Prolog

487 44 3
                                    

Hujan mengguyur kota sore ini.
Membasahi tanah yang mulai retak oleh teriknya matahari. Menghidupi daun-daun yang mulai mengeluh karena pohonnya yang tak ber-energi. Aku memandangi langit yang tak kunjung cerah. Sepertinya, ia merasakan kesedihan makhluk hidup dibumi. Dan hal itu, membuatnya mengalirkan air mata kehidupan untuk mereka.

Mataku menelisik ke segala arah. Berharap masih ada seseorang yang ada di sekitarku. Dari kejauhan mataku menangkap sosok pemuda berseragam abu-abu yang tengah menyiapkan jas hujannya. Dia menghadap ke samping, menciptakan siluet indah yang membuatku tak bisa berhenti menatapnya.

Pertama-tama, aku akan mengenalkan diriku kepada kalian. Aku Hanum Syakilla. Panggil saja Killa. Sekarang, aku kelas 11 jurusan MIPA di SMA Garuda. Aku mempunyai seorang kakak, panggil saja Bang Candra. Selama ini, aku memiliki satu sahabat sejati, namanya Lea. Aku memiliki dua hal paling favorit. Menulis cerita dan bermain badminton.

Diawali dengan imajinasi, aku mampu menciptakan sebuah cerita. Tentang asa yang mustahil untuk tergapai. Dan tentang cinta, yang belum tentu untuk dimiliki. Di cerita ke satu ini, aku ingin berbagi kisah. Bagaimana, jika tiba-tiba perasaan asing itu muncul. Menyukai seseorang yang tak pernah mengenali kita.

Saat ini, mataku masih fokus pada pemuda bertubuh tinggi itu. Sudah lama aku menyukai wajahnya, terutama pada mata lentik yang membuatku langsung jatuh cinta. Wajah itu, membuatku berkhayal sehari-hari. Mungkin aku akan dikatakan sangat mengharapkannya. Tapi, kenyataannya memang seperti itu.

Semenjak beberapa bulan yang lalu aku mengetahuinya, aku mulai mencari tahu tentangnya. Entah mengapa hanya dengan melihatnya saja, dia mampu menutup luka lama.  Dia kakak kelasku. Kami selisih satu tahun. Dan saat ini dia sudah menduduki posisi terakhir di SMA ini. Terakhir, aku akan memperkenalkan dia kepada kalian. Namanya Bagaskara Putra. Sebut saja, Kak Aska.

Semakin lama hujan semakin deras. Sudah hampir setengah jam aku menunggu, tapi Bang Candra belum datang juga. Dan sialnya aku lupa membawa jaket hari ini. Hawa dingin semakin menusuk kulitku. Mungkin wajahku sudah memucat sekarang. Aku mengeratkan pelukan tanganku di badan, berharap semoga kakakku segera datang.

Dengan sengaja, aku memandangnya sekali lagi. Dia masih di sana bersama seorang perempuan yang aku tahu sahabatnya. Bisa di lihat caranya menyikapi perempuan itu, dia begitu perhatian. Yang aku tahu, dia begitu lemah lembut, sopan, dan pendiam. Semakin gencar aku mencari tahu tentangnya, semakin aku tahu semua sikapnya. Tapi sayangnya, aku yang mendekat. Sedangkan dia, tidak pernah menengok ke belakang dan melihat siapa yang diam-diam selalu mengharapkannya selama ini.

Aku masih setia dengan pandanganku yang tertuju ke arahnya. Di tengah kesibukanku, aku tersentak ketika mata itu bertemu denganku. Meskipun sekilas, tapi aku tahu dia tengah memergokiku yang diam-diam memandangnya. Aku segera menunduk, merasa malu dengan perbuatanku. Untung saja, dia sama sekali tidak mengenaliku, meskipun aku sangat berharap suatu saat nanti dia akan mengenalku walau hanya sekedar tahu namaku.

Motor hitamnya berderu, aku yakin dia akan pulang dan melewati jalan yang berada di depanku. Aku segera mengalihkan perhatian, dengan memainkan ponselku yang ku geser-geser tidak tahu tujuan. Setelah dia jauh, aku mendongak. Kini bisa ku lihat jelas, dia yang sedang membonceng seorang gadis sahabatnya.

Aku tidak tahu, mengapa melihatnya saja membuat dadaku merasa sesak. Mungkin harapanku yang besar itu berhasil mendorongku ke titik terdalam. Terombang-ambing tanpa tujuan dan semakin aku menyelam, semakin banyak pula luka yang aku dapatkan.

Beberapa menit setelahnya, aku mendengar deru motor dari arah yang sama. Aku menahan tawa geli, melihat kakakku memakai jas hujan bergambar doraemon. Aku tahu mungkin dia tidak menemukan jas hujannya yang sengaja aku simpan di bagasi mobil.

"La, cepetan di pake! Keburu deras lagi hujannya!"

Aku hanya mengangguk sambil bersiap memakai jas hujan yang dibawakan kakakku. Aku membayangkan, jika ini dia yang dengan lembutnya memberiku jas hujan, yang dengan sabarnya menungguku, hingga dengan perhatiannya dia melindungiku dari derasnya air langit ini.

Lagi-lagi aku mengkhayal. Aku segera menepis jauh-jauh pikiran itu. Tapi nantinya percuma, ketika aku melihatnya lagi, maka bersamaan rasa itu akan kembali. Aku hanya pasrah, menjalani skenario Tuhan. Hanya berharap apa yang aku inginkan terkabulkan.

"Bang, kenapa gak bawa mobil aja sih?" tanyaku pada Bang Candra yang menyiapkan motornya.

"Mobilnya lagi dipakai Mama buat reuni."

Aku hanya ber'oh ria mendengar jawaban jujur kakakku. Setelahnya, aku segera menaiki motor besar kakakku dan menerobos jalan ditengah derasnya hujan.

______________________

Berminggu yang telah terlewati, aku mengakui perasaan ini. Dalam setiap hal yang aku lakui, semakin aku melibatkan hati. Menciptakan sebuah kenyamanan tersendiri.

Netraku menatap kapas di awang-awang. Berwarna biru dengan semburat putih. Bibirku membuat garis lengkung, tersenyum. Sudah lama sekali aku tidak merasakan letupan bisu dalam hati. Rasanya, memahami setiap perasaan aneh dan canggung ini menjadi suatu kesulitan tersendiri.

Di sela aku berjalan, ku hembuskan napas pelan. Menikmati segala perjuangan, mencari sebuah kebahagiaan. Teringat ketika pertama kali bertemu seseorang, merindu menjadi satu hal yang selalu terasakan.

Pria yang selalu menciptakan benih harapan, membuat otak tak berhenti memikirkan.

Akankah rasa ini akan bermuara dalam cerita bermakna selanjutnya?
_

______________________

PROSPECT HEART (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang