5. Perisai

1.2K 134 34
                                    

Perisai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Perisai

•••

Gesna kembali duduk di teras basecamp sembari menunggu malam lebih larut. Kegabutan membuat dia menyambangi warung depan dan membeli sebungkus rokok.

Awalnya karena melihat dia memakai seragam, pemilik warung tidak mau memberi. Memang sih, rokok tidak boleh diperjualbelikan kepada anak di bawah 18 tahun. Gesna lalu beralasan disuruh Kepala Suku dan langsung dikasih. Jitu juga nama itu.

Asap membumbung seperti lokomotif dari bibir Gesna, mengepul tanpa henti. Tatapannya menerawang ke langit.

Rokok yang baru dibeli sudah habis beberapa batang. Setiap kali habis, dia nyalakan lagi yang baru dan berharap malam semakin pekat. Namun, membunuh waktu ternyata tidak semudah itu.

Gesna melihat jam tangan, masih pukul sembilan malam. Biar apa jam sembilan datang ke Splash? Mau bantu bartender bereskan meja bar? Dia mengembus asap gusar, menunggu malam saja susahnya seperti menunggu keajaiban.

Sebuah tangan menyentil rokoknya. Benda putih itu terpental, berputar di udara, dan jatuh di taman depan. Gesna sempat bengong melihat rokok yang bisa terbang lalu menoleh ke sang pembuat onar.

"Ngudut mulu lo. Awas mati." Adit sudah muncul di sampingnya tiba-tiba, entah datang dari mana. Sudah seperti Jelangkung yang datang tidak dijemput dan pulang tidak diantar.

"Ribet banget lo kayak panitia tujuh belasan," sungutnya seraya meraih kotak berwarna biru dan hendak mengambil rokok lagi.

Namun, kotak itu dirampok Adit. "Udah gue bilang, awas mati."

Gesna mendengkus. "Udahlah! Gue lagi nggak minat berantem," ujarnya sembari mengulurkan tangan, meminta rokoknya dikembalikan. Hidup dia sudah ruwet dan dia tidak ingin Adit membuat tambah kusut.

"Ngeyel, dibilangin juga." Bukannya mengembalikan, Adit malah mengantongi rokok hasil rampasan. "Lagian kenapa pakai nama gue buat beli rokok ini?"

Geram, Gesna melirik garang. Dia tidak perlu ceramah, sekarang. Ditendangnya kursi teras. Bangku yang terbuat dari alumunium itu bergeser ricuh. "Ya, bodo amat! Bukan urusan lo juga! Gue kan tetap bayar. Lo kayak nggak puas-puas ganggu orang? Cari kegiatan yang berfaedah deh sono."

Dengan muka tidak bersahabat, Gesna lalu masuk, meninggalkan Adit di teras. Kenapa sih dengan Adit? Cowok itu seperti masih belum puas saja menganggu. Dulu-dulunya nggak pernah negur, sekarang jadi sok akrab. SKSD Palapa. Sok kenal sok dekat padahal nggak tahu apa-apa. Norak tahu nggak? Norak. En-o-er-a-ka. NORAK.

"Loh, Ge? Dari mana aja lo? Skuter lo dari tadi nangkring tapi wujud lo gentayangan. Numpang parkir apa begimana? Biar tahu gue tentuin tarif parkirnya," sapa Riko begitu dia sampai ke ruang tengah.

MATAHARI APIWhere stories live. Discover now