ll Akhir cerita

41 7 0
                                    

Hari ini akan menjadi yang panjang untukku. Menyaksikan segalanya berakhir sebelum dia mengerti semua perasaanku. Perlahan, aku mendongakkan kepala. Menahan air yang sudah hinggap dipelupuk mata. Memang menyakitkan. Satu tahun aku menunggu sebuah kepekaan, akan berakhir hari ini. Mungkin, takdirku hanya untuk memendam. Bukan mengatakan.

Langkah kaki ini begitu berat untuk sekedar menemuinya. Dulu, langkah kaki ini yang menemani perjuanganku. Mengantarkanku ke lapangan Gelora untuk menemuinya. Membawaku ke ruang lingkup asmara, hingga pada akhirnya kisahku menyelipkan sebuah kenangan indah bersamanya.

Barisan siswa berpakaian setelan jas, membuatku kembali pada sebuah kenyataan. Ini yang terakhir kalinya. Mungkin, setelah ini aku hanya menunggu semesta memberikan kesempatan kedua. Aku menghela napas berat. Seberat rasaku ketika mengetahui, hari ini dia akan pergi. Beranjak dari sekolahan penuh kenangan ini.

"Killa. Gak usah sedih gitu dong. Masih banyak kali, cowok yang lebih ganteng dari dia." Entah datang dari arah mana, Lea sudah disampingku saat ini.

Aku menoleh beberapa saat, lalu memilih merunduk lagi. "Enggak bisa. Kak Aska itu beda. Mungkin, hanya dia yang bisa membuatku seperti ini. Merasakan kehilangan sedalam-dalamnya." Sesak. Aku merasakan nyeri dalam dadaku. Lea melingkarkan tangannya dibahuku. Menepuk pelan dan berusaha menenangkanku.

Perlahan, air mataku meluncur. Membawa sisa-sisa perjuangan yang akan berakhir hari ini. Aku terisak dan mencengkeram erat seragamku.

"Killa. Tenang dong. Gini ya, Kak Aska itu sekarang lagi berjuang buat masa depan. Kan emang udah waktunya dia lulus. Jadi, dia harus pergi. Dia harus mengejar pendidikan yang lebih tinggi. Aku yakin deh, suatu saat nanti Kak Aska pasti menemui kamu lagi. Dia kan udah pernah deket tuh sama kamu. Masa' dia lupain kamu, sih?"

Bibirku semakin bergetar mendengar itu. Apa mungkin, pertemuan kedua akan ada? Aku masih tak percaya. Karena setelah waktu yang aku lalui bersamanya, dia hanya biasa-biasa saja. Aku merasa dia tak pernah mempunyai perasaan yang sama, meskipun seringkali aku menemukan kejanggalan ketika bersamanya, itu hanya perasaanku saja yang terlalu mengharapkannya.

"Bukan masalah itu nya, Lea. Aku cuma gak sanggup aja. Besok pagi udah gak ada yang aku tungguin didepan kelas, udah gak ada yang ngelatih aku main bulu tangkis, gak ada yang minta buat ditemenin latihan sepak bola, gak ada yang nemenin aku duduk di lapangan Gelora. Besok udah beda. Aku gak bisa lagi lihat seseorang yang ada dalam ceritaku. Besok dia.. dia udah jauh.. hiks."

"Udah, sini deh. Lea peluk. Jangan nangis lagi dong, calon adik ipar," ujarnya. Aku memukul pelan lengannya. Dia masih saja berusaha membuatku tertawa.

Setelah tangisku mereda. Aku menuju toilet untuk membasuh muka. Sekarang, aku sudah berada didepan wastafle. Menatap bayangan wajahku di cermin. Aku masih teringat jelas. Disini kali pertamanya, aku mendengar suara Kak Aska yang memperhatikanku.

"Karena setiap manusia memiliki harapan. Dan harapan itu, kita harus tahu apakah layak diperjuangkan atau tidak."

"Emangnya kamu beneran galau, Dek?

"Dek, galau gak baik buat kesehatan. Jangan galau-galau lagi ya!"

Waktu itu ketika aku hampir telat masuk kelas. Aku juga berpapasan dengannya. Itu kali pertama, aku mendapat sentuhan olehnya. Dia mengacak rambutku.

"Ehm, ya sudah kakak pergi dulu ya. Belajar yang bener."

Ketika aku sedang menontonnya tanding sepak bola dengan SMA Pradipta. Aku mendapat satu pernyataan, jika Kak Aska tidak memiliki seorang kekasih.

"Ya ampun Killa, tadi itu bukan pacar saya. Dia itu sepupu saya. Dia emang udah deket banget, emang sejak kecil kita tinggal bersama. Udah berasa saudara kandung gitu."

PROSPECT HEART (End)Where stories live. Discover now