SEMBILAN

3.7K 820 42
                                    

"Kau akhirnya mengizinkan dia bertemu dengan Haneul?"

Namjoon tidak menoleh,  sedari tadi dia tahu Yoongi sedang memperhatikannya sambil menyandar pada pilar di belakang sementara Namjoon menatap ke dalam ruang perawatan Haneul dari balik jendela. 

Melihat Taehyung berada di dalam sana.  Duduk di tepi ranjang Haneul sambil menggenggam tangan anak itu. Sejak satu jam yang lalu,  posisinya masih sama.  Taehyung yang berada di dalam sana,  dan Namjoon yang hanya memperhatikan dari luar. Memberi sedikit ruang pada Taehyung untuk bersama Haneul,  Taehyung berhak mendapatkannya.  Namjoon tidak ingin egois.

"Kau sendiri yang bilang,  Hyung."  jawab Namjoon,  "Keberadaan Taehyung bisa membantu Haneul.  Saat ini,  yang terpenting adalah kesembuhan Haneul." lalu ia menoleh pada Yoongi yang bersidekap di sampingnya.

"Kau ayah yang baik." Yoongi menepuk bahu Namjoon.  Dia jarang memberi pujian pada orang lain,  namun kali ini dia memang harus mengakui bahwa Namjoon memiliki hati yang besar untuk membiarkan Taehyung bersama Haneul.

Namjoon melirik,  tersenyum miring pada lelaki pucat di sebelahnya.  "Aku memang ayah yang baik.  Baik dan keren.  Kau harus menambahkan itu,  Hyung." lalu Namjoon tergelak melihat Yoongi merotasikan matanya jengkel.

"Minta ku hajar,ya?"

***

Kim Taehyung, rela menukar apapun hanya untuk terus dapat menikmati saat seperti ini dengan Haneul. Melihat puteri kecilnya tidur sementara ia berada di sampingnya, menggenggam tangannya, mengusap rambutnya, mungkin membisikan ucapan selamat tidur yang selama ini Namjoon lakukan pada Haneul.

Namun, melihat wajah Haneul yang masih pucat, juga selang infus yang menancap di punggung tangan kecil itu membuat hati Taehyung didera rasa bersalah dan penyesalan.  Harusnya sedari dulu ia yang menemani Haneul disaat-saat terburuknya ini.  Apa tubuh kecil itu mampu menahan rasa sakitnya?  Bahkan Taehyung tidak bisa membayangkan bagaimana Haneul melewati rasa sakit itu selama ini.

Mata bulat ini membuka,  kedua manik cokelat Haneul bertatapan dengan milik Taehyung.  Taehyung mengulas senyum,  tangannya mengusap rambut Haneul,  "Kau sudah bangun?  Apa ada yang sakit?" oh, Tuhan,  bagaimana bisa Taehyung menanyakan hal itu?  Sudah pasti rasanya sakit,  kan?

Haneul mengangguk,  "Sakit,Paman." katanya lirih.  "Haneul mau pulang."

Kali ini,  tangan besar itu mengusap pipo Haneul yang pucat, sudah tidak ada rona merah di sana seperti saat pertama kali Taehyung melihat Haneul. "Iya,  nanti Haneul pasti pulang ke rumah." bersama ayah.

Taehyung menoleh ke belakang,  pada pintu ya terbuka tiba-tiba sementara Haneul sudah memanggil Namjoon dengan suara yang lebih riang.  Namjoon mendekat dengan senyum di wajahnya,  namun Taehyung bisa melihat lingkar hitam di bawah matanya. Juga kesedihan yang ditutupi lelaki berpostur tinggi itu.

"Halo,  kesayangan ayah." Namjoon mencium kening Haneul cukup lama,  meresapinya.  Lalu mengusap rambut Haneul,  dan turun ke pipi. "Bagaimana keadaanmu?  Apa ada yang sakit?"

Haneul menggeleng sambil tersenyum,  lengkung di pipinya terlihat samar.  "Tidak,  ayah.  Tidak ada yang sakit, tapi Haneul mengantuk sekali." katanya.

Mata Taehyung membulat,  terkejut. Meski Namjoon tidak menyadarinya.  Ia menatap Haneul yang sedang tertawa bersama Namjoon yang entah menceritakan apa,  Taehyung hanya mendengar samar-samar karena lamunannya. Bagaimana bisa Haneul mengatakan hal yang berbeda dengan apa yang anak itu katakan padanya?  Kenapa ia tidak mau memberitahu Namjoon bahwa dia merasa sakit?  Apa sebegitu besar rasa sayangmu pada Namjoon, Haneul-ah?

"Ayah,"

Taehyung tersentak dari lamunannya, kembali melihat Haneul yang berada dalam pelukan Namjoon yang sudah duduk ditepian kepala ranjang.

"Haneul ingin pulang,  Haneul mau ikut teman-teman ke pantai,  ayah."

Namjoon ingat,  lusa seharusnya kelas Haneul pergi ke pantai. Tapi dalam kondisi Haneul yang seperti ini dia tidak mungkin membiarkan Haneul pergi,  paling tidak Haneul harus berada di rumah sakit selama sebulan.  Lalu setelahnya masih ada serangkaian pengobatan yang lain. 

"Sayang,  sepertinya Haneul harus menunda pergi dengan teman-teman ke pantai." kata Namjoon.

"Kenapa?"

"Paman Yoongi belum mengizinkanmu pulang."

Haneul mengerucutkan bibirnya, "Tapi di sini tidak asyik.  Haneul tidak pernah punya teman di sini." keluhnya.

"Haneul-ah," Taehyung mengambil tangan Haneul,  menepuk-nepuknya pelan.  "Paman akan ke sini setiap hari untuk menemani Haneul bermain kalau ayahmu pergi bekerja.  Nanti,  paman bawakan boneka beruang yang besar untuk Haneul.  Haneul suka boneka?" tanyanya.

Haneul mengangguk,  lalu melirik Namjoon,  "Haneul punya popo."

"Popo?" Taehyung mengerutkan kening.

"Iya,  popo.  Boneka beruang dari ayah. Ayah menjahit boneka itu sendiri, sampai jari-jari ayah terluka." Haneul menyentuh tangan Namjoon.  Mengusap telapak tangan itu lalu menggenggamnya. Pemandangan yang membuat Taehyung sekali lagi dilanda rasa iri yang luar biasa hebat. 

Namjoon agaknya menangkap perasaan itu dari tatapan Taehyung yang terluka. Namjoon melonggarkan pelukannya pada Haneul,  menangkup kedua pipi anaknya yang terasa dingin. "Nah, sekarang Haneul punya banyak teman kan di sini? Ayah janji,  nanti kita berdua akan pergi ke pantai setelah Haneul pulang. Bagaimana?"

"Janji?" Haneul mengacungkan kelingkingnya.

"Janji kelingking." Namjoon mengaitkan kelingkingnya pada kelingking kecil milik Haneul.  Lalu mengecup kening puteri kecilnya.

Taehyung berdehem,  ia bangun dari bangkunya dengan sedikit kikuk.  "Sepertinya aku harus pulang sekarang." apa yang bisa dia lakukan di sana?  Yang dia lihat hanya bisa membuat hatinya bertambah sakit oleh rasa iri hati yang tidak bisa sepenuhnya ia katakan karena Namjoon. "Paman akan datang lagi besok." Taehyung ingin juga memberikan kecupan di kening Haneul,  namun dia urungkan.  Sebagai gantinya,  Taehyung hanya mengusap rambut anak itu,  lalu melirik Namjoon.

"Ayah antar Paman Taehyung dulu ya,  sayang."

Haneul mengangguk,  lalu kembali berbaring.  Melambaikan tangan ketika Taehyung menatapnya kembali saat sudah berada di ambang pintu,  lalu menutup kamar itu. 

"Terima kasih, sudah menjaga Haneul selama ini." Taehyung berucap ketika mereka berjalan bersisian di koridor rumah sakit yang sepi.

"Memang sudah seharusnya,  itulah yang dilakukan seorang ayah pada anaknya.  Dan kau,  Taehyung.. " Namjoon menghentikan langkahnya,  keduanya saling berhadapan.  "Apa Haneul siap menerima kenyataan bahwa kau ayah kandungnya?"

Taehyung membeku ditempat dalam rasa sakit karena ucapan Namjoon barusan. Namjoon benar,  apa Haneul siap menerima kenyataan bahwa ayah kandungnya justru meninggalkannya begitu saja dan baru kembali tanpa mengetahui anaknya selama ini berjuang untuk hidup?

"Kau menyia-nyiakan anugerah menjadi seorang ayah delapan tahun yang lalu,  Taehyung." Namjoon melanjutkan,  "Kau menyia-nyiakan kesempatan menjadi ayah dari seorang anak perempuan yang begitu kuat." Namjoon berucap lirih.  Kemudian dia berbalik,  ke arah berlawanan,  kembali menuju kamar Haneul.  Meninggalkan Taehyung yang masih bergeming di tempatnya

Tbc

Send My Letter to Heaven ✔Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu