ll Dua rindu dalam satu waktu

102 23 2
                                    

Aku akan mengakhiri rasa kehilangan ini dengan keikhlasan. Bagaimanapun juga Elang sudah pergi. Aku tidak bisa terus menerus seperti ini.

Tanganku bergerak membuka buku diary bersampul biru di atas nakas. Setelah merasa gemuruh dalam dada ini tenang, aku mulai menggoreskan pena biru di atasnya.

______________________________________
6 November 2019

Hari ini aku akan bergerak.
Bukan untuk menghapus, tapi untuk melupakan.

Seindah mentari yang terbit.
Aku mencoba merelakan tanpa aku harus menyakiti perasaanku sendiri.

Menjalani takdir tanpa menyimpan kegundahan dalam hati.
Menerima apa yang telah tergaris tanpa harus menyisakan tangis.
_______________________________________

Pukul 06.15

Aku segera turun menuju ruang makan. Sesampainya di sana, aku melihat Bang Candra sedang menyiapkan sarapan untuk kami berdua.

"Pagi Abangku"

Bang Candra menoleh, kemudian seulas senyum terbit di wajahnya. "Cepet duduk! Ayo sarapan, udah jam enam lebih."

Aku langsung saja duduk di kursi biasanya. Mengambil piring dan roti bakar. Setelahnya, aku meminum segelas susu coklat sampai habis tak tersisa.

Bang Candra menggeleng, sembari terkekeh pelan. Aku mengerutkan kening, tak mengerti sedang apa kakakku ini.

"Kenapa Bang?" Aku bertanya, tapi Bang Candra malah melanjutkan sarapannya.

Aku mendengus kesal. Sesaat, aku teringat Mama dan Papa. Sudah hampir dua minggu ini mereka tidak menemani kami. Papa dan Mama sedang melanjutkan bisnisnya di Eropa. Aku merindukan mereka.

"Kamu kenapa?" Bang Candra bertanya kepadaku.

Aku menggeleng pelan.

"Gitu aja marah." Bang Candra mencibir. Tapi aku sedang malas menanggapinya.

Aku meraih tas merahku dan langsung beranjak dari tempat duduk.

"Kamu kemana, Dek?"

"Ya sekolahlah" jawabku sesingkat mungkin.

Aku segera bergegas keluar. Namun langkahku terhenti karena tangan besar itu meraih pergelangan mungilku. Aku berbalik, dan mendapati Bang Candra menatapku seakan ingin bertanya.

"Kamu kenapa sih dek?"

Aku berhambur memeluk Bang Candra. Dengan tak sopannya air mata ini meluncur di pipiku. Isakanku semakin besar, tapi dengan sekuat tenaga aku tahan.

"Aku kangen sama Mama Papa." Kini Bang Candra mengusap punggungku agar aku merasa sedikit tenang.

Bang Candra masih terdiam sebelum ia berujar, "Mereka akan segera pulang kok. Kan Papa sama Mama ke Eropa juga buat kita."

Aku merasa sedikit tenang sekarang. Suara bariton Bang Candra ketika menasehatiku berhasil membuatku sedikit lega.

"Sekarang kamu udah tenang 'kan?" Aku hanya mengangguk. Bang Candra mengecup puncak kepalaku, kemudian mengusap kepalaku.

PROSPECT HEART (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang