGA

5.1K 1K 21
                                    

"Ayah! Bunga mataharinya mekar!" Haneul berteriak dari pekarangan rumahnya ketika pagi itu,  saat pertengahan musim panas dia mendapati bunga yang sudah ditanamnya sekitar dua bulan akhirnya mekar. 

Namjoon keluar dari rumah,  berbalut setelan santai, celana pendek cokelat susu, dan kaos polo merah maroon. Namjoon menggampiri anaknya, ikut berjongkok di samping Haneul,  "Wah, bunganya cantik." kata Namjoon sambil mengusap rambut Haneul yang hari ini dikepang dua,  hasil tangan  Namjoon,  "Seperti yang menanam."

Kening Haneul mengerut, "Berarti ayah juga cantik?  Ayah kan membantu Haneul menanam bunga." katanya sambil mengerjap polos membuat Namjoon tertawa.

"Tapi Haneul yang paling cantik,  Haneul dan ibu adalah perempuan paling cantik di dunia."Namjoon mencium rambut Haneul, menyesapi aromanya.

Haneul mendongak, menyipitkan mata karena kepala sang ayah membelakangi pantulan sinar matahari,  "Ayah,  apa bunga kesukaan ibu?"

"Bunga matahari."

"Sama seperti ayah?"

"Salah," Namjoon mencubit hidung kecil milik puterinya. "Karena ibu,  ayah jadi suka bunga matahari."

Haruskah dia juga mengatakan,  bahwa dia menyukai bunga matahari dan membencinya disaat yang bersamaan? 

---

"Oppa."

"Hmm.." Namjoon menjawab dengan gumaman tanpa melepaskan pandangan dari layar ponselnya.

"Namjoon!"

"Ya! Choi Sarang." Namjoon mengangkat wajahnya,  menatap gadis yang duduk di sebelahnya dengan wajah terlihat kesal itu,  "Aku ini lebih tua darimu,  panggil aku dengan sopan." protesnya.

Sarang berdecak,  gadis itu menyenderkan punggungnya pada kursi sambil melipat tangan ke dada,  "Aku sudah memanggilmu dengan sopan.  Tapi kau mengacuhkan aku." katanya kesal.

Namjoon menghela napas,  mematikan ponselnya lalu menatap Sarang lekat-lekat,  "Ada apa?"

"Lihat itu." Sarang menunjuk sepasang kekasih di seberang tempat duduk mereka di taman dekat kampus. 

"Apa?" Namjoon tidak mengerti,  maaf saja, dia memang bodoh kalau bicara soal hal seperti ini.

Sarang mendesis,  Namjoon memang tidak bisa diharapkan,  "Itu,  gadis itu mendapat bunga dari kekasihnya."

"Lalu?"

"Berikan aku bunga,  ini kan hari Valentine." Sarang menyengir,menampilkan deretan giginya yang putih dan kecil-kecil.

Kening Namjoon mengerut sebagai responnya,  "Sejak kapan Choi Sarang menyukai bunga?" ledeknya,  lalu berakhir dengan suara mengaduh yang lolos dari bibirnya karena Sarang mencubit perutnya cukup keras.

"Aku kan juga seorang gadis,  aku juga mau diberi bunga.  Berikan aku bunga!"

"Baiklah-baiklah," Namjoon masih mengusap perutnya ketika menjawab, "Kau suka bunga apa?  Mawar?"

"Kenapa setiap orang berpikiran semua gadis menyukai bunga mawar?" tanya Sarang,  Namjoon hanya menjawab dengan gedikan bahu,  dia juga tidak tahu.

"Lalu,  apa bunga kesukaanmu?" tanya Namjoon.

"Bunga matahari." jawabnya cepat.

"Kenapa bunga matahari?"

"Karena dia selalu melihat ke arah cahaya matahari.  Bunga matahari itu simbol kesetiaan,  bukankah sangat romantis?"

Namjoob menyemburkan tawanya,  lalu mengacak rambut cokelat tua milik Sarang,  "Astaga,  sejak kapan kau jadi pintar bicara tentang cinta dan perasaan?"

"Oppa!  Aku sudah bukan anak kecil lagi!" protesnya sambil menampik tangan Namjoon yang masih berada di pucuk kepalanya.

Namjoon menyudahi tawanya dengan susah payah,  "Baiklah-baiklah.  Aku akan membelikanmu bunga matahari."

"Benar?  Sekarang?"

Namjoon mengangguk,  lalu bangun dari tempat duduknya, menaikan celana jin belelnya yang sedikit kebesaran. "Tunggu di sini,  aku akan memberikan bunga yang kau mau." Namjoon mengusap kepala Sarang sebelum melangkah pergi,  sedikit berlari. 

N

amjoon dan setangkai bunga matahari,  jelas bukan kombinasi yang bisa diterima. Bagaimana seorang pemuda berpenampilan urakan sepertinya membawa setangkai bunga berwarna cerah. 

Tapi,  rasanya Namjoon menyukainya juga.  Kombinasi aneh yang nyatanya membuat Namjoon bisa tersenyum.  Ah,  mungkin karena dia ingin memberikan bunga itu pada Sarang.  Dia sudah bisa membayangkan bagaimana Sarang tersenyum lebar padanya saat Namjoon benar-benar memberinya bunga matahari.

Oh,  tunggu. Agaknya Namjoon terlalu merasa senang dengan khayalannya.  Karena,  saat dia kembali ke tempat dia dan Sarang duduk tadi.  Choi Sarang sudah mendapat satu buket bunga matahari besar dari pemuda lain.

Setangkai bunga matahari dan Kim Namjoon,  agaknya memang kombinasi yang aneh dan tidak masuk akal.

Send My Letter to Heaven ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang