3

1.2K 108 6
                                    

Langit bangkok petang ini sedikit cerah, namun semua itu berbanding terbalik dengan suasana hati pete. Pete merasa sangat kesal. Sudah hampir dua jam pete menunggu jemputannya di teras gedung fakultas ekonomi. Tin mengatakan agak terlambat menjemputnya sore ini karena dia ada meeting dengan kliennya. Sudah seminggu lebih pete memang lembur di kampus, mengejar kelengkapan tugas akhirnya sehingga dia lebih memilih menurut saja dijemput tin setiap hari. Irit bensin. 

Pete pernah meminta pada ayahnya agar diizinkan tinggal di asrama kampus atau memiliki apartemen sendiri seperti teman-teman kuliahnya yang lain, namun ayahnya selalu saja menolak dengan alasan ibunya akan kesepian jika pete tinggal di apartemen. Sedangkan ibunya takut jika pete tidak bisa hidup mandiri di apartemen. Wajar saja jika mereka berpikiran seperti itu, hampir semua keperluan pete disiapkan oleh para maid dan ibunya. Pete bukan anak yang malas dan bukan tidak bisa mengerjakan sendiri keperluannya, ibunya terlalu memanjakannya. Sehingga ia lebih memilih menuruti saja apa keinginan orang tuanya. Terkadang pete merasa heran, dengan perlakuan protektif ayahnya yang dirasakannya terlalu berlebihan. Toh, dia sekarang adalah seorang pria dewasa, bukan lagi anak-anak yang perlu dikhawatirkan setiap saat.
Dengan raut kesal pete kembali menatap jarum jam pada alroji mahalnya. Terlambat 1 jam 55 menit. Dengan sedikit kesal pete melangkahkan kakinya menuju halaman parkir tempat biasanya dulu dia memarkir mobilnya dulu, berharap menemui tin  di sana.

Halaman parkir memang tampak sepi sore ini ,hanya ada sebuah mobil sedan hitam yang terparkir di ujung halaman,kira-kira lima meter dari tempat pete berdiri. Pete sangat ingin pergi ke kampus dengan menggunakan mobilnya sendiri. Tapi sekarang itu tidak akan mungkin.

"Lama menunggu jemputan ?" tanya seseorang di belakang punggung pete.

"Tin...!! kenapa lama sekali..kau ta.." jawab pete seraya membalikkan badan, berpikir tin lah yang berada di belakangnya saat ini.

"Bagaimana kalau kau pulang bersama P' saja na?" 

"Em..P'Trum. Terimakasih,tapi temanku sedah berjanji akan menjemput P'" tolak pete halus.

"Tidak perlu malu-malu seperti itu baby....pulang saja bersama P'" ajak Trum semakin memaksa, berusaha meraih tangan pete yang tidak memegang tas nya.

"maaf P'trum pete menunggu saja, tidak terimakasih" elak pete sambil berusaha melepaskan diri dari tarikan tangan trum yang berusaha membawa pete masuk ke dalam mobilnya.
"Lepaskan trum!" ucap seseorang ditengah acara tarik ulur tangan itu.
"Tin.. "
"Ah.. Lama tidak bertemu tin. Pete akan pulang bersamaku ya kan baby.. " kata trum sambil merangkul pinggang pete erat.
"Lepaskan tangan kotormu itu dari pinggang kekasihku trum. " ucap tin dingin
"Sejak kapan pete menjadi kekasihmu? Sejak kapan kau menyukai laki-laki tin, tidakkah kau malu, jika aku menyebarkan berita ini kepada seluruh relasi bisnismu, hn..?" ucap trum dengan wajah mengejek.
Sreet.
Tin menarik paksa lengan pete agar pete berada di sampingnya. Dengan posesif tin memeluk pinggang ramping pete dari belakang. Memperlihatkan kepemilikannya atas tubuh pria manis yang ada di depannya itu.
"Sebarkan saja, aku akan berterima kasih karena kau telah membantuku menyebarkan berita hubungan kami, ya kan sayang.. " ucap tin seraya mengecup sekilas pipi pete yang sudah bersemu merah sejak tin memeluk tubuhnya.
"K.. Krap" jawab pete tergagap
"Ayo kita pulang sayang.. maaf sudah membuatmu menunggu, jalanan macet sore ini, kita makan malam di rumah na.. Ayahku ingin bertemu denganmu, na.. Na.. "ucap tin sambil menampilkan smrik nya pada trum yang memandang geram kemesraan di depannya.
"Ok.. Krap" jawab pete menunduk malu.
Perlahan tin membawa pete menuju mobilnya, meniggalkan trum yang menggeram kesal.
.
"Tin, apa maksudmu tadi? " tanya pete takut
"Kenapa? Kau malu menjadi kekasihku?!"tanya  tin tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalan.
"Kenapa kau tiba-tiba mengatakan itu di depan orang lain?  Mereka akan salah paham tin. Bagaimana jika P'trum menyebarkan berita itu ke orang lain, pada orang tua kita, relasi bisnismu, apa kau tidak takut?" tanya pete dengan wajah penuh kecemasan.
"Mungkin.. "
" tin serius sedikit, ini masalah besar" kata pete sambil menyentuh lengan kanan tin untuk meraih perhatian tin.
"Dengar, kau ini berisik sekali hn... Koon chai pete, orang tua kita sudah tahu semua, mereka merestui hubungan kita sayang... Tenanglah.. " jawab tin masih dalam mode cueknya.
"Jangan panggil aku sayang! " ucap pete kesal.
"Papaku ingin bertemu denganmu, kita akan bertunangan secepatnya pete, orang tuamu sudah tahu dan mereka setuju " papar tin memandang pria manis di depannya yang menatapnya horor itu.
"A.. Apaa?  Kenapa mae dan papa tidak bicara lebih dulu denganku? " monolog pete pada dirinya sendiri.
"Om Putti akan membicarakan tentang ini setelah kau selesai tugas akhir, beberapa hari ini aku tahu kau sangat sibuk, lembur sampai sore, dan malam masih belajar, hn? " ucap tin lembut. Mobil telah berhenti
"Kenapa kau ingin bertunangan dengan ku? " tanya pete.
"Orang tua kita yang menginginkannya, kita jalann-... "
"Bagimu mudah berkata demikian tin. Tapi aku ini laki-laki, kita laki-laki. Apa yang kamu cari dari pertunangan ini ?!!" tanya pete dengan nada tinggi.

My Koon Chai (HIATUS)Where stories live. Discover now